Dua

1179 Kata
D U A Sepertinya memang kamu tercipta bukan untukku. Saat pertama aku menemukanmu setelah ciuman kita, saat itu kamu sudah menjawab “iya” pada ajakan lelaki itu untuk menjadikan kamu pacarnya. Dan aku bisa apa? Merebutmu dari lelaki baik-baik itu? Chh... Itu bukan caraku. Aku tidak seberengsek itu. Wait, kenapa jadi aku kamu? --The Only Exception-- Nathan kembali berdiam diri di perpustakaan sekolahnya. Seperti hari-hari biasanya selama satu tahun terakhir. Setiap jam istirahat, dia akan segera berlari menuju perpustakaan SMA Diamante. Bukan untuk membaca buku pelajaran atau mencari materi kelas 12. Tetapi untuk kembali memandangi sosok cantik pencuri ciuman pertamanya. Alexandra Eleanor. "Let her go, Nath," seru Faro pelan sembari menepuk bahu Nathan. "Dia udah bahagia sama Lucas. Dan udah gak ada kesempatan buat lo ngerebut Lexa dari Lucas," lanjutnya. Menarik buku tahunan dimana ada foto Lexa dan Lucas. "Kayaknya gue kualat dulu ngatain lo gagal move on. Nyatanya gue juga gagal move on, Ro," ujar Nathan lirih. Merebahkan bahunya pada sandaran kursi. "Kenapa sih lo gak bisa move on dari Lexa? Karena dia udah nyium lo? Cemen lo, gitu aja gak bisa move on. Baru juga ciuman," cibir Faro ikut merebahkan badannya pada sandaran kursi. "Tapi itu ciuman pertama gue, bego lo." "Kok lo tau sih kalo gue bego?" "Ya lo tiap hari nyalin PR gue." "Hehe, untung aja sepupu gue yang baik hati si Rico dulu ngenalin gue sama lo ya, coba kalo gak, gue sekarang masih kelas 10 terus. Hahaha." "Cupang lo." "Gue heran sama lo Nath, lo itu pinter tapi nakal, suka bolos, gak suka berantem. Suka basket tapi gak naksir anak cheers. Anak orang kaya tapi malah ngontrak di rumah yang sederhana.” “Punya banyak kartu berisi duit, tapi malah kerja di dunia teknologi. Udah jelas lo anak IPA. Lo itu manusia beneran apa cuma tokoh fiksi sih Nath?" tanya Faro kini menegakkan duduknya. "Serah lo cupang," ujar Nathan lalu bangkit dari duduknya. "Let her go Nath. Dia udah bahagia sama masa depannya. Dia bahkan gak inget pernah nyium lo. Untuk cowok nakal tapi terhormat kayak lo, gue yakin Tuhan di atas sana udah mempersiapkan satu wanita yang layak bersanding sama lo. Yang sama baiknya kayak lo. Entah itu kapan, tapi pasti kelak lo ketemu sama cewek itu," ujar Faro sungguh-sungguh. Nathan hanya diam. Meskipun masih berdiri di samping Faro, mendengarkan kata bijak Faro siang ini. Wanita baik-baik? Kalo dapetin wanita yang biasa dan jelas gak baik-baik aja susah, gimana dapetin wanita baik-baik? Harus jadi apa gue nanti biar layak bersanding sama wanita baik-baik? --The Only Exception-- Beberapa tahun kemudian Nathan terbangun oleh dering ponselnya. Dengan mata yang masih terpejam tangan Nathan bergerak mencari keberadaan ponselnya. Dapat. "Halo..." kata Nathan masih mengantuk. "Naath, kok lo masih tidur? Ini udah hampir jam 6 pagi, lo gak ke rumah Melissa?" ujar suara di seberang. Siapa? Lexa lah siapa lagi. Nathan segera saja melemparkan ponselnya ke sembarang arah. Damn. Umpat Nathan dalam hati. Dia baru saja tidur tadi jam 5. Namun akhirnya Nathan membuka kedua matanya. Mendudukkan diri dan bersandar pada ranjangnya. Iya ini sudah hari ketiga sejak Lexa pergi ke Singapore menjenguk papanya. Sejak hari pertama Lexa pergi, Lexa akan mengganggu tidur Nathan pagi buta. Menyuruh Nathan untuk ke rumah Melissa dan memastikan sahabat Lexa aman-aman saja. Awalnya Nathan dengan senang hati menerima tugas itu. Karena menurutnya itu akan membuat Melissa menjadi lebih dekat dengannya. Namun ternyata tidak, Melissa justru semakin menjaga jarak dengannya. --The Only Exception-- "Astaga!!" pekik Melissa begitu membuka pintu rumahnya. Dan langsung melihat sosok tampan itu lagi. Nathan Grass. Sudah berdiri dengan sangat tampan di depan rumahnya. Melissa menghela napas. Kembali memutar bola mata abu-abunya dengan malas. "Lo itu gak tidur apa?" omel Melissa pada Nathan. "Gue tidur," jawab Nathan enteng. "Temen baik lo yang gak ngijinin gue tidur lama." "Lo bisa aja nolak Lexa, Nath." Melissa mendorong badan atletis Nathan agar bergeser, memberi Melissa jalan untuk lewat. "Lo hari ini ke kampus kan? Gue anter ya?" Nathan segera menyusul Melissa. "Gue punya mobil Nath," ketus Melissa. Membuka pintu mobilnya. "Lah rumah lo gak lo tutup dulu?" Ah iya. Melissa menepuk keningnya. Kemudian tersenyum menatap Nathan. Nathan pun balas tersenyum. "Please...Tutupin ya?" kata Melissa manja. Membuat senyum Nathan kian melebar. Tanpa mengetahui apa rencana Melissa. "Nih." Melissa melempar kunci rumahnya pada Nathan. "I like your smile," kata Nathan menerima kunci dari Melissa. Kemudian berjalan menuju pintu rumah Melissa. "Thaankss Nath," teriak Melissa dari dalam mobilnya yang sedang melaju. Tak lupa melambaikan tangan pada Nathan yang melongo. Daaammn part 2 ini mah, gue dibegoin. --The Only Exception-- Namun bukan Nathan Grass namanya kalau dia menyerah begitu mudah. Untuk cewek mabuk yang asal menciumnya saja dia mempertahankan perasaannya selama 5 tahun. Masak untuk cewek seperti Melissa saja dia nyerah? NOPE. Nathan akan berjuang. Ya kali ini dia akan berjuang. Berjuang meluluhkan Melissa. Berjuang menyeimbangi dinginnya sikap Melissa. Seperti yang Lexa mandatkan sebelum dia pergi ke Singapore. Juga seperti apa yang pernah Lexa katakan tentang Melissa saat Lexa sakit. Saat pertama kali Nathan bertemu Melissa. Tanpa sadar Nathan menyunggingkan senyumnya mengingat pertama kali Tuhan mempertemukannya dengan Melissa. Saat pertama kali Nathan melihat kacau balaunya Melissa pagi itu. Namun senyum Nathan seketika lenyap begitu ingat kemarahan Melissa beberapa hari lalu. Kemarahan yang membuat Melissa hilang kendali dan nyaris saja merenggut nyawa orang lain. Membuat Melissa bukan lagi Melissa yang dia kenal. Nathan segera bangkit dari duduknya di salah satu kursi di depan kelas kampus begitu melihat puluhan siswa yang hadir di kelas Melissa berhamburan keluar. Nathan menunggu hingga Melissa keluar. And. There she is. The beautiful one. Melissa Benoist. Nathan segera saja menarik tangan Melissa agar si cantik ini tidak kabur lagi. Seperti biasanya dalam tiga hari terakhir. "Mel, please," ujar Nathan pelan. Merasakan tangan Melissa memberontak. "Nath, emang lo gak ada kerjaan lain apa selain nungguin gue?" "Ada, menurut lo gue pengangguran? Ada banyak kerjaan gue di kantor. Salah satunya mastiin abang gue tetep waras saat ditinggal Lexa." "Trus, kenapa lo masih disini?" "Gue mending milih abang gue jadi gila, daripada gue yang gila karena diteror Lexa," jujur Nathan. Melissa langsung saja menghentikan aktifitasnya memberontak. Menatap lekat Nathan. Satu-satunya cowok dewasa yang dia biarkan memeluknya erat beberapa hari lalu. Menenangkan amarahnya yang biasanya hanya bisa dia sembuhkan dengan beberapa obat. Entahlah, perasaan apa yang kini menggelayuti Melissa. Melihat Nathan seperti ini. Bersikap seperti ini. Relung hatinya kembali hangat dan sejuk dalam waktu bersamaan. Relung hati yang selama 23 tahun usianya dia biarkan beku. Beku karena trauma masa lalu. Karena kejadian yang membuatnya terisak di masa lalu. Cukup lama keduanya hanya saling berpandangan. Satunya dengan tatapan memohon. Satunya dengan tatapan menyelidik. Iya Melissa menyelidiki tatapan memohon Nathan. Kesungguhan dari sikap Nathan beberapa hari terakhir. "You’re doing this for Lexa?" tanya Melissa akhirnya. "No. I’m doing this because, I don't know somehow a half of my heart's beating for you," kata Nathan tulus. Menatap mata abu-abu Melissa dengan teduh. Dan Melissa menangkap itu. Tatapan teduh nan tulus dari mata cokelat Nathan. Seolah membuktikan ketulusan. Membuktikan sesuatu yang mustahil terjadi menurut Melissa. Sesuatu yang dinamakan cinta oleh beberapa orang. --The Only Exception--
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN