Terhitung sudah enam bulan sejak Hafidz bertemu dengan Sylia dan semua kembali berjalan normal meski pada seminggu setelah pertemuan itu Hafidz terlihat tidak fokus dalam melakukan apa saja sampai-sampai Niswah menganggap Hafidz sedang tidak enak badan. Nyatanya pertemuan ia dengan Syilia berhasil membuat hatinya porak poranda, kadang ada rasa sesal dan bersalah ketika melihat binar bahagia di mata sang istri, bagaimana jika niswha tau, bahwa hatinya tidak seutuhnya mencintai Niswah.
Kring kring kring
Hafidz terbangun menatap jam yang ternyata sudah pukul 02:30 dini hari, sudah saatnya ia menghadap sang pencipta, Hafidz menatap ke samping terlihat Niswah yang masih lelap dalam tidurnya, ia hanya tersenyum lalu bergegas masuk kamar mandi.
15 menit kemudian Hafidz telah segar dengan balutan handuk sampai pinggang saja, ia menatap Niswah masih nyenyak tak peduli alarm yang memekakkan telinga, Hafidz tertawa bagaimana hendak bangun, Niswah baru tertidur 12 malam otomatis baru 2 jam Niswah tidur.
"Wahai bidadariku, surga duniaku,Ibu dari anak-anakku, bangun sayang waktunya kita bertemu Allah."
Sebenarnya Hafidz tak tega, tapi mau bagaimana lagi. Mereka baru tidur jam 10 tadi, setelah hafidz meminta hak nya, dan setelah itu mereka hanya tertidur 4 jam lebih, wajar saja jika istrinya kelelahan seperti ini, salahkan Hafidz soal itu, tapi hafidz hanya laki-laki biasa yang memiliki nafsu jadi selama ada istri mengapa tidak.
"Niswah! Bangun sayang."
Sekali lagi Hafidz mencoba membangunkan Niswah, akan tetapi Niswah tetap tidak terganggu sama sekali, istrinya sangat pulas ternyata ,hanya ada satu cara agar putri tidur terbangun dan ini akan terbukti.
Cup!
Hafidz mencium kedua mata Niswah, lalu ia melihat reaksi wanita ini, tapi tetap tidak ada, malahan Niswah menarik selimut yang sedikit turun kebawah.
Cup!
Mencium hidung Niswah
Cup!
Kedua pipi Niswah namun masih tak ada tanda-tanda Niswah akan bangun, tinggal 1 bagian lagi yang belum Hafidz cium dan semoga ampuh.
Cup!
Hafidz agak lama mencium bibir Niswah, Niswah yang merasa ada yang mengganggu hanya bergumam tidak jelas, Hafidz memandang Niswah bingung, bagaimana lagi caranya agar Niswah terbangun.
"Mas ih gak bisa nafas!" Akhirnya Niswah terbangun sempurna dengan nafas yang terengah-engah bagaimanan tidak terengah-engah Hafidz menekan hidungnya menyebabkab Niswah kesulitan bernafas. Suaminya ini semakin kesini kenapa semakin menyebalkan saja. Ia baru saja tertidur karena memenuhi permintaan suaminya, lalu sekarang, duh ya Gusti, jika surga istri tidak ada pada suami, sudah Niswah lempar dengan lampu hias kamar.
"Makanya bangun, tahajjud Niswah."
Lanjut hafidz tanpa takut amukan istri kecilnya. Niswah masih ngedumel gak jelas merutuki cara Hafidz membangunkannya. Ia memasuki kamar mandi dengan kaki yang di hentak-hentakkan ke lantai peluapan kekesalannya.
"Mau jadi duda apa sampai mau bunuh Niswah."
"Gak lah sayang, ya kali jadi duda, tapi kalo mas jadi duda masih keren juga, pasti banyak yang antri. kamu juga tidur bagai kerbau mati."
"Jadi Mas ngatai Niswah kerbau iya, terus kalo mas duda, mau nikah lagi? Siap-siap aja mas Niswah gentayangin.."
Hafidz hanya garuk kepala yang tidak gatal bingung mau menjawab apa, takut salah lagi.kenaoa sensitive sekali wanita ini.
"Kenapa diam?" tanya Niswah bingung, pasalnya tadi hafidz nyerocos panjang lebar lalu sekarang tiba-tiba diam, suaminya tidak kesurupan kan?
"Nanti kalau bicara kamu tambah marah sayang."
"Jadi maksud Mas Niswah pemarah gitu!"
Salah lagi! Ya Allah, Hafidz harus apa coba!
"Sayang lekas ambil wudhu lagi biar amarahmu hilang, masa mau bertemu Allah kamu marah-marah."
Niswah kembali mengambil wudhu, Hafidz yang melihat Niswah keluar langsung memeluk erat.
"Mas kebiasaan sesak tau!"
"Kok masih marah-marah?"
"Ya habis Mas kayak mau bunuh Niswah tau gak."
"Hahahahah maaf sayang, kamu bikin Mas gemas tau."
"Gombal."
"Gak gombal!"
Niswah menatap Hafidz lekat sampai Hafidz meneguk silivanya pun susah.
"Mau sholat atau debat hem?" Tanya Niswah dengan pandangan tajamnya.
"Heheh oke sholat."
Setelahnya Hafidz dan Niswah larut dalam doa sepertiga malamnya, meminta segala rahmat Allah kepada rumah tangganya yang masih berumur jagung.
***
Hari ini Hafidz tidak masuk memberi materi , sengaja ia mengambil cuti mengajar sedangkan urusan kantor hari ini tidak ada meeting jadi ia bebas ingin menikmati quality time bersama istri kecilnya.
"Sudah bangun?"
Hafidz tersenyum menatap istri kecilnya yang baru saja bangun dengan wajah yang sangat menggemaskan. Andai ia tidak memiliki jadwal, sudah pasti istrinya akan berasa di kamar seharian. Hahahahah.
"Ist ,kebiasaan jangan liatin!"
"Kenapa? halal juga.?
"Udah akh ... jadi kesiangan kan , mas sih tadi siap sholat ngajak tidur lagi."
"Masih pagi jangan ngomel-ngomel jadi jelek."
"Apa sih mas? Gak usah gombal, gak mempan."
"Duh siapa yang gombal, PD kamu ya."
"Mas nyebelin amat ya Allah, jadi suami tuh jangan sering buat istrinya marah-marah, kalo Niswah memang jelek yaudah cari istri yang lebih can- ..."
CUP
"Beginikan diam."
Niswah masih terdiam menahan kekesalan terhadap suaminya.bagaimana tidak kesal hari ini dia ada kelas pagi dan Hafidz mengajaknya tidur lagi setelah sholat subuh dengan alasan ini perintah suami, perintah apa-apaan itu !
Ting tong
"Mas buka pintu nya."
Hafidz mendengar jeritan sang isteri dari dalam kamar mandi hanya meringis, sifat Niswah ternyata tak jauh beda dengan umminya dirumah,cerewet.
"Siap-- ..."
Hafidz membeku ditempatnya melihat seseorang yang datang tanpa diundang lidahnya keluh membuatnya terasa bisu.
"Mas siapa ?"
Niswah melongok keluar dan mendapati sang ummi yang tengah tersenyum ramah, Tak heran jika Niswah begitu senang sebab semenjak ia menikah ia langsung di boyong sang suami kerumah dinas Hafidz.
"Ummi kok gak bilang."
"Sengaja,tebak ummi bawa siapa?"
"Siapa ummi?"
"Tuh !"
Muncul sesosok yang membuat Hafidz terdiam dari tadi.
"Ya ampun mbak Lia.. apa kabar?"
Sosok yang disebut mbak Lia juga sama kagetnya, melihat Hafidz ada di rumah ini.
"Kenapa bisa? Atau jangan-jangan! Masa iya." Batin Lia menatap Hafidz yang kini tersenyum dan merengkuh pinggang Niswah posesif, ada rasa sakit yang menjalar di relung hati Lia melihat pamandangan di depannya.
"Mbak kok melamun?"
"Akh tidak! Mbak mau ke kamar mandi."
Sedangkan Hafidz hanya menatap Lia lalu membuang pandangannya lagi.
"Ya tuhan! Apalagi ini?"
Hafidz diam di depan pintu pikirannya melayang tidak ada di tempat meski raganya ada di tempat ia berdiri. Ia kembali dasar saat Lia lewat membawa kopernya dan Pandangan mereka sempat bertemu, lagi dan lagi Hafidz merasa dunia serasa berhenti di tempat.
"Mas, ayo masuk!"
Hafidz langsung masuk meninggalkan Lia yang menatapnya sendu. ada bagian hati Syilia yang retak, dan mungkin susah untuk di perbarui lagi, ia tau ini tidak pantas, tapi ia sudah bertekad bahwa apa yang kemarin menjadi miliknya akan tetap menjadi miliknya.
"manusia itu identik dengan egois, dan sekarang aku buktinya kalimat itu"