Apa-apaan orang ini. Sudah menarik secara paksa!. Bicaranya marah-marah lagi! Mana aku di tuduh mau bunuh diri lagi!
"Ihhh apaan sih pak! Siapa yang mau bunuh diri? Saya itu lagi ngejar ombak yang bergulung. Lagian kenapa bapak ada di sini? Bapak sengaja ikutin saya yah?"
Keningku langsung di sentil sama dosen killer ini. Lagian kenapa orang ini ada di sini kaya tau-tau saja aku ke pantai ini.
"Aduh, Ihhh...Bapak apaan sih! Sakit tau! nanti berdarah kening saya bagaimana? bapa mau tanggungjawab?"
"Itu biar otak kamu kembali waras!! dan lagi kening kamu tidak akan bakalan berdarah hanya karena sentilan tangan saya!"
"Tapi ini sakit betul pak!! coba sini saya balas di jidat bapak!"
Aku ingin membalas menyentil keningnya tapi dia terlalu tinggi buatku. Jadinya hanya angin yang menerpaku.
"Bapak ikutin saya yah ke sini?"
"Siapa yang ikutin kamu? Kamu lupa kalau jalan ini pasti di lewati kalau ingin ke kampus?? Saya itu baru pulang dari kampus. Dan tidak sengaja melihat ada seorang gadis yang dengan bodohnya ingin bunuh diri di laut lepas!"
"Saya bukan ingin bunuh diri pak!! saya itu cuma mengejar ombak yang bergulung. Hanya itu!! Bapak saja yang salah sangka!"
"Siapapun pasti mengira kamu mau bunuh diri dengan kelakuan kamu tadi. Coba lihat orang yang ada di sini sekarang? mereka semua heran melihat kamu kan? itu karena perilaku kamu tadi!"
Aku melihat beberapa pengunjung melihat ke arahku dan Dosen killer ini berdiri. Aku langsung menunduk malu. Dan berjalan ke arah tempat duduk yang telah di sediakan pantai ini.
"Tapi saya tidak ada kepikiran bunuh diri pak. Benaran! Saya cuma mengeluarkan uneg-uneg yang terasa sesak di d**a saya dengan berteriak ke arah laut lepas. Dan itu terasa sangat melegakan."
"Jadi sekarang kamu sudah tenang? Apa kamu sudah membalaskan dendam?"
Dosen killer ini perlahan duduk di sampingku. Aku yang mendengar pertanyaannya, menarik nafas dan menjawab.
"Sudah pak. Saya sudah membalasnya. Dan sekarang, saya merasa kasihan sekaligus merasa lega! Kasihan.. karena bagaimanapun perempuan itu dulunya adalah teman saya. Dan Lega, karena akhirnya perbuatan mereka di lihat dan di ketahui juga oleh keluarga mereka masing-masing."
"Apa kamu membunuh mereka? dimana kamu membuang mayat mereka?"
"Pak kenzo !! anda kalau bicara yang serius dong!"
"Tatap mata saya!! apa kamu pikir saya sedang bercanda?"
Aku seketika menatap matanya. Dan aku menemukan keseriusan di mata itu. Seketika aku merasa sangat kedinginan.. Manusia di samping ku ini apakah pembunuh berdarah dingin? Kenapa wajahnya yang kaku dan matanya yang menatap tajam padaku membuat aku ketakutan!
"Jadi?? Apa menurut kamu saya bercanda?? pengkhianat itu memang pantasnya di bunuh."
"Pak Kenzo hentikan!! Anda membuat saya ketakutan!! di tambah tatapan mata anda yang dingin itu. Apa anda ini seorang pembunuh?
"Saya tidak akan menjadi dosen dan ada di negara ini jika saya seorang pembunuh Ayudisha!"
"Terus kenapa bapak bilang begitu kepada saya tadi?"
"Kamu benar-benar gadis yang polos. Panteslah tunangan kamu mempermainkan kamu!"
"Apa bapak bilang? Pak Kenzo yang terhormat jika tidak tau apa-apa jangan sembarang bicara!!! saya bukan gadis yang polos. Saya cuma gadis yang setia pada pasangan saya!"
" Terserahlah kamu mau bilang apa!! bagus kamu pulang sekarang juga!! keluargamu pasti sudah menunggu kamu pulang."
Tidak lama terdengar hpku berbunyi. Dan itu panggilan telfon abang Devan.. Aku mengangkat telfon ku, sambil aku melihat Pak Kenzo yang berjalan meninggalkan aku dan dia menuju ke mobilnya. Sebelum dia pergi, dia membunyikan klakson mobilnya.
"Halo, assalamualaikum.. Kamu di mana dek? ayo pulang sekarang. Ayah dan ibu merisaukan kamu di rumah."
"Halo, waalaikumsalam bang. Iya Disha pulang sekarang juga bang."
Aku pun mengambil kunci motor dan melajukan motor dengan segera ke arah rumah.
Sampai di rumah. Memarkirkan motor dan perlahan masuk ke dalam rumah. Ibu langsung menghampiriku. Dia memeluk dan menangis.
Ya ampun. Ini, Ibuku? Dia itu perempuan paling tangguh. Tidak pernah ibu tuh mengeluarkan air mata. Aku wisuda saja, Dia terlihat biasa saja dihadapan orang-orang. Tidak ada yang namanya air mata. Tapi kenapa sekarang, di saat aku tidak ingin dia mengeluarkan air mata, dia malah mengeluarkan air mata yang sangat deras.
Aku yang terpaku dengan kelakuan ibuku memandang ke arah ayah dan abang Devan. Mereka hanya diam menatapku.
"Ini benaran ibunya Disha?? Ayah, bang Devan, ibu kenapa?"
Ibu melepaskan pelukannya dan langsung memukul lenganku.
"Dasar anak nakal!! Punya masalah bukannya di bicara dan di ceritakan malah di simpan sendiri saja!! kamu yah jadi anak perempuan tega banget sih Dis! Tau ga, kami dari tadi sangat merisaukan kamu yang tidak pulang-pulang."
"Nah ini baru ibunya Disha he..he..he.."
Aku pun memeluk ibu dengan sangat erat.
"Disha tidak apa-apa bu. Sungguh!! Disha sudah dewasa bu. Yakin deh. Disha bisa menyelesaikan masalah Disha sendiri. Ibu dan ayah jangan risau. Semua baik-baik saja!"
Melepaskan pelukanku sama ibu, aku menghampiri ayahku dan memeluknya juga..Ayahku yang selalu berkata dengan sangat benar.
"Ayah benar, dan selalu benar!! biar bagaimanapun kita berencana. Tuhanlah yang menentukan. Dan jodoh Disha bukan bersama Mas Radit."
Ayah terus saja mengusap punggungku. Sedari awal menahan air mata akhirnya menetes jatuh juga. Melepaskan semua tangisanku di pelukan ayahku.
"Menangis lah nak.. Keluarkan semuanya. Tapi cukup hari ini saja kau menangisinya. Besok ayah tidak ingin lagi melihat putri kesayangan ayah menangisi pria yang tak pantas hidup bersamanya."
Aku naik ke lantai atas. Membuka kamar dan langsung masuk ke kamar mandi. Yang dibutuhkan saat ini adalah mandi. Agar fikiran bisa kembali jernih.
Setelah mandi dan bersiap ingin tidur. Kamarku kembali ada yang membukanya. Dan aku sudah bisa menebaknya. Siapa lagi kalau bukan abang ku tersayang.
"Dek, mau tidur sudah?"
"Hmmm.. kenapa?"
"Ada yang ingin abang tanyakan?"
Aku langsung duduk dan bertanya sama abang Devan.
"Mau tanyakan abang Bang? Jika abang ingin bertanya kapan Disha mengetahui perselingkuhan mereka itu adalah kemarin!! Dan tidak tau sudah berapa banyak air mata yang aku keluarkan buat pria b******k itu!"
Abang Devan yang duduk di kursi depan meja rias ku melihatku.
"Kamu tega menyembunyikan hal sepenting itu dek dari Abang mu sendiri?"
"Bukan begitu bang. Jika Disha memberitahu abang, apa abang bisa menahan amarah untuk tidak datang ke rumah itu dan memukulnya?! Disha ingin mereka merasa malu bang, sudah melakukan perbuatan itu. Jika Disha memberitahu abang semalam dan saat itu juga abang pergi ke sana dan memukulnya. Mereka akan merasa biasa saja bang. Mereka tidak akan malu. Sebaliknya dengan bangganya memutuskan pertunangan."
"Adek abang ternyata sudah dewasa.. Sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan tadi abang sangat kaget dengar kata dan ucapan dek.! Kamu sukses membuat pria bernama Radit itu merasa malu di lihatin semua orang dalam keadaan b***l. Baru tau rasa dia."
"Sudah ahh bang... keluar sana.. Disha sudah mengantuk.. Mau tidur.. Abang keluar gih."
"Iya-iya.. Abang keluar..ingat dek..Jangan menangisi lagi pria b******k itu?"
"Iyah..Tidak akan lagi."
Abang devan keluar dari kamarku, saat dia mau menutup kamarku. Aku langsung berkata padanya.
"Bang, terimakasih yah tadi. Abang Devan adalah abang yang terbaik sedunia. Disha sangat menyayangi Bang Devan."
Abang Devan kembali masuk ke kamar dan memelukku.
"Kamu adalah gadis yang baik dek.. Pasti jodoh mu nanti, adalah orang yang baik juga. Yakinlah dek.. semua ada hikmahnya di balik semua kejadian ini.. Sekarang istirahatlah. Selamat malam adek kebonya bang Devan."
"Ishh Abang Devan! Disha bukan Kebo!
Abang Devan keluar kamar sambil tertawa. Dasar.
Satu bulan pun berlalu. Sejak pertunangan di batalkan. Semenjak itu juga aku tidak pernah bertemu lagi dengan Mas Radit.
Tapi hari ini aku kembali di pertemukan dengannya. Tepatnya mereka berdua. Mas Radit Dan Rini!
Saat aku keluar dari halaman sekolah TK, mas Radit menghentikan motorku. Sementara Rini berada di dalam mobil dan melihat kami yang lagi berbicara.
"Dis, apa kabar? apa kamu masih membenci kami berdua?"
Aku sebenarnya malas melayani pembicaraan dengannya. Tapi berhubung ini masih di halaman sekolah dan masih banyak anak-anak Tk yang belum di jemput,mau ga mau aku berbicara juga dengan mas Radit.. Aku tidak mau anak murid ku melihat guru mereka yang biasanya lemah lembut berubah menjadi galak.
"Kabar baik Mas. Tidak! Disha sudah sangat-sangat ikhlas kalian bersama!! Kalau tidak ada hal penting lagi, Disha mau pulang. Permisi."
"Bentar Dis!! Masih ada yang ingin Mas katakan dan tanyakan pada kamu."
"Apa lagi Mas! cepatlah! Disha Capek. Mau pulang tidur."
"Kamu berubah Dis.. Apa tidak ada lagi perasaanmu kepadaku?? Apa kamu tidak ingin kita menyambung lagi pertunangan kita?"
"Disha berubah ke arah yang lebih baik lagi mas. Dan lagi Disha tegaskan sekali lagi!! Disha tidak menyukai dan mencintai mas Radit lagi!! Apalagi ingin menyambung pertunangan itu tidak mungkin banget!! Bahagiakan perempuan yang ada di dalam mobilmu itu mas. Jangan sia-siakan dia. Hargai dan perlakukan dia dengan sangat baik. Jangan sesudah kau mengambil manisnya langsung kau buang dan sia-siakan. Dia gadis yang baik. Cuma caranya yang salah untuk mendapatkan mu.. sekarang kembalilah ke mobilmu Mas. Jangan sakiti perasaannya. Dengan dia melihat kita berbicara begini pasti hatinya menahan sakit. Kalau tidak ada apa-apa lagi Disha pulang!"
Aku pun melajukan motorku untuk pulang ke rumah. Seharusnya mereka langsung menikah saat itu. Tapi kenapa mereka tidak menikah. Sebaliknya cuma bertunangan. Aku benar-benar tidak tau jalan pikiran Mas Radit.. Pria brengsek.. Sukanya sia-siakan wanita yang mencintainya.
Tapi ternyata tepat seminggu setelahnya. Sewaktu aku lagi mengajari murid-murid ku melukis dan mewarnai. Teman kerjaku memberi aku sebuah undangan pernikahan. Iya undangan pernikahan mereka berdua. Mas Radit dan Rini! Baguslah dia akhirnya mendengarkan kata-kataku waktu itu.
Aku pulang ke rumah dan saat itu aku melihat ada tamu yang berkunjung ke rumahku. Setelah memarkirkan motorku. Aku pun masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum, Ayah, ibu. Disha pulang!"
"Waalaikumsalam."
Aku menatap dan melihat ke arah ayah dan ibuku. Duhh... kok hatiku berdebar begini. Jangan-jangan ayah melanjutkan juga rencananya saat itu.
"Ayo masuk Dis. Sini ketemu Om Rudy dan Tante Ririn."
"Rudy, Ririn. Inilah anak gadisku yang nakal itu. Yang dulunya hitam dan sangat dekil itu. Yang sukanya meminta kue buatan mu Rin ha..ha..ha."
"Ayah!! ishh membuka aib putrinya sendiri.
Aku pun menghampiri pasangan suami istri itu. Dan menyalami mereka berdua.
"Ayahmu itu Dis sembarangan saja kalau bicara. Kamu tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik Dis.. Kamu mau ga melanjutkan perjodohan kalian berdua?"
Nah kan, aku bilang juga apa!! ini pasti tentang perjodohan itu.