#R – Air Mata Duka
Alina, tidak pernah menyangka laki – laki yang satu hari sebelumnya mengantar dia pulang, ketika menjelang subuh dia harus mendengar kabar kematian laki – laki itu.
“Aku beruntung bisa bertemu dengan perempuan sebaik kamu, aku bahagia akan memiliki kamu sebagai istri ku, terima kasih ya kamu sudah memilih aku untuk menjadi calon suami kamu, aku akan selalu belajar untuk menjadi suami yang baik buat kamu, menjadi suami yang selalu membuat kamu bahagia” ujarnya, sambil tersenyum ketika mereka berada ditengah perjalanan.
“Maaf ya, kalau selama kebersamaan kita aku belum bisa menjadi laki – laki yang baik untuk kamu, tapi percayalah aku akan selalu berusaha mengusahakan apapun yang terbaik untuk kamu” lanjutnya, dengan senyuman yang terlukis dengan tenang dari bibirnya.
Aiden Graham Baihaqi, dialah laki – laki yang satu tahun terakhir sudah menemani Alina, enam bulan yang akan datang keduanya akan melangsungkan pernikahan. Namun, Alina tidak menyangka akan datang menemui Aiden yang sudah tidak bernyawa karena mengalami pendarahan kepala, dengan keadaan kaki patah parah.
“Mas Aiden, bukannya kamu bilang sama aku kalau kamu mau nyiapin aku bunga mawar setiap pagi, tapi kenapa kamu malah begini” ujar Alina, sambil menatap wajah calon suaminya yang saat itu sudah terbujur kaku dengan lumuran darah.
“Kenapa kamu jahat banget pergi ninggalin aku secepat ini dengan cara seperti ini juga, Mas” lanjut Alina, sambil berjongkok dibawah blankar tempat tubuh Aiden berbaring.
Hasan yang saat itu datang bersama Alina ikut berjongkok sambil merengkuh tubuh adiknya yang terlihat sangat rapuh. Namun, Alina yang terlihat tidak berdaya dalam pelukan Hasan menoleh ketika mereka mendengar suara pekikan yang menyebut Mamah.
“Mamah bangun, Mah”. Melihat siapa yang saat itu datang, Alina langsung bangkit dibantu oleh Hasan menghampiri sosok wanita paruh baya yang sudah cukup akrab dengannya.
“Mamah, Mamah bangun” panggil Alina, sambil menepuk – nepuk pipi perempuan yang tidak lain adalah ibu dari calon suaminya. “Mamah kenapa Mas ?” tanya Alina, yang masih terlihat berurai air mata kepada sosok laki – laki yang saat itu ada dibersama ibunya, karena dia memang adik dari calon suaminya.
“Mamah kaget mendengar kabar Kak Aiden, jadi dia pingsan, tapi barusan dia maksa minta ke sini” ujarnya, sambil berusaha membangunkan ibunya.
Air mata yang belum berhenti menetas, dengan tubuhnya yang masih terasa lemas, Alina paksakan untuk mengguncang pelan tubuh ibu mertuanya hingga akhirnya mata perempuan itu terbangun. Ketika dia melihat sosok Alina ada dihadapannya, perempuan itu langsung tersenyum hangat.
“Aiden, kapan kamu selesaikan persiapan pernikahan kalian ?” tanya ibunya secara tiba – tiba sambil mendongak menatap kearah Alger. “Mamah nunggu bangetloh hari pernikahan kalian” lanjutnya, sambil tersenyum hangat penuh keantusiasan.
Alger sedikit kebingungan ketika dia mendengar ibunya memanggil dia dengan sebutan Aiden. Sedangkan Alina yang saat itu sedang duduk dihadapan perempuan paruh baya itu hanya bisa menangis.
“Mamah cape Aiden, mau istirahat” ujarnya, sambil menarik – narik lengan baju yang Alger gunakan.
“Iya, ayo Mamah balik lagi ke tempat tadi ya, Mamah istirahat” ujar Alger, dan saat itu dia hanya menganggukkan kepalanya.
“Ayo sayang, Mamah mau diteminin calon menantu Mamah” ujarnya, sambil menarik tangan Alina. “Aiden ajak dong calon istri mu” ujar ibunya, dan saat itu Alger dengan ekspresi wajahnya yang terlihat kebingungan mengajak Alina.
Ketika sudah sampai diruang perawatan ibu Aiden dan Alger yang tidak lain bernama Sarah, perempuan itu selama beberapa menit duduk ditepian ranjang sambil menatap Alger dan Alina secara bergantian.
“Kalian harus segera menikah, karena Mamah selalu berdoa agar pernikahan kamu Aiden” ujar Sarah, sambil menatap kearah Alger. “Bisa selalu bahagia bersama Alina” lanjutnya, sambil kembali menoleh kearah Alina.
“Mamah pasti akan sangat beruntung dan bahagia jika Mamah memiliki menantu seperti Alina” ujar Sarah lagi, sambil mengelus kepala Alina.
Perkataan Sarah berhasil membuat air mata Alina semakin mengalir deras, karena dia sadar jika Sarah pasti sangat terpukul atas kepergian Aiden. Sedangkan Alger, masih mencoba mencerna apa yang terjadi kepada ibunya, karena terus menerus memanggilnya dengan nama kakaknya.
“Kalian ngapain ?” tanya seseorang yang tiba – tiba menarik tangan Alger yang sedang berpegangan dengan tangan Alina karena disatukan oleh ibunya.
“Kamu ngapain pegangan tangan sama dia ?” tanyanya, sambil menatap Alger dengan tatapan yang menyiratkan api kecemburuan.
Alina dan Alger sama – sama saling menatap satu sama lain. “Setelah kematian calon suami dia, kamu berencanakan mengganti posisinya ?” tanyanya, berhasil membuat ibu Alger menatapnya dengan tatapan tajam.