"Rama, kau harus kuat." Aku menggenggam erat tangannya.
"Tidak, jangan pergi. Kumohon!" lalu aku menangis memeluknya. Pelukan yang sungguh aku rindukan.
"Bapak tidak akan tenang kalau kamu belum bahagia."
"Jangan bilang seperti itu Pak, jangan pergi." Bapak melepaskan tanganku.
"Jangan percayai orang lain." dan Bapak tersenyum padaku dan menghilang dibalik bayangan.
"Tidak, Pak jangan pergi. Tidaaak!" Aku terbangun dengan keringat di sekujur tubuhku. Ternyata ini mimpi. Tapi kenapa mimpi kali ini berbeda, kali ini Bapak berbicara padaku. Ah, jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Aku bangun, bergegas ke kamar mandi, membersihkan keringat mimpi. Selepas mandi, badan terasa segar. Langsung aku melakukan olahraga kecil yang bisa di lakukan didalam kontrakan ku dulu seperti push up, sit up agar tubuhku kembali fit.
Setelah dua hari yang lalu, aku mendengar info itu. Aku selalu memikirkannya. Bahkan aku tidak memberi tahu Alexa, aku tidak mau menganggu dengan kesibukannya.
Selesai olahraga, aku ke dapur membuat kopi dan mengambil roti di meja. Ya, uang pemberian Alexa aku pergunakan dengan sebaik mungkin. Membeli makanan seperlunya. Bahkan sekarang uangnya masih tersisa. Ada untungnya juga aku hidup berhemat dan mandiri.
"Apa yang harus aku lakukan hari ini? Tidak mungkin aku terus diam seperti ini. Dua hari sudah cukup untuk istirahat," gumamku sembari menyeruput kopi yang masih panas. "Apa aku ke kantor polisi aja? Menanyakan apakah sudah tahu identitas sidik jari wanita itu?"
"Rama, apa kau di dalam?" Seseorang berteriak di arah pintu. Ku buka pintu dan ternyata itu
"Alexa?" tanyaku.
"Sorry aku gak ngasih kabar dulu, aku takut kamu tidak mau kalau aku datang ke sini." Alexa lantas ke dapur mengambil piring dan sendok. Dia membawa makanan dari luar.
"Kerjaan kamu?" tanyaku yang masih berdiri di depan pintu.
"Beres." Alexa sibuk menata makanan di meja ukuran kecil itu. "Aku bawain kamu sarapan. Belum makan kan? Yuk kita makan dulu." Alexa tersenyum padaku.
"Emm, makasih Lex, kamu baik banget sama aku. Aku semakin tidak enak sama kamu." Aku pura-pura menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"Kan aku sudah bilang, ganti nya nanti kalau kamu sudah jadi bos lagi." Dia memberikan piring berisi makanan kepadaku. "Nih makan, biar ada tenaga."
"Punya istri kaya kamu enak kali ya, sudah cantik, baik, pintar masak lagi," godaku. "Kenapa tidak menikah saja Alexa? Kalau sudah nikah, berhenti kerja saja, capek. Biar suamimu yang kerja."
"Ya sudah kamu saja yang jadi suamiku," jawabnya langsung menatapku.
"Haha, tidak tidak. Aku hanya bercanda. Lagian aku sudah punya Rara," ucapku. Lagi-lagi aku jadi mengingatnya.
"Ya sudah makan saja kalau gitu. Jangan banyak nanya." Dia cemberut. Sepertinya setiap aku bahas soal lelaki, dia jadi sensitive. Ok aku tidak akan membahasnya lagi. Lalu kami makan dalam diam, hanya sendok dan piring yang saling bersahutan.
"Makasih Lex, aku kenyang," kekehku seraya meraba perutku yang kekenyangan. "Hari ini kita kemana Lex? Mau ke panti atau ke kantor polisi?" tanyaku pada wanita itu yang sedang membereskan piring di meja.
"Kita akan jalan-jalan," ucapnya tanpa memandang ke arahku.
"Jalan-jalan?"
"Ya, kita refresh dulu otak dan tenaga kita, luangkan waktu untuk bersenang-senang. Dan lupakan masalah itu sejenak. Besok baru kita mencari lagi," jelas Alexa. Benar juga apa katanya, setidaknya hari ini lupakan masalah yang ada. Sudah lama juga aku tidak pernah jalan-jalan. Selama di kantor pun dulu, aku selalu disibukan dengan lembur. Apa salah nya hari ini bersenang-senang dulu, dengan teman baru.
"Kita mau kemana?" ucap Alexa yang sudah berada dimobil.
"Ke taman saja." Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Kubuka jendela merasakan udara yang berhembus di depan wajahku. Sebelum melaju, Alexa sempat menawariku untuk mengemudikan mobilnya, namun aku tidak bisa. Jawabanku membuat wanita itu tertawa lepas. Dia berjanji suatu saat akan mengajariku mengajariku mengemudikan mobil.
Kita sampai ditaman. "Mau es krim?" Alexa menawari, aku menggeleng. Namun dia malah pergi dan membeli dua es krim. Lalu memberikannya padaku, dengan pasrah aku terima es krimnya. Kita duduk di bangku yang agak jauh dari keramaian. Sambil menikmati es krim. Rara suka sekali eskrim, apalagi rasa strawberry. Rara kemana kamu.
"Rama." Alexa memulai pembicaraan.
"Hemm," jawabku yang masih menjilati es krim coklat.
"Kalau Rara melupakanmu, apa kamu juga akan melupakannya?" Alexa menatapku. Apa maksudnya?
"Kenapa kamu berbicara seperti itu?"
"Tidak, aku hanya asal saja. Sampai sekarang kamu belum bertemu dengannya kan? Mungkin dia sudah melupakanmu," jawabnya yang membuat aku sedikit risih.
"Aku percaya sama dia, dan dia bilang akan menunggu ku."
"Tapi sekarang malah dia yang menghilang?" sahut Alexa.
"Aku akan mencarinya." Alexa lalu membuang wajahnya ke samping.
"Kalau dia sudah mati?"
"ALEXA!" aku sedikit berteriak padanya. Wanita itu tiba-tiba diam menunduk. "Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu," ucapku dengan suara pelan.
"Aku minta maaf sudah membicarakan pacarmu yang tidak-tidak." Alexa mendongakan kepala ke atas. Kini mata mereka saling bertemu.
"Sudah, tidak apa-apa," ucapku memandang lurus ke depan.
"Kalau aku suka sama kamu boleh?" tanya nya yang seketika itu menatap Alexa. "Aku ingin jadi pacar kamu," tambahnya lagi.
"Haha jangan bercanda Lex, gak lucu."
"Aku serius, kamu mau jadi pacar aku?" Alexa mengatakan cinta padaku? Suka padaku? Sudah tahu aku punya Rara, kenapa dia?
"Maaf Alexa, aku cinta sama Rara, dan hanya sama dia. Walaupun mungkin suatu saat aku masih tidak bertemu dengannya. Aku akan tetap mecintainya, meskipun dia sudah tiada." Alexa diam mendengar perkataanku. Lalu tidak lama dia kembali tersenyum.
"Tidak apa-apa, aku yang tidak tahu diri sudah menyatakan cinta sama kamu, padahal kamu sudah punya wanita lain. Aku ini kenapa sih?" ucap Alexa di iringi tertawa kecil seperti merendahkan dirinya.
"Maaf." Lagi-lagi aku merasa tidak enak hati padanya. Sudah membantuku, bahkan mencarikan ku kontrakan dan memberi uang. Lalu sekarang dia menyatakan cinta malah aku tolak. Maaf Alexa, aku hanya mencintai Rara, aku menganggapmu hanya sebatas teman saja tidak lebih. Maaf sudah mengecewakan mu. Sekarang aku harus jaga jarak sama Alexa, untuk tidak terlalu dekat dengannya. Takut-takut nanti dia salah mengartikan lagi seperti ini. Alexa, aku mohon kamu bisa mengerti.
"Besok kita akan kemana?" tanya Alexa sudah dengan sikap yang seperti biasa, walaupun aga sedikit canggung.
"Kita akan ke kantor polisi."
"Untuk?" tukas Alexa. Aku lupa tidak memberitahu nya.
"Aku lupa tidak memberi tahu mu, dua hari yang lalu aku pergi ke panti. Bertemu dengan wanita muda dan dia melihat seorang pria masuk ke dalam ruangan."
"Siapa?" tanya Alexa.
"Dia juga tidak tahu, malah dia mengira kalau itu aku. Tapi dilihat dari punggungnya beda. Punggung pria itu lebih lebar." Dan aku menceritakan semuanya sampai polisi datang. Dan aku mendengar percakapannya.
"Kamu tahu? Ternyata polisi sudah menemukan bukti baru." Alexa bingung, dia menunggu penjelasan lebih dariku. "Polisi menemukan sidik jari yang menempel di tubuh Bapak, itu sidik jari wanita," ucapku pelan takut ada orang lain yang mendengar. Alexa terkejut bukan main. Dia bahkan sampai tersedak es krim. Aku menepuk-nepuk pundaknya.
"Besok kita akan ke kantor polisi," ucapku lagi.
"I-iya." Alexa terbata karena masih terasa perih tenggorokan akibat tersedak es krim.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya ku memastikan.
"I'm fine." Tiba-tiba wanita itu mendapat panggilan telepon. Dia melihat layar lalu melirik ke arahku mencoba memberi tahu. Aku menjauh, sepertinya dia tidak ingin aku mendengar percakapannya. Tidak lama dia kembali dan tersenyum padaku.
"Ayo pulang, besok kita ke kantor polisi."