BAB 1 Tercyduk
BAB 1
“Al… tolong gue di IGD. Gue ga bisa minta tolong Gibran dia diluar kota,” Jessy sahabat Alma, menelpon terisak.
“Lo kenapa Jes, Motor gue keserempet mobil nih.” Jessy menyebutkan rumah sakit yang merawatnya.
Walaupun orang yang menyerempetnya bertanggung jawab tapi Jessy perlu teman juga untuk ngurus keperluannya, karena tangannya di gips.
Alma langsung meluncur ke rumah sakit, ketika bertemu Jessy disana ada seorang pemuda yang nungguin.
“Jess kok bisa kamu begini.” Alma khawatir.
“Gue yang salah, tadi ngelamun kali tahu-tahu nyenggol mobil. Untung saja dia baik mau ngantar ke sini.”
“Terima kasih telah ngantar teman saya ke sini.” Ucap Alma sambil mengangguk.
“Kenalkan saya Yuval. “ Yuval menyodorkan tangannya pada Alma.
“Alma.” Alma menyambut tangan Yuval sambil tersenyum.
“Kalau sudah ada yang menunggu, saya pamit. Maaf gak bisa lama-lama saya ada perlu.” Ujar Yuval menyodorkan kartu namanya.
“Hubungi saya kalau perlu tambahan biaya untuk pengobatan selanjutnya.” Yuval sekalian pamit.
“Tangan lu patah Jess.” Alma merinding melihatnya
“Nggak Cuma retak saja, Cuma dikit baret saja di kaki.” Jessy meringis. Melihat baretnya
“Kapan lu boleh pulang ?”
“Sekarang sudah boleh pulang, hanya lagi nunggu obat saja di bawakan perawat.
“Ya sudah gue antar ke rumah. Motor lu dimana ?”
“Di titipkan di warung deket kejadian. Besok bantuin saja ambil yaa, gue gak bisa bawa motor sementara ini.” Ujar Jessy.
“Tenang saja kalau lu butuh pergi, telpon.. nanti gue antar deh.”
Setelah obat datang, Alma dan Jessy ke parkiran rumah sakit, Alma mau mengantar Jessy ke kostnya, sebelumnya ke kantin belikan nasi bungkus buat makan Jessy.
“Ke kantor gimana ? Lu sudah ijin gak masuk ? nanti gue antar jemput deh.” Alma menawarkan diri untuk mengantar jemput. Karena Alma punya usaha sendiri jadi dia fleksibel ngatur sendiri waktunya.
“Gampang kalau ke kantor ada orang kantor rumahnya deket sini bisa numpang.”
“Bener yaa lu bisa numpang. Kalau ga bisa jangan sungkan nanti gue atau Gani yang suruh antar jemput lu”
“Al, gue sudah pindah kost ga di tempat yang kemarin. Yang kemarin mau direnovasi jadi disuruh pada pindah dulu.”
“Kenapa lu gak bilang kan gue bisa bantuin.”
“Ga terlalu jauh sih dari tempat kost lama paling Cuma 2 km saja, lu tau sendiri barang gw dikit sekali angkut juga beres.”
“Ya ga gitu juga kali, masa temen pindah ga bantuin.”
“Tuh kost gue yang warna hijau.” Jessy nunjuk gedung yang warna hijau.
Setelah sampai Alma turun dari mobil membantu Jessy membuka pintu dan membimbing Jessy masuk kamar kostnya.
“Kayaknya enak disini daripada di kost yang lama ya,”
“Tempat emang enak sini Al, tapi disana sudah nyaman kekerabatannya kita sudah kayak sodara.”
“Gue lupa bener ngasih tau Elu.”
“Elu mah emang kalau sudah kayak gini baru deh inget gue.”
“Lu kan temen buat disusahin. Lu terlalu baik jadi orang.”
“Sialan Lu ya, awas ya nanti gue rempongin lu. Ngomong-ngomong gue nikah 1 bulan lagi semua persiapan sudah selesai tinggal nyebar undangan doang.”
“Lu beruntung ya dapat Jea, baik ga neko-neko orangnya ?”
“Mudah-mudahan beneran baik. Kita gak tau pergaulan dia diluar kita ya.”
“Gue pamit ya, dah malam nih.” Alma lalu menuju mobilnya untuk pulang.
Di perjalanan Alma inget sama Jea, rumahnya akan terlewati dari jalan ini menuju rumahnya.
Iseng-iseng dia mau mampir memberi kejutan gak ngabarin dulu. Dia mampir dulu ke resto bawa untuk makan malam berdua, kebetulan sudah lapar.
Alma belum pernah ketemu tanpa janjian tanpa memberi tahu dulu, dia selalu memberi tau apabila mau ke kantor atau ke rumahnya.
“Ahh ini kan mendadak banget, barusan terlintas karena memang akan melewati rumahnya, ada ataupun gak ada, gak masalah.” Batin Alma.
Ketika nyampai rumah Jea, Alma heran, kenapa mobilnya gak dimasukin garasi, hanya di carport, seperti akan pergi lagi. Alma sudah cukup hapal kebiasaan Jea, karena dia sudah berpacaran lebih dari 2 tahun.
Alma turun dari mobil, pintu pagar ga dikunci, begitu juga pintu depan. Alma heran.
“Kok gegabah gini sih Jea, gak di kunci.” Alma masuk pelan-pelan.
“Sepi sekali, bibi kemana yaa” Alma menengok kiri kanan lalu jalan ke dapur. sepi juga.
“Mungkin lagi di kamar.” Alma menuju lantai atas.
Rumah Jea gak besar tapi lumayan untuk pasangan muda cukup nyaman.
Pelan-pelan Alma menuju kamar Jea, samar-samar terdengar suara aneh, Alma mulai degdegan, walau tidak mendengar jelas, Alma ngerti suara itu. Alma ragu untuk melanjutkan membuka kamar, tapi Alma penasaran dan harus yakin apa yang didemgar dengan apa yang dilihat.
Braaaak pintu terbuka.
“Jea… sungguh itu kamu Jea…,” Alma ternganga.. tidak percaya apa yang dilihatnya.
Jea sedang berhubungan badan dengan seorang perempuan.
“Jea, aku gak menyangka. Serendah ini kamu. Tega sekali kamu, semuanya selesai Jea, selesai.” Alma teriak.
Jea meraih apa saja didekatnya untuk menutupi badannya, dia shock banget gak nyangka Alma akan datang ke rumahnya.
Alma langsung berlari menuju mobil. Dia sampai lama nyari kunci. Akhirnya mobil menyala.
Jea langsung memakai celana panjang tanpa atasan lalu lari menyusul Alma.
“Alma…,” Jea menggedor pintu mobil dengan frustasi.
Alma tak menghiraukan langsung melajukan mobil dengan kasar.
Alma terus saja melaju dia bingung mau kemana. Inget ke Jessy. Putar balik kembali ke kost Jessy, dan berusaha tenang walau berurai air mata karena dia tau dia lagi nyupir.
“Sialan kau Ra, kenapa Lu datang ke rumahku, gue selalu nolak kau ajak bercinta kenapa gue tiba-tiba naik. Gue bakal kehilangan dia.” Jea teriak-teriak memaki cewek yang senyum duduk disofa, dengan santai.
“Sudahlah Je, kawin sama gue kenapa ? lu pemain, gue pemain gak ada yang di rugikan.”
“Walau pemain, gue nyari istri yang bener, Dia buat gue sempurna. Gue cinta banget sama dia.
Perlu kau tau setelah pacaran sama dia gak pernah melakukan ini dengan orang lain, kau sialan. Apain gue HHAAAHHH” Jea kalut sekali.
“Dah sana Lu pulang, gue mau ke rumahnya.” Jea bergegas ganti baju lalu ngusir Aura.
“Anterin pulang dulu.”
“Lu datang ke sini sendiri, pulang sana sendiri. Lu bawa sial.” Jea masuk mobil lalu pergi menuju café.
Alma kembali ke kost Jessy, dengan berurai air mata, dengan wajah berantakan mengetuk pintu kamar Jessy.
“Lu kenapa Al,” Jessy kaget melihat Alma seperti ini. Langsung manarik masuk lalu menutup pintu kamar.
Jessy langsung mendekap Alma, karena yakin ada sesuatu sampai Alma seperti ini.
Alma terdiam, Jessy mendudukan Alma lalu ambilkan minum air putih. Jessy tidak mendesak Alma untuk cerita, karena Alma akan bercerita dengan sendirinya kalau sudah siap.
Lama diam akhirnya.
“Aku melihat Jea bercinta dengan perempuan lain dengan mata kepala sendiri, tadi mendadak mampir ke rumahnya gak ngabarin dia.”
Jessy menganga gak percaya, “Seorang Jea, dengan punya wajah innocent gitu, Yaa Tuhan menipu banget. Kau salah kalau bersedih. Harusnya kau berterima kasih pada Tuhan membukanya sebelum kau kawin.”
Alma mengangguk.
“Lu harus syukuran, lu jangan buang-buang air mata buat lelaki kayak gitu Alma.” Jessy memberi semangat pada sahabatnya.
“Ayo kita senang-senang. Lu jangan kelihatan menderita ketemu dia, pokoknya Lu harus kelihatan bahagia. Hari ini boleh sedih boleh meratapi besok harus tersenyum. Ceria. Apalagi di depan si Jea.”
“Bagaimanapun gue cinta banget sama dia Jess, cinta banget, bener-bener merasa dicabut nyawa, gak nyangka, gue percaya banget sama dia.” Alma masih terisak.
“Menangislah kau mau menjerit-jerit juga jangan fikirkan orang lain, lampiaskan kemarahan Elu, nanti lu akan sedikit plong, lalu berhenti jangan lagi tangisi dia.”
“Makasih Jessy lu membuat gue gak terpuruk, gue pasti bangkit, gak mau nyia-nyiakan hidup untuk meratapi laki-laki seperti itu.”
“BAGUS, Lu jangan pulang dulu beberapa hari bilang saja sama adikmu gue kan kecelakaan perlu diurus. Gani kan sudah biasa ngelola café sendiri.”
“Hallo Gani, aku kak Jessy, mau pinjem Alma beberapa hari. kakak belum bisa mandiri nih.” Jessy telpon Gani.
“Ok Kak, cepet sembuh yaa.”
“Makasih Gani, kalau hubungi kak Alma ke ponselku yaa, soalnya tadi jatuh error, harus dibetulkan dulu mati gak bisa hidup.”
“Jea pasti akan nelpon lu, nelpon gue berkali-kali nih gue silent, biarin dia galau seminggu.” Jessy melarang Alma menyalakan ponsel beberapa hari ini sampai Alma kuat menghadapi Jea.
= = = = =
Jea sampai di café milik Alma, kekasihnya tinggal di belakang cafe.
“Kak Alma gak pulang, tadi ke rumah sakit nengok Kak Jessy, dia tertabrak katanya,” Gani langsung menerangkan sebelum ditanya.
“Ok kalau gitu aku ke rumah sakit, dimana rumah sakitnya ?” ucap Jea.
“Rumah sakit Century, Ngomong-ngomong kakak gak lagi sakit kan ? kok kusut gitu ?”
“Aku pergi dulu ya Gani.”
“Ok kak, hati-hati di jalan.”
Jea berusaha menghubungi Alma ponselnya mati. Berusaha menghubungi Jessy, gak diangkat-angkat.
Di bagian informasi nama Jessy ga tercantum di ruang rawat inap. Suster menyuruh ke IGD, barangkali masih di IGD belum masuk rawat inap.
Di IGD betul tercantum nama Jessy, tapi sudah pulang. Jearau akhirnya menuju kost Jessy, ternyata sudah berantakan karena sedang di renovasi.
“Pindah kemana dia,” gumam Jea lelah.
***Bersambung