Dosen Killer Adalah Calon Ku

1766 Kata
Duhh, Kok ayah dan ibu ga ada bilang-bilang sih kalau ada tamu. Aku melihat kedua orang tua di depanku, pasangan suami istri ini memang seumuran dengan ayah dan ibu. Tapi pasangan suami istri ini terlihat awet muda. Terlihat dari wajah si istri. Biarpun sudah berumur tapi tidak bisa menyembunyikan kecantikan semasa mudanya. Sedangkan sang Suami, sepertinya ada keturunan orang baratnya. Tunggu, tadi katanya melanjutkan perjodohan? memangnya aku pernah menyetujui perjodohan ini? Aku melihat ayah dan ibu yang hanya melihatku sambil tersenyum.. Mau saja aku bertanya pada kedua orang tua ku, apa ini ayah, ibu?. Tapi berhubung, aku tau yang namanya sopan santun, aku cuma kasih kode saja pada ibuku. Untuk ke dapur. "Eh saya lupa untuk mengambilkan kuenya. Saya ke belakang dulu yah ambil kuenya. Disha ayo bantuin ibu dulu." "Baik bu." Saat sudah di dapur aku langsung menanyakan pada ibu. "Ibu, ada tamu kok tidak beri tahu Disha dulu tadi sebelum pulang ngajar? dan tadi, Apa maksud tante Ririn, kenapa dia bertanya tentang Disha mau menyambung kembali perjodohan.. Maksudnya apa bu? Perasaan selama ini Disha tidak pernah menyetujui di jodohkan dengan siapapun. Ibu, jawab dong?" "Ishh.. Anak ini. Satu-satu dong kalau bertanya! Bagaimana ibu mau kasih tau kamu, ibu saja kaget ayahmu memberitahu ibu secara mendadak. Katanya Om Rudy dan Tante Ririn sudah dalam perjalanan mau ke rumah ini, dan mereka ingin ketemu kamu. Bagaimana yah mau terangkan pada kamu. Perjodohan ini sudah dari kamu kecil Dis.. Cuma karena kemarin kamu menolak dan ingin bertunangan dengan si Radit yah terpaksa kami ikuti keputusanmu. Dan di saat pertunangan kamu di batalkan. Om Rudy dan Tante Ririn ingin kembali perjodohan ini di lanjutkan.. Dan lagi Dis, Apa kamu lupa perjanjian kamu dengan Ayahmu? Sudah, sana naik dan tukar dulu baju kamu. Pakai baju yang bersih dan sopan!! Awas yah, jangan sampai yang aneh-aneh." "Iya-iya." Naik ke kamar aku langsung mengunci pintu kamar. Aaaahh.. Aku pengen teriak rasanya melontarkan protes terhadap kedua orang tuaku. Di tambah lagi jika aku mengingat perjanjian dengan ayah.. Harus mau di jodohkan. Ah... Kenapa waktu itu aku begitu yakin dengan pilihanku. Baru saja aku menukar baju. Terdengar suara ibu memanggil ku untuk segera turun. Aku turun dan duduk di sebelah ibu sambil tersenyum. "Disha, kamu jangan malu begitu kepada kami. Kami ini bukan orang baru di keluarga kamu. Apa kamu tidak ingat sama om dan istrinya om ini? dulu kamu selalu meminta untuk om gendong. Dan kesukaan kamu itu makan kue buatan istri om ini." Aku cuma menggelengkan kepalaku. Karena aku benar-benar tidak ingat. " Yah wajarlah pah dia tidak ingat. Waktu itu kan umurnya Disha baru 2 tahun. Gadis yang sangat cantik. Besarnya pun sangat cantik. Apa kamu menerima melanjutkan perjodohan ini?" "Nah.. Benar itu. Bagaimana Man? Dari pihak kami berdua inginnya perjodohan yang telah terjalin dari saat mereka kecil, kembali lagi di lanjutkan. Kalau dari pihak kalian bagaimana? Di terima sajalah yah, lihatlah Istriku ini sangat tidak sabaran menginginkan anak kalian menjadi menantunya." Aku hanya bisa menunduk mendengarkan pembicaraan para orang tua. Pertanyaan tante Ririn saja tadi tidak bisa ku jawab. Aku takut jawabanku menyakiti hati kedua belah pihak. Apalagi mendengarkan cerita mereka tadi berarti dulu keluarga kami sangat dekat. "Iyah Rud, dari pihak kami juga menyetujui perjodohan ini kembali di lanjutkan. Bukan begitu Dis?" Semua mata memandang dan menunggu jawabanku. Melihat wajah ayah dan ibuku yang penuh harap dengan perjodohan ini, Membuat aku berpikir apa aku tega untuk mengecewakan mereka lagi? Cukuplah sekali kemarin aku membuat mereka menangis dan sedih melihat aku yang gagal dan salah dalam memilih calon pendamping hidup. "Iyah yah, Disha setuju perjodohan ini di lanjutkan kembali." Dan saat itu aku melihat raut kelegaan di wajah ayah dan ibuku. Begitu juga dengan om Rudy dan tante Ririn. "Alhamdulillah. Akhirnya kita jadi besanan juga yah Man, Tri. Benar kata kamu waktu itu Man. Jika memang anak kita berjodoh, biar bagaimanapun di jauhkan, pasti mereka akan kembali dipersatukan lagi." "Jodoh sudah ada yang atur Rud, kita cuma bisa berencana. Tuhan yang menentukan Sekuat apapun usaha kita untuk menolak, tapi tetap kita tidak bisa melawan yang namanya takdir. Begitu juga anak-anak kita. Dari kecil mereka sudah kita jodohkan, tapi jika mereka akhirnya tidak berjodoh kita mau apa. Tidak mungkin kita memaksa yang namanya kehendak takdir." "Betul sekali tu Man. Semoga ini memang jodoh mereka berdua untuk bersama." Para orang tua semua mengamini dengan ucapan om Rudy. Yang mau di jodohkan aku dan anak mereka. Tapi sedari tadi anak mereka tidak datang-datang. Aku kan pengen tau juga bagaimana bentuk tubuh dan wajah calon suamiku. Apa dia jelek? Gendut? atau dia pria culun? Tapi melihat dari wajah kedua orang tuanya tidak mungkin anak mereka jelek. Tiba-tiba Hp tante Ririn berbunyi. "Halo Assalamualaikum.. Kamu di mana Al? dari tadi ibu dan ayah menunggumu di rumah om sukarman dan tante Lastri. Kan ibu sudah kirimkan alamatnya tadi. Kamu bagaimana sih?. Yah sudah kalau begitu. Kamu hati-hati yah." Setelah tante Ririn menutup panggilan telfonnya. Om Rudy langsung bertanya kepada istrinya. "Ada apa bu? Al jadi kesini?" " Tidak pah, Katanya ada hal penting yang harus dia datangi. Dia ikut saja dengan pilihan kita." "Anak itu. Ini juga hal penting. Menyangkut masa depannya." "Maaf yah Dis. Kamu belum bisa ketemu anak kami. Lain kali akan tante suruh dia menemui kamu." "Iyah tidak apa-apa tante. Disha ngerti kok." Padahal dalam hatiku sudah mencaci maki pria itu. Dasar!! Pekerjaannya lebih penting daripada datang menemui calon istrinya.!! Nanti jika kita benaran jadi menikah akan ku buat kau menyesal karena tidak datang di hari yang seharusnya menjadi hari pertama kita bertemu. Setelah tante Ririn dan Om Rudy pulang. Aku yang ingin langsung naik ke kamar di panggil ayah ke ruang tamu kembali. "Dis..Terimakasih kamu mau melanjutkan kembali perjodohan ini. Kami senang dengan keputusan kamu. Hal yang lalu jangan pernah kamu ingat lagi. Sekarang yakinlah, dengan perjodohan ini kamu tidak akan pernah menyesalinya. Akan ayah pastikan itu. " Baik Ayah.. Ibu.. Disha akan ikut dengan pilihan kalian. Tapi Disha ingin menanyakan sesuatu.. Apa ayah dan ibu pernah bertemu dengan anak mereka? Apa dia jelek? gendut? atau culun?" Seketika kedua orang tuaku menertawakan ku. "Ya ampun Dis. Kamu kok berkata seperti itu. Kalau melihat anak mereka kami sudah kok Iyah kan bu? Al itu anaknya sopan santun. Baik, yah seperti orang tuanya lah.. Kalau ganteng itu kan realistis. Semua pria juga ganteng. Kenapa, kamu marah karena tadi ga bisa ketemu Si Al?" "Ga marah, cuma merasa sedikit jengkel saja. Lebih pentingkan pekerjaannya daripada ketemu calon istrinya!" Sekali lagi ayah dan ibu menertawakan ku. " Ishh, ayah, ibu nih ngeledek Disha terus. Kalau begitu Disha naik ke kamar lah." Di kamar, aku berbaring dan kembali berpikir. Apa pilihan ku menerima perjodohan ini sudah betul? Apa aku tidak akan menyesalinya suatu hari nanti. Apalagi aku akan tinggal bersama orang yang sama sekali tidak ku kenal apalagi ku cintai. ** "Dis.. Disha.. Bangun dek.. Oii.. oii.. ya ampun nih anak, kumat lagi kebonya." " Bentar lagi bang, lima menit lagi adek bangun." "Tidak ada lima menit lagi dek. Ini sudah pagi dek. Sudah jam 7. Kamu tidak pergi kerja?" Seketika mataku terbuka lebar dan secepatnya bangun menuju kamar mandi. " Abang kenapa baru bangunin jam 7. Kalau begini Disha hampir telat bang!" "Lah situ yang ga bangun-bangun dari tadi. Tuh, ibu sudah bolak balik bangunin kamu. Kamu nya yang ga bangun-bangun." Tidak ku dengarkan lagi pembicaraan Abang Devan.. Secepat kilat mandi dan siap-siap turun kerja. Sampai di bawah aku cuma mengambil roti lapis dan menyalami kedua orang tua dan bang Devan terus berlari ke motorku. "Ya ampun Disha.. Kelakuan kamu benar-benar yah..Ga sopan begitu! anak gadis lagi. Coba kalau makan itu duduk manis, bukannya makan di atas motor." " Disha sudah telat bu!! Bang Devan tuh, bangunin jam 7! Yah sudah bu.. Disha pamit. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." " Bu, bangunin Adek tadi berapa kali?" "4 kali! sudah ibu menggoyang-goyangkan badannya. Tapi tidak bangun-bangun juga, yah ibu tinggal. Daripada ibu yang telat bikin sarapan. kasihan ayah kamu tidak sarapan turun kerja." "Dasar kebo.. ha.. ha.. ha." Saat pulang bekerja. Aku melihat ada sebuah mobil yang mengikuti ku. Berbelok dia juga ikut belok. Aku lurus, mobil itu juga ikut jalan lurus. Apa mobil ini sengaja membuntuti? Jadi aku memutuskan untuk berbelok ke sebuah supermarket. Aku melihat plat mobil itu. Kok sepertinya aku pernah melihatnya ya? tapi di mana? Ahh.. sudahlah.. berarti aku saja yang berburuk sangka tadi. Bagus aku membeli eskrim. Cuaca panas sangat cocok nih. Setelah membeli 20 biji eskrim yang beraneka rasa. Aku pulang dengan hati gembira.. Hmm... Ada lagi cemilan buat baca novel. Sampai di rumah aku kaget melihat sebuah mobil hitam mengkilat terparkir di depan rumah. Bersebelahan dengan mobil abang Devan. Ku perhatikan lagi.. Lah.. inikan mobil yang tadi ikut di belakangku. Panteslah aku merasa dia mengikuti ku. Ternyata tujuannya memang untuk ke rumahku. Ah.. jangan-jangan teman sekantornya abang Devan. Bukannya langsung masuk ke dalam rumah. Aku malah duduk di atas motor, Sambil mau membuka pembungkus Es... Duh.. panasnya hari ini.. Eskrim walls rasa buah nih benar-benar segar. Baru mau ku masukkan ke dalam mulutku. Sudah ada tangan yang merampasnya. Siapa lagi kalau bukan Bang devan. "Bang Devan! Itu punya Disha, kembalikan!" " Ishh, pelit banget sih dek! Wong satu biji saja.. itu di kresek masih banyak. Ga boleh pelit sama saudara sendiri dek. Dosa!! Lagian kamu mau batuk beli es banyak begitu!" "Lah yang di kresek kan rasanya lain lagi bang. Itu kan rasa buah yang Disha suka. Disha ga mau tau, Abang harus ganti!! Belikan Disha yang baru." " Nah, abang kembalikanlah. Abang sudah ga mau." "Ihhh.. Disha ga mau! Ini sudah sedikit! Ibu.. Abang Devan bu. Jahat! Es krim Disha di ambilnya!" " Ya ampun,mkalian berdua ini. Ga malu itu di lihatin tetangga. Kalian berdua bukan lagi anak kecil. Sudah ayo masuk!! Devan kamu juga suka banget jahil pada adik kamu. Dan kamu Disha. Banyaknya es krim. Kamu mau penyakit radang mu kumat?" "Abang devan kok yang duluan bu. Ini bukan banyak bu. Ini tuh cuma 20 bungkus saja kok. Lagian rasanya kan beda-beda bu he.. he.. he. Disha janji bu, tidak akan langsung menghabiskannya." "Ya ampun Dis. Kelakuan kamu persis anak-anak!! Apa kamu ga malu di lihatin sama calon suami kamu?" Seketika aku baru sadar. Kalau sekarang yang berdiri ada lima orang. Aku, Bang Devan, Ibu, Ayah dan seketika mataku membesar dan membulat. Lahh, kenapa dosen killer ini ada di sini? Dan tadi ibu bilang calon suami? Dia ini si Al.. anak Om Rudy dan tante Ririn? Jadi dia pria yang kemarin tidak datang untuk bertemu. Lebih mementingkan kerjaannya daripada bertemu denganku? Dan dia adalah calon suamiku? Ahh.. tidak! Aku nggak mau. Bisa mati kedinginan aku kalau sama nih orang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN