CHAPTER 1

1372 Kata
Hari yang dinanti telah tiba, Alev Sihan Charington sudah bersiap diri menunggu kehadiran seorang wanita. Di dalam kendaraan mewah miliknya, ia berperang melawan ketidaksabaran. Dua puluh menit sudah ia menanti wanita berusia dua puluh tiga tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikannya hari ini, membuat rasa frustasi perlahan menggelitik batinnya. Bahkan lehernya pun sudah kebas terasa, karenanya ia tak henti menatap ke arah luar jendela di mana pintu masuk sebuah universitas itu berada. Batang demi batang rokok telah menemani, hingga tepat pada hisapan terakhir emosi hadir menembus batas kesabaran. Kemudian ia keluar dari dalam tempat yang hanya dapat menumpu dua orang saja itu, dan berjalan menjauhi benda pengantar perjalanannya untuk mencari keberadaan sang wanita. Ketika kaki berpijak di atas marmer pembalut lantai koridor, sosok yang dicari sedang berjalan menuju ke arahnya. Ia mengalah, menghentikan langkah di sana. Sebelum wanita itu tiba menghadap, senyum menawan terlontar sebagai sambutan. "Cepatlah, gadis nakal." Alev meneriakan keinginan dalam ucap candaan. Dari arah dua kakinya, wanita pemilik nama Kimberly Estella itu mencibir dengan tawa kecil. Bersamaan dengan terhentinya senyuman manis, kaki Kimberly berhenti mengayun. Sejenak ia menahan ucap kata sapaan hanya untuk menilik wajah riang di hadapan. Ia melepas rindu pada pria yang sudah satu minggu tidak bertemu itu dengan tatap kekaguman. Masih seperti sebelumnya, penampilan rapi selalu terlihat mengesankan dipandang mata. Wajah tampan bergaris Asia itu tak luput mempersembahkan senyuman kepadanya, jua pancaran cinta kasih menyembur melalui sorotan mata. Selalu saja membuat Kimberly terpesona, bahkan tak kuasa ia mengungkap hanya dengan kata. Kemudian ia membalas senyum menawan itu dengan rangkulan pada tangan, disambut hangat oleh senyum kegirangan. Tiada lain apa yang menjadi bahan tatapan Alev kini, wajah cantik tanpa riasan itu selalu membuat matanya sukar berpaling untuk menatapnya. "Kamu ... membuatku hampir kehilangan nyawa, Nona Kim," ucap Alev mendapat kemudahan menggoda sang kekasih untuk mengusap pipi setengah gembul itu, ketika wanita itu berdiri tepat di sampingnya. "Apakah Tuan Sihan menunggu terlalu lama?" Kimberly menyahut disertai tawa cibiran dipenghujung kalimat. "Itu benar Nona." "Baiklah, kita ga bisa buang waktu lagi. Kemana kamu akan membawaku?" Satu minggu sebelum Kimberly memutuskan untuk tidak menemui kekasihnya, ia mendapat kabar baik dari pria yang tersenyum di hadapan. Bahwa sang pria akan membawa diri menghadiri sebuah pesta perayaan kelulusan. Tentu saja, ia menjadi pemilik acara tersebut. "Bukan kejutan namanya jika aku mengatakannya sekarang," sahut Alev menggiring rasa gemas dengan sentilan pada kening kekasihnya. Sudah menjadi kebiasaan untuknya, dahi itu akan mendapat tepukan manja dari jemari nakal milik seorang pria berjabatan Presiden Direktur itu. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu paling berharga, Alev kemudian membawa pergelangan tangan Kimberly dalam tuntunan langkah kakinya. Ia berjalan menuju tempat dimana sebelumnya ia kehilangan kesabaran untuk menunggu sang kekasih. * Keramaian mengisi suasana ruang, setelah sepuluh menit acara perayaan kelulusan terselenggara. Rekan-rekan Kimberly sudah berkumpul di dalam ruang president suite sebuah karaoke bergengsi tinggi, saat sebelumnya mendapat undangan dari sang pemilik pesta. Ditengah kericuhan dari suara-suara sebaris kalimat perbincangan para insan, Alev sudah berdiri tegap dihadapan lima pasang penghuni ruang. Sontak membuat percakapan terhenti seketika, menglihkan suasana ramai menjadi keheningan. "Nona Kim, kemarilah." Sebelah tangan Alev mengulur, mempertegas ajakan dengan gerakan tubuh. Tak ayal pasang mata menyorot wajah wanita pemilik nama dalam ucap katanya, agar sang empunya mengerti akan isyarat ajakan itu. Kimberly menyahut dengan tindakan, ia meraih tangan yang mengulur itu lalu berjalan menghampiri tubuh pemiliknya. Ketika jarak telah mengikis, Alev berlutut di hadapan Kimberly. Meraih sebelah tangan Kimberly setelah mengambil suatu benda yang terdapat di dalam saku celananya. Keramaian kembali menghujam suasana, teriakan kata restu menyambut gelagat Alev. Tiada mampu Kimberly mengucap kalimat, ketika rasa haru menyendat tenggorokan. Ia hanya menatap wajah yang mendongkak di sana, jua cuma memberi senyuman manis sebagai sambutan. "Tiga tahun sudah aku menunggu kesempatan ini datang, aku berharap kamu mengingat janjimu saat itu, Nona Kim." Alev menyerukan kesungguhan pada pancaran kelembutan nada bicara. Agar terlihat meyakinkan, ia tidak bergerak sedikit pun dari posisi semula. Tanpa Alev sadari, ungkap kejujuran itu telah mendobrak bendunan air mata haru dari wanita yang mengangguk di depannya. Sementara pihak lain yang tersisa, mereka melepas restu dengan bungkaman mulutnya. "Bersediakah dirimu menjadi ratu hatiku?" Kemudian Alev membuka lipatan kotak merah yang berada dalam genggaman. Lagi dan lagi Kimbery terdiam membisu, hanya anggukan kepala mewakilkan sebuah jawaban persetujuan. Kali ini, belah bibirnya terbungkam air yang mengalir deras dari ujung matanya. Bak hujan di musim tandas, derai air mata membanjiri pipi. Alev bangkit berdiri sesegera mungkin, sebelum isak tangis itu menjadi histeris. Ia pun bergegas menyematkan cicin pada jemari sang kekasih. Kecupan pada kening wanita itu, ia berikan sebagai ucapan terima kasih. Dan menghapus genangan air mata sebagai penghujung kegiatan. Di belakang mereka, perasaan haru menghujam angan setiap insan yang ada. Mereka turut merasakan suasana pada sepasang insan yang telah saling berpelukan. "Maaf ... sepertinya lamaran ini terlalu sederhana." Alev berucap menghibur setelah melihat wanita dalam dekapannya tidak lagi meluncurkan tetesan air mata. "Aku rasa juga begitu," kata Kimberly menyahut dengan nada gurauan, terlihat dari lontaran tawa kecil di penghujung kalimat. "Baiklah ...." Tanpa memberi alasan, Alev melepas dekapan. "Teman-teman, masih ada yang harus aku lakukan dengan pacarku, kalian lanjutkanlah." Tiada ingin menyahut kembali ucap kata dari para insan yang memberikan persetujuan, Alev meraih pergelangan tangan Kimberly. Membawanya dalam tuntunan langkah kaki tanpa memberitahukan ke mana ia akan membawa wanita itu pergi. Rupa-rupanya buruan tujuan kali ini sebuah kamar kelas atas di dalam bangunan hotel bintang lima. Kemujuran bersanding dengannya, ketika Kimberly tidak menghadang sedikit pun keinginannya. Begitu yang dirasakan Alev, wanita yang telah berdiri di balik pintu ruang hanya terdiam meresapi keadaan. Pintu ruang pun terbuka, pemandangan indah didapati Kimberly ketika melihat kamar telah berhias ribuan bunga mawar merah. Namun, rasa janggal menutup perasaan riangnya. Sebelum ia melangkah pergi, wajah menoleh ke arah samping di mana sang pujaan hati berada. Kernyitan dahi mengawali ungkapan rasa heran, sesaat ia menghela napas rancu sebelum kemudian berkata, "kita tidak sedang berbulan madu, 'kan?" Alev terhentak dalam kejutan, saat pasang telinga menerima ucapan konyol itu. Sebaiknya ia menyambut gurauan itu. Dalam seringai kemenangan, setelahnya Alev meraih tubuh itu dalam pangkuan. Membawanya hingga menepi di hadapan tempat tidur di sana, dan melepas tubuh dari pangkuan dengan perlahan. Akibat keterkejutan tiada terkira, Kimberly kehilangan tenaga meskipun hanya untuk sekedar mengucap satu patah kata. Karenanya Alev kian mendapat kesempatan, mengukung tubuh itu di bawahnya. "A–Al, a–apa yang kamu lakukan?" Deru napas dari indra penciuman yang hanya berjarak satu jengkal dengan wajahnya, membuat ucap kata Kimberly terbata-bata. Wajah kaku Kimberly membuat Alev menyeringai gemas, dan ia tidak ingin menghentikan hujaman godaan terhadapnya. "Kamu .... " Kalimat Alev terjeda oleh pergerakan wajah yang kian mengikis jarak dengan bibir wanitanya. "Akan jadi milikku seutuhnya." Imbuh kata terucap menyemburkan atmosfer kelam bagi Kimberly, ia sudah kewalahan menyikapi tindak tanduk itu. Lekaslah ia mendorong tubuh berbentuk itu dengan kedua telapak tangannya, akan tetapi hasil nihil ia dapatkan. Karenanya Alev meraih kedua tangan itu hanya dengan sebelah tangannya saja, dan menggenggamnya erat-erat lantaran takut jika wanita itu kembali berontak. Sebuah kecupan mendarat di atas bibir Kimberly, sebagai salam pamit akan pembuka nuansa romantis. Mendapat tingkah sambutan dari sang empunya, Alev tak segan mencumbu bibir tipis itu. Kelembutan dari sentuhan benda kenyal pada bibirnya, membuat Kimberly kehilangan kendali diri. Ia berontak dari genggaman tangan si pria, akan tetapi bukan untuk melepas apa yang telah terjadi. Melainkan ia membawa kedua tangan ke atas bahu kekasihnya. Peluh bergenang di atas permukaan dahi Kimberly, melepas hasrat yang bergejolak meminta pria itu melakukan hal lebih dari sekedar cumbuan. Begitu pula kedua tangan turut menyemangati pada cengkraman busana atas si pria. Gemuruh napas menderu lantang, melepas gairah yang akan mencapai batas puncaknya. Alev kemudian tersadar atas perlakuannya, ia bergegas melepas cumbuan itu. Di luar kendali Kimberly menatap wajah memerah itu dengan sorotan murkanya, seolah enggan jika kegiatan diakhiri. "Bukan buat hari ini—" Sebaris kalimat terjeda sesaat, di saat Alev mengumpulkan puing-puing udara yang telah hilang separuhnya dari dalam paru-paru. "Aku akan menunggu sampai kamu resmi menjadi milikku." Seringai cibiran menutupi rasa malu, Kimberly mengolok diri atas apa yang telah dilakukan. Hendaklah ia membuang jauh bayangan liar pengundang gairah itu, berlanjut ia menyiratkan senyuman manis sebelum berkata, "terima kasih." Alev membalas ungkapan itu dengan kecupan mesra. Hingga pada akhirnya membawa wanita itu beranjak dari tempat. Mulai lah acara sesungguhnya terlaksana. Di dalam ruang terang benderang, Alev mengajak wanitanya untuk menonton film bersama. • • • Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN