Chapter 3 : Gina's Side

914 Kata
Dian dan Sela melambaikan tangan ke arahku. Mereka mengajakku makan siang bersama hari ini di kantin perusahaan. Biasanya aku akan menyelesaikan pekerjaanku sebelum makan siang, tapi kali ini kuurungkan karena aku takut bertemu dengan Mas Adit. "Kamu jangan deket-deket sama Mas Adit," kata Sela sambil mengunyah makanannya. Aku tersentak. "Ga kok. Kami cuma sering ngobrol aja," kataku tersenyum kecut. "Iya, Gin. Mas Adit itu sudah punya istri soalnya," lanjut Dian Deg. Hatiku entah kenapa terasa sakit. Pria itu tidak pernah membicarakan tentang kehidupan rumah tangganya. Sebenarnya pun aku tidak berharap kami mempunyai hubungan lebih dari rekan kerja. Aku benar-benar hanya mengaguminya secara fisik. Sungguh sulit kupercaya aku bisa mengobrol dengan seseorang yang sangat kukagumi. Tapi, sejak kejadian kemarin, aku bahkan tidak ingin memikirkannya. Aku sangat takut berharap lebih karena sikapnya itu. Mas Adit sangat tampan. Kuyakin dia juga memiliki tubuh ideal karena aku bisa lihat itu dari balik seragam keamanannya. Kecil sekali kemungkinan pria seperti dia tidak mempunyai pasangan. Pasti dulu banyak yang mengejar cintanya dan tergila-gila dengan wajahnya. Mungkin kemarin dia hanya bercanda. Pasti istrinya cantik. Mana mungkin dia punya perasaan lebih kepadaku yang pendek dan jelek begini. Itu sangat konyol. Setelah menghabiskan makan siang, Dian dan Sela mengajakku ke kafe yang tidak jauh dari kantor. Aku menolaknya karena harus menyelesaikan pekerjaanku yang sengaja kutunda. Aku melihat Mas Adit sedang berdiri di depan rak barang, tempat aku terakhir kali menghitung stok. Barang-barang yang kutinggalkan berserakan, kini sudah di tempatnya masing-masing. Dia berbalik, menyadari kehadiranku dari suara heels yang kukenakan. "Habis makan siang?" tanyanya. "Iya. Mas Adit dari tadi di sini?" "Aku mencarimu." "Ada apa?" "Kupikir aku membuatmu tersinggung kemarin." Jadi, dia mau minta maaf? "Ga kok, Mas. Kemarin aku cuma kaget aja." Mas Adit menatapku bingung. Sepertinya itu bukan reaksi yang dia harapkan dariku. "Terima kasih sudah membantuku lagi, Mas. Pekerjaan stokku sudah selesai di sebelah sini. Aku harus buat laporan." Aku mengambil catatan stok yang tergeletak di lantai dan akan beranjak pergi. Tiba-tiba tangan besar Mas Adit menarik lenganku. "Tunggu sebentar. Pria yang bersamamu tadi pagi. Dia pacarmu?" Aku mengangguk. "Iya." Mas Adit berdiri di hadapanku dengan kedua tangannya memegang lenganku. Dia menghela napas berat. "Rasanya sakit sekali." Dia menatapku sedih. "Aku tidak tahu akan merasakan sakit yang seperti ini." "Mas sakit?" tanyaku, mulai bingung dengan arah pembicaraan ini. Mas Adit menempelkan dahinya di dahiku. Matanya terpejam. Refleks, tubuhku menegang karena gugup. "Sepertinya, aku menyukaimu." Suara lembut Mas Adit membuatku merinding. Hening. Aku tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa di saat seperti ini. Aku bahkan tidak tahu dengan perasaanku. Senang? Sedih? Entahlah. Aku hanya merasakan perutku tiba-tiba mulas karena kegugupanku. Ini pertama kalinya seorang pria bersikap seperti ini padaku. Mas Adit menarik tubuhnya. Dia juga melepaskan tangannya dari lenganku sesaat sebelum beberapa orang karyawan melewati selasar tempat kami berada. Karyawan-karyawan itu menyapa Mas Adit dan berjalan berlalu tanpa curiga apapun. Lagi-lagi aku merasa kecanggungan luar biasa di antara kami berdua. Aku ingin segera berlari dari sini. Ini sangat membuatku tidak nyaman. "Aku tidak akan meminta jawaban. Aku hanya mengutarakan perasaanku. Kita sama-sama memiliki seseorang dan aku tahu perasaanku seharusnya tidak seperti ini padamu. Aku--" Tiba-tiba Mas Adit tercekat. "Aku tidak tahu apakah akan bisa menahan diri. Bahkan saat ini aku merasa seperti bukan diriku." "Kenapa?" Aku memberanikan diri untuk bertanya. "Apa maksudnya Mas menahan diri?" "Menurutmu kenapa banyak pria mendekatimu?" "Aku tidak tahu kalau banyak pria yang mendekatiku." Aku tercengang dengan pertanyaan itu. Sebenarnya apa maksudnya? Dia menyatakan perasaan lalu tiba-tiba menjadi kesal karena menurutnya beberapa pria mendekatiku? "Aku hanya tidak suka kamu didekati pria lain. Aku tidak suka cara mereka melihatmu. Aku tidak suka mereka menyentuhmu." Ini benar-benar keterlaluan! "Kita hanya rekan kerja. Mas juga suami orang. Kuharap kita melupakan semua ini sebelum ada yang tersakiti." "Kalau semudah itu melakukannya aku tidak akan sefrustasi ini. Beberapa kali aku mencoba menahan diri, tapi tidak berhasil. Aku bahkan tidak bisa memikirkan hal lain selain dirimu saat ini. Menurutmu aku sengaja melakukannya?" Aku tahu perdebatan kami tidak akan selesai begitu saja. Jam makan siang akan segera berakhir. Sebentar lagi, karyawan lain akan kembali. Aku tidak ingin mereka melihat kami berdebat tentang hal pribadi di tempat kerja. Aku mencoba bersikap tenang. "Untuk saat ini aku tidak ingin berdebat masalah ini. Orang-orang akan segera kembali. Aku tidak ingin mereka melihat kita seperti ini." -- -- -- "Yang, kok bengong sih?" Raka mengejutkanku saat menempelkan sebotol air mineral dingin di pipiku. Raka menjemputku pulang dari kantor dan memutuskan untuk makan malam bersama sebelum dia mengantarku pulang. Raka langsung menggandeng tanganku saat kami berjalan di depan Mas Adit. Entah bagaimana perasaannya saat melihatnya. "Menurutmu, banyak pria mendekatiku?" tanyaku pada Raka, membuat pria itu tersedak dan hampir menyemburkan air mineral yang baru saja diteguknya. "Pertanyaan apa itu?" Dia menyeka mulutnya dengan tisu. "Kamu bahkan ga sadar banyak pria mendekatimu?" Aku menatap Raka. "Ga." Dia tertawa. "Sudah kuduga kamu sepolos itu. Terus kenapa sekarang kamu tanya? Apa kamu sekarang sudah menyadarinya?" Aku mengedikkan bahu. "Teman kantorku yang bilang." Raka menggenggam tanganku. "Kamu tahu kenapa aku selalu mencium keningmu? Biar semua orang sekitar kita tahu kalau kamu itu punyaku. Dengan begitu aku juga ga akan khawatir kamu bakalan digodain cowok lain." Rasanya aku mulai memahami apa yang dikatakan Mas Adit sebelumnya. Mendengar penjelasan Raka, aku baru memahami semuanya. Tapi, dia suami orang. Kenapa begitu gampang menaruh hati dengan wanita lain? "Memangnya banyak yang nggodain kamu di kantor?" tanya Raka. "Mungkin?" "Karena temanmu bilang seperti itu, pasti banyak yang patah hati saat mengetahui kalo kamu punya pacar." Aku tahu salah satunya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN