Dari Nathan
Dari Nathan
Kedua sudut bibir gue kembali terangkat. Melihat gadis yang setengah tahun belakangan gue kagumi, sedang berjalan ke arah gue. Oh tentu saja bukan buat nyamperin gue. Tapi nyamperin seseorang di belakang gue.
Gadis itu bahkan ngelewatin gue gitu aja. Tanpa menyapa, mengulas senyum, atau hanya sekedar menoleh. Ah, lagian lo siapanya dia Nath? Temen bukan. Pacar bukan. Dia kenal lo aja gak. Inget bahwa dia pernah nyium lo dengan brutal aja gak.
--The Only Exception--
Mungkin memang dia tidak ditakdirkan buat gue. Seminggu setelah malam itu, gue liat dia di lapangan basket. Baru aja gue mau negur dia, tapi ternyata dia udah keburu bilang “iya” saat kapten tim basket nembak dia. Gue pengen banget marah, karena dia main nerima ajakan pacaran dari orang yang gak dia kenal. But hey, dia juga gak kenal gue.
Untung aja, Lucas--Kapten tim basket, adalah lelaki yang baik. Buktinya sampai mereka lulus SMA, mereka masih bersama. Tetap “hangat” dan tanpa terpaan badai.
Kadang gue masih mencari tahu tentang keberadaannya setelah dia lulus SMA. Kuliah dimana? Tinggal dimana? Dia ambil fakultas apa? Apa dia masih sama Lucas atau udah putus.
Namun gue berhenti mencari tahu saat gue mendapati gadis itu ternyata tinggal bersama Lucas.
Fix, gue udah gak ada kesempatan. Bukan hanya untuk mengenalnya, atau hanya sekedar meminta pertanggung-jawaban darinya karena dia udah mencuri ciuman pertama gue. Jangan salah, gue emang badboy, tapi gue gak tau apa-apa soal cewek.
Kemudian gue kehilangan kontak-- WAIT-- maksud gue kehilangan informasi tentang dia saat gue udah lulus SMA. (Gue sama sekali gak tau kontak dia berapa). Gue gak tau dia berada dimana setelah sang kekasih, Lucas meninggal karena kecelakaan. Dia bagaikan hilang ditelan bumi. Rumah megahnya pun sudah berpindah tangan.
Ada yang bilang, gadis itu terus diterpa kemalangan setelah kematian Lucas. Ya, sebulan setelah sang kekasih pergi, Mamanya pun meninggalkannya begitu jauh ke Surga. Lalu sang Papa yang terbaring koma karena kecelakaan. Oh, sungguh gue berharap bisa jadi sandarannya.
Singkatnya, gue melanjutkan kehidupan gue. Kuliah dan sebagainya. Mencoba membangun masa depan versi gue. Dengan dirinya yang masih ada di hati gue.
Hingga, suatu hari, Mama gue ngajak gue balik ke rumah. Meminta gue bantuin kakak gue menjalankan bisnis mendiang Papa.
Dan di malam itu, sungguh gue bener-bener seperti tersambar petir. Melihat gadis yang selalu di hati gue, ada di rumah gue. Menyandang status sebagai kekasih kakak gue. GOD. Gak bisakah petir yang nyambar gue kasih gue kesempatan agar gue bisa jadi The Flash. Trus bisa bawa kabur dia tanpa ada yang tahu? Karena malam itu gue seneng akhirnya bisa ketemu dia. Meskipun kecewa ternyata saat gue kembali bertemu dengannya, dia udah gak sendiri lagi.
Sebisa mungkin gue menerima kenyataan, bahwa memang Tuhan tidak menakdirkan gadis pencuri ciuman pertama gue untuk jadi milik gue. Bahkan gadis itu masih gak inget gue. Gak tau siapa nama gue.
Sampai pada hari dia terbaring di rumah sakit karena luka di kepalanya. Gue akui gue sedih banget ngeliat gadis yang sangat tegar, yang selalu gue kagumi.
Yang selalu ada di hati gue, terkulai lemah. Namun gue bisa apa? Dia udah jadi milik kakak gue. Gue cuma bisa berdoa.
Semoga setelah luka yang dia dapat ini, kebahagiaan yang sejati akan menyertainya.
Dan pada hari yang sama, Tuhan mempertemukan gue pada seorang gadis lain. Dengan rupa tak kalah cantik dari pencuri cantik itu. Pertemuan yang sama sekali gak romantis, tapi sungguh membekas di ingatan gue. Terlebih raut terluka gadis itu. Menggoyahkan apa yang udah gue bangun sedemikian kokoh.
Dan di hari itu, gue tau. Gue udah jatuh pada tatapan sendu gadis itu. Pada senyum tipis yang dia lemparkan saat gue menanyakan namanya. Di hari itu, gue memutuskan untuk membuang jauh-jauh perasaan gue pada Lexa--si pencuri cantik.
Di hari itu, gue memutuskan untuk mulai berjuang mendapatkan Melissa.
Menjadi pria untuk seorang MELISSA BENOIST. Yang hatinya sudah membeku dan tertutup rapat oleh sesuatu di masa lalu.
--The Only Exception--