Mantan telah kembali
"Shena." Mata Aksa membulat dengan sempurna, tatkala melihat sosok wanita yang kini tengah menghampirinya. Shena, mantan istri yang ia talak di malam pertama lima tahun yang lalu, saat ini sudah ada di depan mata.
Ia tidak menyangka, jika dokter bedah umum yang selalu dibanggakan oleh kepala rumah sakit di mana ia bekerja, yang akan jadi partner kerjanya untuk menangani pasien darurat adalah sang mantan. Ya, pak Leo hanya memintanya untuk perkenalan lebih dulu dengan dokter baru tersebut. Satu hal yang tidak bisa ia percaya, mantan istri yang ia kenal sederhana, cantik, lembut dan anggun, kini terlihat jauh berbeda, hingga ia tak mampu untuk mengedipkan mata walau sesaat saja.
"Selamat pagi," sapa Shena dengan tegas, seolah tak mengenali Aksa lagi, mantan suaminya. Pria itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain agar tidak terlihat gugup, karena melihat perubahan wanita itu.
Satu pertanyaan yang muncul dalam benak Aksa kali ini. Apakah wanita itu telah melupakannya, hingga benar-benar tak terlihat kegugupan sama sekali. Jika memang benar, bukankah seharusnya ia senang, karena itu yang sejak dulu ia harapkan. Tetapi kenapa ada perasaan tak rela jika wanita itu lebih dulu melupakannya, dan terlihat jauh lebih bahagia daripada dirinya sendiri.
"Apa saya boleh duduk?" Tanya Shena lagi, sambil menunggu jawaban Aksa. Pria itu benar-benar tidak bisa berkutik. Entah apa yang terjadi, hingga rasa sakit di hatinya kini muncul kembali. Ya, mungkin ia hanya tidak rela jika Shena bahagia di atas penderitaannya. Meskipun fakta mengatakan, bahwa dirinya yang telah melontarkan kalimat talak lima tahun yang lalu.
"Boleh, silakan. Pak Leo akan datang, tapi sekarang masih sedang ada urusan," ucap Aksa berusaha agar tidak gugup di depan Shena. Wanita itu tidak bereaksi apapun. Hanya mengangguk kecil sebagai tanda mengerti.
"Shena, apa kau sudah melupakanku?" Aksa memberanikan diri untuk bertanya lebih dulu untuk memastikan. Ia sangat yakin jika wanita itu tidak mungkin melupakan dirinya secepat itu.
"Saya tidak mengingat hal yang tidak penting. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"
Lagi dan lagi, Shena menjawab dengan dingin. Wanita itu sepertinya tidak berbohong. Lalu apa yang sebenarnya terjadi. Aksa benar-benar penasaran.
"A-aku--."
"Selamat pagi, maaf membuat kalian menunggu." Tiba-tiba saja pak Leo datang menyela percakapan diantara mereka. Pria paruh baya itu segera duduk diantara Shena dan Aksa.
"Tidak apa-apa, Pak. Kami juga barusan datang." Aksa menimpali dengan cepat sambil tersenyum ramah. Beda halnya dengan Shena, wanita itu tetap diam dan tak memberikan reaksi apapun. Shena justru terlihat lebih dingin dan arogan.
"Apa kalian sudah berkenalan, atau mungkin kalian sudah kenal sebelumnya?" Tanya pak Leo sambil melirik ke arah Shena dan Aksa secara bergantian. Aksa terdiam sesaat dan menunggu reaksi Shena yang masih terlihat sangat tenang.
"Shena. Senang bertemu dengan anda." Wanita itu segera mengulurkan tangannya untuk memberi salam pada Aksa sebagai tanda perkenalan mereka.
"Aksa Adhitama. Senang juga bertemu dengan anda, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik untuk ke depannya." Mau tidak mau, Aksa harus menerima uluran tangan mantan istrinya. Tidak, bukan itu yang membuat dirinya merasa tidak nyaman, melainkan perkenalan sebagai orang asing diantara mereka.
Aksa Adhitama, Pria tampan berusia 35 tahun, memiliki sifat dingin dan suka memaksa. Dokter kaku di sebuah rumah sakit swasta yang merupakan seorang duda, karena menceraikan Shena sang istri di Malam Pertama mereka lima tahun yang lalu. Sedangkan Shena Aulia, seorang wanita cantik dan anggun berusia 27 tahun, yang menjadi partner baru Aksa di rumah sakit. Bisa dilihat jika wanita itu sangat dingin dan arogan berbanding terbalik dengan sifatnya di masa lalu.
Ya, lima tahun yang lalu ia diceraikan setelah melakukan ritual malam pertama, akibat sebuah foto yang dikirim orang tak dikenal kepada keluarga sang suami. Sehingga pada akhirnya ia diceraikan dan diusir pada malam itu juga. Cinta yang ia miliki sudah tidak ada artinya, tatkala amarah Aksa, suaminya, telah menutup mata hatinya.
Pernikahan yang didasari dengan cinta pun tidak menjamin keutuhan dalam rumah tangga, apalagi Shena hanya seorang wanita biasa yang hidup sebatang kara sebelum bertemu dengan Aksa. Wanita itu membulatkan tekad untuk pergi sejauh mungkin, dan ia selalu berdoa agar Tuhan tidak pernah memberikan dirinya kesempatan, untuk bertemu kembali dengan sosok pria yang telah tega mencampakkannya.
Tetapi, sepertinya Tuhan tidak ingin mendengar doa Shena, atau memang wanita itu benar-benar telah melupakan Aksa.
"Ah kalau begitu kita langsung saja pada permasalahannya. Saya percayakan tugas ini kepada dokter Aksa, sebagai dokter bedah umum terbaik di rumah sakit ini. Tetapi sepertinya itu belum cukup, karena kami membutuhkan dokter bedah syaraf juga untuk menjamin keselamatan pasien, yaitu dokter Shena. Teman saya di London merekomendasikan anda, dan itu membuat saya merasa sangat bersyukur. Bisa dikatakan pasien ini adalah orang yang berpengaruh, dan sebelumnya sudah pernah dibahas, jika kesuksesan dalam operasi ini hanya 20 persen saja. Tetapi keluarga pasien tetap memaksa dan bahkan sudah menyetujui surat perjanjian di atas materai. Maka dari itu, kalian harapan saya, dan nama baik rumah sakit Putro ada di tangan kalian. Ini laporan pasien selama enam bulan terakhir."
Shena segera meraih laporan dari pak Leo untuk ia teliti. Wanita itu terlihat sangat serius dalam bekerja dan Aksa tidak bisa memalingkan wajahnya dari wajah cantik Shena.
"Kenapa pihak rumah sakit tidak mengambil tindakan sebelumnya, dan dibiarkan selama ini?" Tanya Shena dengan tegas. Mata wanita itu begitu tajam. Aksa merindukan tatapan teduh dan lembut mantan istrinya lima tahun yang lalu.
"Pasien itu koma." Shena mengernyitkan dahinya saat mendengar jawaban pak Leo. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan dari keluarga pasien. Hal ini seperti pembunnuhan berencana. Apakah keluarga pasien menginginkan kematian hingga mendesak pihak Rumah Sakit agar segera mengambil tindakan disaat yang tidak tepat.
"Saya mengerti," ucap Shena pada akhirnya. Ia tidak datang ke Indonesia untuk mendapatkan masalah baru, melainkan sebuah tugas. Sehingga yang harus ia lakukan hanya bekerja sesuai perintah.
"Dokter Aksa, dokter Shena, saya akan kembali. Kalian bisa mencari solusi terlebih dahulu, karena operasinya belum dijadwalkan. Dokter Shena bisa masuk kerja besok, dan untuk hari ini, silahkan dokter Aksa memperkenalkan dulu rumah sakit ini. Maaf merepotkan, tapi saya masih ada urusan. Permisi." Aksa mengangguk tanda setuju seraya menatap kepergian pak Leo, yang sudah hilang ditelan pintu. Kini suasana menjadi hening dan hal itu membuat Aksa menjadi canggung. Entah apa yang harus ia lakukan saat ini. Ah rasanya ia seperti ABG yang salah tingkah.
"Shena, ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Aksa memberanikan diri untuk membuka suaranya lebih dulu.
"Apakah soal pekerjaan?" Benar, Shena sudah berubah. Bahkan saat ini, wanita itu tengah menatapnya tajam tanpa ragu. Sebenarnya Shena menatap biasa, tapi bagi Aksa yang pernah mengenal wanita itu, semuanya berbeda.