ADNAN DAN AILEENA | 2

2286 Kata
    Adnan mondar-mandir di dapur. Menyiapkan bahan-bahan yang di perlukan. Mulai dari bumbu-bumbu sampai ayam yang sudah Adnan cuci sampai bersih.     “Haluskan cabe, bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit dan ketumbar,” ucap Adnan sambil membaca catatan yang dia tulis tadi sebelum berangkat ke pasar.     “Kemudian masukkan bumbu yang sudah di haluskan  ke dalam wajan,” ucap Adnan, dia memasukkan bumbu ke dalam wajan yang sudah ia siapkan sedari tadi.     “Tumis bumbu dengan minyak goreng sampai baunya wangi semerbak kayak Aileena,” ucap Adnan.     “Yakali gue tumis bumbu pake air, ngledek ni orang, siapa sih yang nulis?” tanya Adnan sambil terkekeh konyol.     “Kemudian masukkan santan, aduk sampai merata.”     “Masukkan ayam dan tunggu sampai matang.”     “Eh ketinggalan masukkan serei, daun salam dan daun jeruk.”     Adnan menunggu gulai ayamnya dengan suka cita, sesekali dia mengaduk dan mencicipi kuahnya.     “Bodoh banget gue, belum gue kasih garam!” seru Adnan sambil menepuk jidatnya. Adnan melirik jam yang ada di dinding, sudah hampir maghrib tapi belum ada tanda-tanda Aileena akan kembali ke rumah.     “Kalau Aileena nggak nyicipin lo, gue jamin dia akan menyesal seumur hidup,” ucap Adnan, dia menaruh gulai ayamnya di atas meja makan dan bergegas ke lantai atas untuk membersihkan diri. Jika Adnan keduluan sama Aileena masuk kamar mandi, bisa-bisa dia baru mandi besok pagi. Aileena kalau mandi suka lama, Adnan kadang berpikir mungkin kalau keramas Aileena membilas rambutnya helai demi helai agar lebat seperti iklan shampo.     ***     Adnan mendorong pintu kamar dengan hati-hati, sejak pulang kerja Aileena tidak keluar dari kamar. Adnan bahkan sudah dua kali memanaskan gulai ayam yang tadi sore dia masak sepenuh hati untuk Aileena.     “Ai, kamu nggak makan malam?” tanya Adnan. Dia bersadar pada kusen pintu.     “Kamu nggak liat aku lagi ngapain?!” seru Aileena tidak santai. Wanita itu sedang berdiri di atas kursi dan sesekali berjinjit.     “Kamu lagi olahraga?” tanya Adnan dengan polos. Aileena memutar tubuhnya, wanita dengan piyama berwarna cokelat itu berkacak pinggang dan menatap Adnan dengan galak.     “AKU LAGI AMBIL KOPER. KENAPA SIH KAMU PAKE NARUH KOPER AKU DI ATAS KEPALA LEMARI. KESEL NIH AKU, KESEL!” seru Aileena. Adnan terkesiap. Malam ini Adnan semakin yakin, Aileena itu adalah titisan siluman macam betina yang merangkap jadi malaikat kematian.     “Emang kamu mau kemana malam-malam nyari koper? Aku nggak pernah nyuruh kamu angkat kaki dari rumah loh, Ai,” ucap Adnan. Dia berjalan mendekat ke arah Aileena. Membantu wanita itu turun dari kursi walau di tolak Aileena kemudian Adnan mengambil koper Aileena dengan mudah.     “Lama-lama kamu yang aku suruh angkat kaki dari rumah,” ucap Aileena. Dia membuka lemari dan mengeluarkn beberapa pasang baju.     “Maaf, Bu,” ucap Adnan. Dia duduk di sisi kasur sambil memeluk selimutnya yang di belikan oleh Aileena.     “Aku besok berangkat ke Bali untuk seminar selama tiga hari,” ucap Aileena tiba-tiba tanpa menatap kearah Adnan.     “LAGI?!” seru Adnan dengan wajah syok. Baru minggu kemarin Aileena seminar di Bandung dan besok wanita itu dengan santai mengatakan akan berangkat ke Bali? Sungguh Adnan merasa hidupnya semakin hampa.     “Kamu berani teriak di depan aku!” seru Aileena sambil melotot. Adnan meremas selimutnya pelan. Aileena adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang memegang prinsip wanita selalu benar.     “Maaf, Bu,” ucap Adnan. Dia beringsut ke tengah ranjang. Menatap Aileena yang sibuk packing untuk pergi ke Bali.     “Ai.”     “Hm.”     “Kamu kenapa sih selalu tega ninggalin aku di rumah. Kamu pikir enak apa ngobrol sama perabot-perabot yang kamu beli?”     “Emang aku pernah nyuruh kamu ngobrol sama perabot?” tanya Aileena dengan santai. Adnan memasang wajah melas, berharap sekali Aileena membawanya ke pulau dewata, siapa tahu Aileena ingin menyicil honeymoon mereka yang sudah tertunda selama setahun.     “Tolong skincare aku di atas meja,” ucap Aileena. Adnan buru-buru turun dari kasur dan berjalan ke meja rias Aileena. Dia terdiam untuk beberapa saat. Menatap berbagai macam produk kecantikan yang ada di sana.     “Ai,” panggil Adnan.     “Hm.”     “Nggak ada yang mereknya skincare,” ucap Adnan, dia membaca setiap merek dari produk yang ada di sana dengan teliti. Aileena berdecak kesal dan berjalan kearah Adnan.     “Itu aja nggak tahu, pantas aja skripsi kamu nggak di acc dosen. Tahun depan nggak lulus juga. Kamu bayar uang kuliah sendiri,” ucap Aileena. Dia mengambil beberapa benda dengan merek yang sama lalu memasukkannya ke dalam tas kecil.     “Mampus lo! Lo si Nan b**o ! Skincare aja nggak tahu,” maki Adnan pada dirinya sendiri dengan sadis. Aileena hanya menggelengkan kepalanya maklum. Melihat tingkah aneh Adnan bukan lagi hal yang asing untuk Aileena.     “Tolong bawa koper aku ke depan, ya,” ucap Aileena. Dia menurunkan koper dari kasur.     “SIAP LAKSANAKAN BUK!” seru Adnan, dia menyeret koper Aileena sedangkan wanita itu mengikuti Adnan dari belakang.     “Ai, kamu nggak mau makan malam?”     “Aku udah makan malam tadi di kantor,” jawab Aileena, dia duduk bersila di sofa sambil menyalakan televisi. Bibir Adnan melengkung ke bawah. Lagi-lagi dia merasa usahanya sia-sia.     “Kamu jadi beliin pir hijau sama lemon pesenan aku, kan?” tanya Aileena.     “Ada, aku taruh di kulkas,” jawab Adnan.     “Bawa sini pirnya, sama pisau jangan lupa. Terus lemonnya bikin minuman ya, aku lagi mau yang segar-segar,” ucap Aileena. Adnan mengangguk antusias. Dia merasa berguna ketika Aileena meminta tolong padanya.     “Siapp,” ucap Adnan dengan senyum manis.     “Gulanya setengah sendok aja,” ucap Aileena, wanita itu merebahkan tubuhnya di sofa, pekerjaan Aileena semakin lama semakin banyak. Apalagi posisinya sekarang adalah seorang wakil direktur di kantornya. Aileena wanita yang cerdas, Aileena bahkan sudah menyelesaikan S3-nya di usia 25 tahun.     Menikah dengan Adnan adalah musibah, tapi Aileena tidak punya pilihan lain. Bapak Abdilah sudah memohon pada Aileena dan itu adalah satu-satunya kelemahan seorang Aileena Razeta Abdilan. Bapak Abdilan adalah orangtua tunggal sejak Aileena berusia lima tahun. Ibu Aileena meninggal karena kecelakaan mobil. Setelah itu bapak Abdilah hanya mengabdikan hidupnya untuk membesarkan Aileena dengan baik dan bapak Abdilan sangat berhasil.     “Ai, pesenan kamu,” ucap Adnan. Dia meletakkan segelas es lemon dan pir hijau beserta pisaunya di atas meja.     Aileena beranjak duduk sedangkan Adnan memilih duduk di karpet bulu sambil memakan keripik singkong.     Fokus keduanya ke arah televisi yang sedang menampilkan film action favorit Aileena. Adnan kadang berpikir, Aileena galak dan menyeramkan mungkin karena terinspirasi dari film-film yang dia tonton.     “Kamu besok berangkat jam berapa?” tanya Adnan.     “Abis subuh,” jawab Aileena, wanita itu memakan pir hijau dengan santai bahkan terlihat sangat elegan menurut Adnan.     “Mau aku antar?” tanya Adnan.     “Pake motor butut kamu itu? Nggak usah, makasih,” ucap Aileena dengan cuek.     “Ya mau pake apa lagi, mobil kan punya kamu. Aku nggak bisa nyetir,” jawab Adnan dengan jujur. Adnan memang tidak bisa menyetir mobil. Bukan nggak mau bisa, tapi memang nggak punya mobil.     “Yaudah kamu latihan, ntar aku kirim nomor teman yang punya kursus mobil. Selama aku di Bali kamu belajar,” ucap Aileena. Adnan menoleh pada wanita itu.     “Seriusan, Kamu?” tanya Adnan antusias.     “Dari pada kamu terus-terusan kayak orang b**o di rumah,” jawab Aileena.     “Kamu memang yahudd!!” seru Adnan sambil mengangkat dua jempolnya ke arah Aileena. Aileena hanya menatap Adnan dengan wajah datar.     Kemudian keduanya kembali fokus pada film yang sedang tayang. Adnan tanpa sadar sudah menghabiskan setoples keripik singkong sedangkan Aileena sesekali sudah menguap dan tanpa kata dia meninggalkan Adnan sendirian di ruang keluarga.     “Ai, kamu nyesel nggak sih nikah sama aku?” tanya Adnan nyeleneh. Padahal dia sendiri sudah tahu jawabannya. Aileena jelas saja menyesal. Siapa yang mau hidup dengan laki-laki tidak memiliki masa depan seperti dirinya. Adnan bahkan tidak bisa menjamin bisa memberi Aileena makan setiap hari.     “Ai, kamu dengerin aku nggak sih.”     “Ai!” seru Adnan, dia menoleh kesamping dan melotot.     “Yaampun, istri cantik solehah berbakti kepada suami sepanjang masa, kemana?” tanya Adnan dengan wajah dramatis.     Dia melirik jam di dinding. Sudah hampir pukul 12 malam. Adnan membawa gelas dan piring kotor ke dapur setelah mematikan televisi. Dia mencuci semua piring kotor dan memasukkan gulai ayam ke dalam kulkas, siapa tahu besok Aileena mau sarapan gulai ayam.     ***     Aileena sudah berangkat sejak beberapa jam yang lalu. Adnan sibuk dengan rutinitasnya seperti biasa. Pagi ini setelah membersikan tempat tidur, Adnan menyikat kamar mandi kemudian berlanjut membersihkan debu-debu  yang menempel di perabot mahal yang Aileena beli di beberapa negara.     Setelah selesai dengan semua tugasnya sebagai bapak rumah tangga, Adnan berangkat untuk kursus mobil sesuai perintah Aileena sebelum berangkat ke Bali subuh tadi.     “Mas Adnan, ya?” tanya seorang gadis dengan suara lembut dan senyum manis. Adnan mengangguk cepat.     “Duduk dulu, mas,” ucap gadis itu. Dia mempersilahkan Adnan duduk di sofa yang di sediakan di sana.     “Terimakasih, Mbak,” ucap Adnan dangan sopan, dia menyembunyikan tangan di belakang punggung ketika menyadari dia masih memakai cincin pernikahannya dengan Aileena, bisa kiamat kalau Aileena sampai tahu.     “Mas ini siapanya mbak Aileena?” tanya gadis itu. Adnan berpikir mati-matian. Aileena tidak mengatakan apa-apa lagi sebelum berangkat selain kursus menyetir mobil.     “Anu mbak,” jawab Adnan, dia mengusap tengkuknya bingung.     “Emang tadi Aileena bilang saya siapa ke mbak?” tanya Adnan.     “Calon supir pribadi,” jawab gadis itu dengan santai.     “Aileena apa yang kamu lakukan itu jahat!”     “Yaudah samain aja mbak,” jawab Adnan.     “Hah, apanya mas?” tanya gadis itu.     “Saya calon supir pribadi bu Aileena, jadi kapan kursus menyetirnya akan di mulai? Mbak tahu kan, bu Aileena jika marah seperti apa?” tanya Adnan dengan wajah tidak santai.     “Sekarang juga mas, mari ikut saya,” ucap gadis itu. Adnan tersenyum paksa dan mengikuti langkah gadis itu. Pikirannya melayang pada Aileena yang sedang ada di Bali. Adnan tidak tahu dengan siapa Aileena pergi ke sana, Adnan tidak pernah takut Aileena pergi dari sisinya hanya saja kadang  Adnan ragu, bagaimana jika ada orang yang mampu mengerti Aileena lebih dari dirinya dan bisa jauh lebih sabar dari dirinya.     Istriku adalah sumber cuanku: Cincin nikah jangan lupa di pake!! Genit awas kamu!     Maunya apa sih ni orang!     Adnan membaca chat yang dikirim Aileena. Dia buru-buru mengambil cincin di kantong celana. Berulang kali mencari namun Adnan tidak menemukan apa-apa. Wajah Adnan berubah pucat pasi. Namun, beberapa detik kemudian dia mendapatkan benda yang dia cari, menyelip di lipatan saku celananya.     “Alhamdulillah, gue masih di beri umur panjang,” ucap Adnan. Dia cepat-cepat memakai cincin pernikahannya dengan Aileena.     Adnan Alfarizi: Siap, tidak lupa bu     Belajar menyertir mobil tidak semudah yang Adnan bayangkan. Untuk orang yang jarang sekali naik mobil seperti Adnan semuanya terasa asing. Memegang setir mobil saja sudah membuat Adnan gemeteran.     “Yang releks, Mas,” ucap yang bertugas menemani dan mengajari Adnan.     “Saya udah berusaha releks kali, Mas. Tapi nggak bisa. Mas nggak lihat nih tangan saya gemeteran!” seru Adnan tidak santai.     “Mau di coba lagi atau istirahat dulu?”     “Saya mau pulang aja,” jawab Adnan, dia berganti posisi. Sepertinya Adnan memang tidak di takdirkan untuk bisa mengendarai mobil dia tidak peduli lagi. Motor astrea peninggalan kedua oangtuanya memang terbaik dari apapun.     ***     “Ai, aku berhenti aja ya belajar nyetirnya,” ucap Adnan. Dia sudah selesai mandi dan makan. Hari juga sudah malam. Adnan bersantai di teras rumah sambil menunggu jawaban dari orang yang ada diseberang sana namun Aileena tidak kunjung menjawab.     “Ai, kamu belum bayar uang kursus mobilnya, kan?” tanya Adnan hati-hati namun Aileena tidak kunjung bicara.     “Ai.”     “Aileena.”     “Assalamualaikum, Istri.”     “Ai.”     “AILEENAAAA!!” Adnan menatap ponselnya dengan putus asa. Telponnya dan Aileena masih tersambung.     “Kamu, apa?” tanya Aileena. Adnan menghela napas lega, ternyata Aileena masih ada di sana.     “Aku berhenti ya belajar nyetirnya,” ucap Adnan pelan.     “Aku udah bayar kursusnya selama sebulan dan kamu bilang mau berhenti?!” suara Aileena meninggi. Adnan menjauhkan ponsel dari telinga dan mengusap telinganya pelan.     “Aku kayaknya nggak akan bisa nyetir dan kayaknya aku memang nggak berbakat jadi orang kaya,” keluh Adnan. Bayangan mengerikan saat dia belajar menyetir mobil berputar dalam benaknya. Sangat menyeramkan bagi Adnan.     “Pokoknya sebulan ini kamu harus datang ke tempat kursus dan harus bisa bawa mobil. Aku nggak mau rugi. Kamu pikir nyari uang itu gampang?!”     Adnan meneguk air ludahnya, menatap bunga-bunga yang dia rawat sepenuh hati, “Ai,” ucap Adnan masih mencoba membujuk Aileena.     “Nggak ada perubahan apapun. Kamu harus kursus sampai bisa! Aku tutup telponnya. Aku ada meeting,” ucap Aileena.     “Semalam ini?” tanya Adnan.     “Memang ada larangan untuk meeting di malam hari?”     “Enggak ada, Ai.”     “Yaudah, awas kalau aku sampai dapat laporan kamu nggak berangkat kursus. Aku gantung kamu!”     “Siap, Bu, siap,”     Telpon itu langsung terputus, Adnan masuk ke dalam rumah. Aileena tidak akan pernah bisa terkalahkan. Adnan kadang merasa tidak berguna, kadang dia juga merasa tidak pantas berada di sisi Aileena namun Adnan tidak memiliki pilihan lain, Aileena adalah orang baik yang mau menerima Adnan. Aileena memberi Adnan tempat tinggal yang nyaman, uang yang cukup tapi itu tidak cukup untuk Adnan, dia juga ingin menjadi orang yang berguna untuk wanita super itu.     “Ah, gue berasa jadi manusia beneran kalau mikir-mikir berat kayak gini,” keluh Adnan. “Mari kita tutup hari ini dengan senyuman dan tidur yang nyenyak supaya hari esok akan semakin semarak,” ucap Adnan. Dia memastikan seluruh pintu dan jendela terkunci dengan benar kemudian mematikan seluruh lampu ruangan dan begegas ke lantai atas. Beranjak tidur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN