Sajadah Cinta

1628 Kata
Setetes demi setetes air matanya jatuh. Menyimak akad penuh haru. Ia ikhlas dalam bahagia walau bukan akad tentangnya. Senyum merekah walau hati ini pilu. Namun ridhonya berbicara tentang sebuah keikhlasan didahulukan. Kalau memang takdir-Nya yang meminta demikian, ia tak apa. Karena rasa percaya pada-Nya, ia yakin ini hanya lah persoalan waktu. Allah.....dua tahun lalu, ia menyimak sahabatnya--Arini--menyempurnakan separuh agama. Dibawa lari oleh pangeran surga. Sementara ia hanya berdiri dan menatap mereka dalam senyum bahagia. Allah....lalu kini, ia harus tersenyum rela. Menyimak adik lelaki satu-satunya yang teramat muda mengecup kening bidadari surga. Terlintas dibenaknya, Allah...kapan gilirannya? Ia belum terlalu berani meminta. Walau hati terus bertanya seiring dengan bertambahbya usia. Namun jika Engkau berkata untuk lebih bersabar, ia bisa apa? Ia bahagia, Allah. Bukannya ia iri. Terkadang ia hanya merasa sepi karena terlalu lama sendiri. Walau ia tahu, ada-Mu selalu untuknya. Namun kadang, ia merasa lelah. Ketika tangan ini tak ada yang menggemgamnya. Ketika kening ini tak ada yang mengecupnya. Pun kepala ini yang ingin rebah, mencari tempat untuk bersandar padanya. Seraya menengadahkan tangan pada-Mu. Sebab bertiga di malam-Mu, ia sudah merindu. Namun apa dayanya? Sebab gilirannya belum tiba. Tak apa, hiburnya. Karena ia selalu percaya bahwa Engkau sedang menyimpannya. Entah kapan akan Engkau pertemukan namun ia percaya, waktu itu akan tiba di saat Engkau merasa tepat untuk mempertemukannya dengan sang pangeran surga. "Kak Aya....," suara serak milik Anne menyadarkan. Ia terkekeh saat menatap mata bulat itu berkaca-kaca. Lalu melebarkan tangan, memeluk Anne yang bercerita dengan air mata. Hingga tanpa sadar, ia turut berkisah lewat air matanya yang turut tumpah. Ia kuat, Ann. Ia tidak lemah. Ia ridho. Ia rela. Ia ikhlas jika Ando yang menikah lebih dahulu. Ia tak kan mencerca apalagi mengiba. Ia mengikhlaskan segalanya. Kenapa? Karena Allah. Sebab kita tak pernah tahu, kapan tanggal itu tersemat untuknya. Jika memang Ando yang lebih dahulu bertemu bidadari surganya, maka ia juga akan bertemu nantinya dengan sang pangeran surga. Entah kapan waktu itu akan datang. Entah di mana ia berada sekarang. Namun hati Tiara selalu tulus berdoa untuk seseorang yang mungkin belum pernah berkenalan dengannya. Bahkan melihat wajahnya pun mungkin belum pernah. Tapi doa selalu tulus berbicara tentang keikhlasan mencintai seseorang yang entah siapa dan di mana walau tak pernah tahu namanya. Allah....jaga ia untukku seperti aku menjaga diriku kini. Allah....jaga hatinya untuk-Mu sebelum kelak akan ia bagi sedikit untukku. Allah...jaga imannya agar tak runtuh sebab aku menginginkannya sebagai teman jalanku menuju surga-Mu. Allah....entah siapa namanya, entah di mana ia berada, namun doaku selalu setia menemaninya. Meminta pada-Mu untuk selalu menjaganya. Nanti ia akan datang, Ya. Jika bukan kini maka bersabar lah. Mungkin Allah belum rela karena kini waktumu hanya untuk-Nya. Cintamu hanya untuk-Nya. Dia hanya ingin kamu memikirkan-Nya. Dia belum ingin membagi cintamu dengan yang selain dari-Nya. Namun kelak percaya lah, ia akan mempertemukanmu dengan pilihan-Nya diwaktu yang tepat pada waktunya. Entah kapan dan di mana. Tapi percaya lah jika janji Allah itu tak akan pernah ingkar pada hamba-Nya. Lelaki yang selalu kau sebut dalam setiap doa. Lelaki yang kau semat kan dengan panggilan penuh cinta. Pangeran surga. @@@ "Kak Aya mana?" Fasha bertanya usai menepuk bahu Anne. Gadis itu baru saja memberesi sisa make up-nya. "Di kamar sebelah kali, Kak," jawabnya lalu mengamati matanya. Ia mencoba mencabut bulu mata. Fasha mengangguk kemudian berjalan tergesa-gesa. Ia melirik kiri dan kanan, mencari sosok berkerudung dengan gaun berwarna hijau. Namun tak ada di kamar mana pun. Lalu berjalan keluar menuju halaman. Mengabaikan riuh orang-orang yang sibuk menggoda pengantin baru sedang bergaya. Ia malah sibuk mempercepat langkah menghindari keramaian menuju taman di samping gedung megah itu. Hingga saat menemukan sosok Tiara, ia melangkah cepat namun dari samping kanannya, seseorang menabrak bahunya. Ia mendesis lalu menghentikan langkah. Saat menoleh, ia tergagap. Apalagi saat mata itu turut kaget menatapnya. Ia terkunci dalam pesona. Namun kecewanya tumbuh begitu saja. Adit. Lelaki itu melengos pergi mengabaikannya. Ia tak mau ambil pusing, lalu melanjutkan langkah dan langsung memeluk Tiara. Air matanya langsung tumpah. Hal yang membuat Tiara terkekeh. Hei....kenapa para sepupunya hari ini begitu mewek? Tadi Dina yang biasanya gak ada hormat-hormatnya sama dia, mendadak mewek terus memeluknya dan gak lepas-lepas. Lalu Rain yang bela-belain melepas kameranya hanya untuk memeluknya. Membiarkan bulu matanya yang turut lepas. Gak peduli sama dandanannya padahal biasanya, gadis itu sewot setengah mati kalau dandanannya berantakan sedikit saja. "Hei...apa-apaan sih?!" ia mendumel. Namun Fasha tak mengindahkannya. Gadis itu makin erat memeluknya. Kali ini sambil tergugu. Hal yang membuat Tiara mengelus punggungnya sambil terkekeh. Lalu tanpa sadar, air matanya terjatuh lagi. Haaah. Allah....kenapa ia cengeng sekali hari ini? Pun Dina yang muncul lagi, langsung memeluknya lagi. Kali ini mendekapnya erat bersama Fasha yang malah makin tergugu. Ia terkekeh. Geli namun penuh haru. Mereka tak pernah seperti ini sebelumnya. Namun ia tahu, mereka adalah keluarganya. Mereka amat sangat menyayanginya. Terlebih Rain yang nyaris menjatuhkan kameranya. Lalu memilih berlari menujunya. Memeluknya. Ia didekap tiga orang sekaligus. Haah. Allah....kalau begini, bagaimana bisa ia mengeluh jika ia sendiri? Nyatanya mereka akan selalu ada untuknya. Keluarganya. Bukan kah sudah cukup meski pilihan-Mu belum datang menyapanya? Belum datang untuk menjemputnya? Allah....apa aku kurang bersyukur? tanyanya dengan tetes air mata yang terjatuh. Mereka menangis haru. Namun ia selalu meyakini jika ini bukan karena pilu. Ini karena cinta-Nya. Mungkin ini belum saatnya. Mungkin ini saatnya untuk mencurahkan cinta hanya untuk-Nya. Bukan karena Dia tak sayang namun justru sebaliknya. Ya kan? Lalu Farras yang hendak mengganti baju pengantinnya turut menghambur. Memeluk Tiara sama eratnya dengan Dina, Fasha dan Rain. Dalam hati ia mengucap maaf. Walau berkali-kali, Tiara sudah bosan mendengarnya. Sebab sejak mengiyakan lamaran Ando waktu itu, ia sampai menempeli Tiara kemana saja. Demi mengejar ridho dan ikhlasnya gadis itu. Namun seharusnya ia tahu, Tiara tak kan pernah membiarkan hatinya picik. Apalagi jika itu kehendak-Nya. Meski satu kalimat itu selalu menghantuinya. Allah....kapan gilirannya tiba? Ia hanya bisa tersenyum tipis. Walau hati selalu bertanya. Namun percaya lah, raganya selalu menantikan dia yang anehnya selalu dihatinya walau ia tak pernah tahu siapa orangnya. Pangeran surgaku, kapan kau datang menjemputku? @@@ Ia mencuci mukanya lalu menatap wajahnya di depan cermin. Ia terkekeh saat melihat lingkaran hitam itu begitu cantik menghiasi mata hitamnya. Kemudian mengambil wudhu dan menebar sajadah di atas lantai kamarnya. Mengambil mukena putihnya lalu memakainya penuh cinta. Haah. Allah....ia selalu rindu membalut diri dalam mukena yang begitu panjang ini. Entah kenapa, ia tak pernah tahu alasannya. Namun rasa nyaman itu selalu memeluknya. Tak pernah lepas, sepanas apapun cuaca di luar sana. Hingga menyeret langkahnya menuju cermin yang lebih besar. Menatap tubuhnya sendiri di depan cermin besarnya. Ternyata....terbalut mukena lebih indah dibandingkan dengan pakaian ketat yang kerap ia kenakan. Kadang disiul-siuli para lelaki, ia pun risih. Namun entah kenapa....malam ini hatinya baru tergerak. Tangannya dengan mudah membuka lemari khusus gamis yang memang sejak lama ia koleksi. Menatap satu per satu gamis-gamis indah itu. Lalu ia tersenyum tipis. Lama-lama senyum itu menjadi kekehan. Hingga tangannya mengambil salah satu gamis berwarna kuning kecoklatan. Warna kesukaannya lalu memeluknya erat. Ia kembali berjalan menuju cermin. Mencocokan gamis itu dengan tubuhnya lalu tanpa sadar air matanya menetes. Allah....ternyata semudah itu ya..Engkau membolak balikan hati manusia? Ia yang dulu berpakaian ketat, perlahan menutup diri dengan kerudung yang tersemat di kepala. Sesekali menutup diri dengan gamis atau rok panjang yang ia punya hanya sekedar mengikuti tren. Tapi kini? Cinta itu merasuki kalbunya begitu saja. Kau tahu cinta pada siapa? Cinta pada-Nya. Ia simpan lagi gamis itu. Menutup pintu lemarinya dengan punggung kemudian bersandar. Ia mendongak ke atas. Tersenyum namun air matanya enggan berhenti untuk menetes. Wahai Allah...terima kasih telah mendekapnya dalam kebaikan-Mu. Walau ia sempat jauh dan jauh dari-Mu. Namun Engkau seolah tak pernah lelah untuk mendekatinya. Memeluknya perlahan dalam cinta-Mu. Hangatnya iman yang merasuki kalbu. Cinta abadi yang merasuki jiwa hanya untuk-Mu. Ia mengusap air matanya lalu berjalan pelan menuju sajadah. Menatapnya lama hingga air matanya kian jatuh. Kau tahu, disetiap solatnya, apa yang paling membuatnya bahagia? Tahu apa? Sujudnya pada-Mu. Ia selalu bahagia tiap keningnya mengecup sajadah lalu tersenyum seolah Engkau memeluknya dengan erat. Kadang yang selalu membuatnya heran adalah Allah yang tak pernah lelah menyapanya untuk kembali menuju pada-Nya. Karena sejatinya, hidup adalah perjalanan menuju-Nya bukan? Pun malam ini. Berdua dengan-Mu di atas sajadah cinta. @@@ Allah...aku merindukannya. Namun aku tak tahu siapa dia. Aku tak tahu siapa namanya. Aku tak tahu di mana ia berada. Aku tak tahu sedang apa dirinya. Namun doaku selalu setia untuknya. Dan semoga...malam ini pun aku sama dengannya. Ia sedang bersujud untuk-Mu dan mendoakanku dengan penuh cinta. Allah....aku mencintainya. Mencintai seseorang yang tak ku tahu siapa namanya. Mencintai seseorang yang mungkin belum pernah aku jumpai. Mencintai seseorang yang wajahnya pun aku tak pernah tahu. Mencintai seseorang yang Engkau pilih kan untuk menyempurnakan separuh agamaku. Mencintai seseorang yang kelak akan berdampingan denganku untuk meraih jannah-Mu. Kelak....Engkau akan mempertemukannya denganku. Walau entah kapan, aku pun tak tahu. Namun kapan pun waktu itu tiba, doa ku selalu setia untuknya. Raga ini pun selalu menanti kedatangannya. Cinta ini pun ku simpan untuknya. Allah....jaga ia agar selalu dalam dekapan cinta-Mu. Allah....jaga hatinya agar selalu untuk-Mu. Allah....jaga raganya dari murka-Mu. Allah....jaga ia dalam ketataatan pada-Mu. Allah....sabar kan lah hatinya juga hatiku dalam menanti takdir-Mu. Hai...pangeran surgaku.... Di mana pun kamu berada.... Ku harap, imanmu selalu terjaga... Takwa dan taatmu selalu memelukmu.... Setia pada Tuhanmu.... Dan rindukan aku dalam setiap doa.... Karena di sini pun, aku merindukanmu....walau tanpa pernah ku tahu...siapa dirimu.... @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN