Bab.1
"Ma, Naura lagi di jalan, sebentar lagi sampai rumah. Mama mau dibeliin apa?" ucap Naura.
"Nggak usah, Nak. Mama udah masak makanan kesukaan kamu. Kita makan bareng ya, Mama tunggu."
Setelah panggilan terputus senyum Naura masih mengembang, ia tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan wanita yang telah melahirkan dirinya ke dunia.
Sejak lulus kuliah Naura memutuskan untuk bekerja di luar kota dan lebih dari 3 tahun lamanya ia hidup di perantauan, ia memutuskan untuk pergi dari kota kelahiran bukan tanpa alasan dan sebab.
Tiga tahun lalu, Naura meninggalkan kota kelahirannya demi melupakan masa lalu dan rasa sakit hatinya.
Naura menggelengkan kepalanya saat bayangan masa lalu mulai membayang di pelupuk matanya. Rasa kecewa dan terluka di masa lalu itu masih tersisa di hatinya hingga sekarang.
"Tenang Naura, semua sudah berlalu dan jangan pikirkan apapun lagi" hatinya berbisik.
Sebelum sampai di rumah, gadis cantik itu meminta sopir taksi untuk berhenti di sebuah pusat perbelanjaan, ia ingin membelikan sesuatu untuk sang ibu tercinta.
Setelah menempuh perjalanan yang tidak singkat, akhirnya Naura sampai di depan halaman rumah, dimana dia di besarkan. Rindu di hatinya semakin menggebu tak kala seorang wanita setengah baya berdiri di depan teras. Senyum sang wanita tua itu mengembang, wajahnya yang teduh membuat siapa pun merasa nyaman.
Naura keluar dari dalam taksi dengan tergesa, meninggalkan barang belanjaan da kopernya yang masih tertinggal di dalam mobil taksi.
"Mama!!!" serunya, ia berlari menghampirinya.
Rasa rindunya tumpah saat pelukan hangat mendekap tubuhnya, tangisnya tidak bisa lagi ia tahan. Air mata Naura tumpah membasahi bahu ringkis sang ibu. Ia terisak-isak.
"Kok nangis?!" sang ibu terkekeh. Wanita setengah baya itu begitu bahagia melihat keadaan sang putri baik-baik saja.
Sebab sewaktu putrinya memutuskan untuk merantau keadaannya cukup membuat dirinya khawatir. Pergi dengan keadaan hati yang terluka membuat siapa pun bisa melakukan apa pun, dan sang ibu takut jika Naura akan melakukan hal-hal yang tidak baik.
Bu Sekar mengusap wajah anak bungsunya itu dengan lembut.
"Mama senang kamu bisa pulang" ujarnya menatap wajah ayu di hadapannya.
"Naura kangen" katanya masih terisak.
Bu Sekar segera mengajak masuk putrinya dan membantu membawa beberapa paper bag bawaan Naura.
Setibanya di dalam Kedua wanita yang berbeda generasi itu berbincang banyak hal di meja makan. Naura memutuskan untuk langsung menikmati masakan sang ibu yang selama ini membuat dirinya rindu suasana rumah.
"Naura selalu merindukan masakan mama" katanya di sela-sela kunyahannya. " Masakan mama emang juara"
Bu Sekar terkekeh mendapat pujian yang di lontarkan putri bungsunya.
"Ayo habisin" perintahnya.
Setelah makan selesai, Naura segera masuk kedalam kamarnya. Naura mematung di tengah ruang kamarnya, melihat ke setiap sudut ruangan. Tidak ada yang berubah, Naura yakin jika sang ibu membersihkannya setiap hari.
Hingga pandangannya jatuh pada semua boneka beruang yang berada di sudut ranjang. Boneka itu mengingatkan dirinya pada seseorang, seseorang yang meninggalkan jejak luka.
Tidak ingin teringat masa lalu, Naura menyeret kopernya dan membuka isinya.
Ia berniat akan menyingkirkan boneka atau bahkan semua barang-barang yang membuat dirinya tidak nyaman. Ia sedikit menyesal sebab tiga tahun lalu sebelum dirinya pergi harusnya membuat barang yang tidak berguna.
"Naura!!"
Panggilan seseorang yang cukup familiar di telingannya sayup-sayup membangunkan tidurnya. Ya, Naura tertidur setelah selesai membereskan barang-barang miliknya.
"Ya!! bentar, Ma!" serunya dari dalam kamar.
Lantas Naura bangkit dan membuka pintu kamarnya.
"Udah mandi, Nak?" tanya Bu Sekar.
"Belum, Ma" kata Naura meringis, " tadi Naura langsung beresin barang-barang, eh, malah ketiduran"
"Ya udah, mandi sana" Bu Sekar mengusap pipi mulus anaknya, "nanti ada Mas sama mbak mu mau kesini"
Naura tertegun sejenak, bayangan kakak laki-laki dan kakak iparnya membayang di matanya.
Dulu kedua orang itu juga sempat menentang kepergiannya.
"Naura, kok malah melamun." tegur ibunya.
Naura tersenyum kaku dan menggeleng, "nggak ada apa-apa kok, Ma."
"Buruan mandi."
Naura mengangguk lalu menutup pintu kembali. Nuara masih berdiri di belakang pintu, terdengar langkah sang ibu yang mulai menjauh.
Jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul 7 malam, Naura menyiapkan menu makan malam yang di buat oleh mamanya.
Bu Sekar sendiri sibuk di dalam kamar anak sulungnya.
"Emangnya, Mas Danu mau nginep disini ya, Ma?" kata Naura yang ikut menarik ujung seprai tanpa motif itu.
"Katanya sih begitu. Mbak Nala pengen liburan."
Naura mengangguk-angguk tanpa membalasnya.
Ding! Dong!
Suara bell rumah berbunyi nyaring, membuat Bu Sekar tergopoh-gopoh membuka kan pintu.
Begitulah wanita itu, ia sangat senang dan antusias ketika tahu jika anak-anaknya akan pulang kerumah. Sebab sejak kepergian papanya Naura, wanita itu hidup seorang diri.
Bukan ingin menelantarkan orang tua, namun Bu Sekar selalu menolak jika Naura atau Danu menawarkan seorang pembantu yang bisa menemani dirinya.
"Nggak usah, mama masih sehat jadi nggak perlu buang-buang uang untuk menggaji pembantu" kata Bu Sekar beberapa waktu lalu.
"Assalamualaikum... Ma!" Danu mencium tangan ibunya lalu memeluknya sebentar.
"Walaikumsalam... Ya Allah, kalian sehat, kan?" ujarnya memeluk menantunya.
"Sehat kok, Ma."
"Ayo, masuk" ajaknya.
Di ruang tengah, Naura sedang menonton siaran televisi dengan satu toples camilan di tangannya.
"Naura, Mas mu datang"
Seketika Naura menoleh dan berdiri, senyumnya kaku saat tatapan matanya bertemu dua orang di hadapannya.
Naura mencium tangan dan membalas pelukan kakak laki-lakinya.
"Apa kabar, Na?" tanya Intan istri kakaknya. Keduanya berpelukan sejenak.
"Alhamdulillah baik, Mbak." Jawab Naura
"Langsung makan yuk, keburu dingin nanti." Ajak Bu Sekar.
Lantas mereka berjalan ke ruang makan. Menikmati menu makan malam yang terasa hangat dan istimewa bagi Bu Sekar.
Wanita itu sudah lama menginginkan kebersamaan seperti ini, namun ia tidak bisa berbuat banyak karena kedua anaknya telah mempunyai kehidupan masing-masing.
"Rencana kamu, mau sampai berapa lama disini, Na?" tanya Danu.
"Nggak tahu, Mas. Soalnya bisa aja atasan Naura tiba-tiba menelepon."
Diam-diam Danu menghela napas. "Apa nggak bisa lebih lama? kasian mama sendirian."
Naura mendengkus pelan, "namanya juga kerja ikut orang lain, Mas, kita nggak bisa sesuka hati." sahut Naura santai.
"Kan, bisa ka--"
"Danu" Bu Sekar bersuara, menghentikan perdebatan kedua anaknya.
Bu Sekar tidak ingin ada perdebatan kecil atau perselisihan antara anak-anaknya. Wanita itu hanya ingin menikmati kebersama ini tanpa ada rasa canggung dan tidak tenang.
"Nala, tambah lagi nasinya, ya, jangan malu-malu" Bu Sekar mengalihkan suasana.
"Iya, Ma. Masakan mama emang top banget" Nala ikut mencairkan suasana.