bc

MAGIC HOME

book_age18+
12
IKUTI
1K
BACA
HE
age gap
stepfather
heir/heiress
drama
sweet
mystery
loser
lucky dog
like
intro-logo
Uraian

Kehangatan di dalam rumah, merupakan impian bagi semua orang. Tapi apa daya, jika dua orang yang seharusnya bisa membuat rumah menjadi hangat, malah menjadikan neraka bagi orang di dalamnya?

"Terus, lanjutin Papi sama Mami berantemnya. Ayo, sekalian aja ambil pisau terus bunuh-bunuhan! Clara muak di rumah ini!" ucap seorang wanita diakhir menggeprak mejs makan.

Dua orang yang dipanggil mami dan papi oleh wanita tadi hanya terdiam di tempat.

Terdengar langkah kaki mendekati keduanya, "Kalian boleh berantem, adu mulut atau main pisau, asalkan jangan di depan Clara. Mami sama Papi udah kelewatan," kepalanya menoleh ke belakang yang ternyata ada seorang pria lagi yang terdiam di tempat.

"Hes, ajak Adek ke mobil. Gue tunggu di mobil!"

"Bang, kamu mau ke mana?" tanya seorang wanita yang berjalan kearahnya.

Yoovan menghempaskan tangan wanita itu, "Yoovan bawa adek-adek Yoovan keluar dari neraka dunia ini!"

Akankah mereka bertiga akan menemukan 'RUMAH' seperti yang mereka impikan?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bahagia?
Seorang perempuan dengan riang menuruni tangga satu persatu, berharap dirinya tengah di tunggu di ruang makan. Nyatanya harapan hanyalah sebuah harapan. Dirinya berharap akan ada empat orang yang menunggunya di meja makan, tapi hanya ada seorang saja. "Kok sepi Mas?" tanya Clara seraya menarik kursi yang biasa dia gunakan di meja makan. Mahes mengedikkan kedua bahunya, "Mas juga baru keluar kamar." "Bang Yoo mana? Masih bobo?" "Tadi subuh dia wa katanya masih di studio." Clara mengangguk paham. Mewajarkan jika abang pertamanya yang jarang pulang, lebih suka bermalam di studionya. "Mami Papi?" "Nih makan," bukannya menjawab Mahes malah memberikan roti yang sudah dia olesi slai strawberry kesukaan sang adik. Tanpa menaruh rasa curiga, Clara menyantap roti pemberian Mahes. "Mas antar kamu ke kampus, nanti baliknya sama Jeo ya?" "Ke markas akunya?" Mahes mengangguk, kepalanya menoleh ke adiknya, "Iya. Gak papakan?" tangannya terulur mengelap sisa slai yang menempel di ujung bibir Clara lalu di elapnya ke tisu yang baru dia ambil. "Gak papa dong. Malah aku mau nginep, boleh? Udah lama ngga nginep di markas." "Boleh." "YES," sorak Clara senang tanpa ada beban. Mahes ikut tersenyum. Untuk saat ini sampai ke depannya hang Mahes harapkan hanyalah kebahagiaan adiknya. Dia tidak mau, senyum dan keceriaan itu luntur begitu saja ketika mengetahui sebuah fakta yang belum bisa dirinya ungkap di depan sang adik. "Udah?" tanya Mahes ketika melirik Clara sudah menenggak s**u yang dia buatkan tadi. Clara mengangguk, "Udah. Yuk," Clara meraih tasnya lalu dia sampirkan di bahunya dan berjalan mendahului masnya. Selesaikan mengunci pintu rumah, Mahes menyempatkan diri membuka pesan dari abangnya. Bang Yoo Glk Lu uda berangkat sama adek? Me Ini mau berangkat Bang. Bang Yoo Glk Oke, amankan? Me Alhamdulillah aman. Bang Yoo Glk Oke, gue percaya sama lu. Me Oke. Mahes kembali memasukkan ponselnya. Sebelum kembali melangkah ke mobil, yang mana di dalamnya sudah ada Clara, Mahes menghela nafas kasarnya. Raut wajahnya harus dia tampilkan seperti biasa, jangan seperti tengah menyembunyikan sesuatu. Pasalnya adiknya itu perasa, dan gampang mengetahui apa yang ada di sekitarnya. "Mas di kafe sampai jam berapa?" "Hm, belum tahu," Mahese menoleh sejenak, "Kenapa?" Clara menggeleng, "Balik ngampus aku boleh ke studio sama Jeo?" "Ya kalo Mas mah boleh-boleh aja. Tanya langsung dong sama yang punya studio." "Takut gang—" Baru saja dirinya membicarakan abang pertamanya, ponselnya langsung berdering dan menampilkan nama sang abang. "Bang Yoo Mas." Tanpa menunggu, Clara langsung mengangkat panggilannya. "Good morning Adek." "Morning Abang," balas Clara disertai senyum termanisnya yang selalu dia tunjukkan di depan abangnya. "Adek sarapan apa pagi ini?" Clara menoleh ke masnya yang tengah fokus mengemudi, lalu kembali menatap ke depan. "Di buatin roti sama Mas Mahes Bang. Abang sendiri?" "Syukurlah, Adek kalo butuh sesuatu, telfon Abang ya. Ini baru mau beli nasi uduk." "Iya, Adek belum butuh apa-apa Bang." "Ya udah, Hati-hati ya. Bilangin Mahes bawa mobilnya pelan-pelan aja, bawa princess soalnya." Mahes yang mendengar perkataan abangnya hanya bisa memutar kedua bola matanya jengah. Abangnya itu memang protektif ke Clara. Tapi masih dalam batas wajar. Clara terkikik melihat ekspresi balasan dari Mahes, "Oh iya Bang." "Kenapa Dek?" "Balik ngampus nanti aku kan sama Jeo ke markas. Mau mampir studio Abang, boleh?" "Boleh dong, nanti kamu sama Jeo makan siang di sini aja sama Abang." "Gue Bang gue," merasa tak terima dirinya tidak disebutkan, Mahes langsung menyebut dirinya sendiri. "Bilangin udah gede gitu." Sebelum menyampaikan, Clara terkekeh sejenak, lalu kepalanya menoleh ke Mahes, "Katanya udah gede gitu." "Ck, pilih kasih," gumamnya yang masih bisa Clara dengar. "Doi ngambek Bang." "Ck, elah bocah banget. Bilangin, gue kasih mentahnya aja." Clara memang sudah mengatur suaranya dengan louds speaker, jadi Mahes bisa mendengar apa yang Yoovan katakan. Senyum lebar langsung terbit di wajah Mahes, "Gitu dong. Menjunjung tinggi keadilan." "Yaudah, Abang mau lanjut garap lagu lagi ya Dek. Kamu hati-hati di kampus." "Iya Abang, Abang jangan lupa sarapan ya." "Iya sayang, Abang tutup ya? Bye." "Bye Abang." Clara kembali memasukkan ponselnya ke dalam tote bag yang dia bawa. Sepanjang perjalanan menuju kampus, ada saja yang mereka perbincangkan. Semua topik mengalir begitu saja dari keduanya. Berbeda jika Clara jalan dengan abang pertamanya, hanya kesunyian yang ada. Mungkin kalau ada jangkrik, maka hanya suara jangkrik yang terdengar. **** "Gimana Yo? Pipi mimi ada kabar?" tanya seorang pria yang tengah menemani Yoovan di studionya. Yoovan menggeleng lemah, "Belum dapet kabar apa-apa lagi Mas. Padahal kemarin mereka masih di rumah, ya walaupun saling diem sih." "Clara tahu?" Yoovan menggeleng lagi, "Untuk saat ini, jangan dulu Mas. Lu tahu sendiri, dia anaknya deket banget sama mimi pipi. Pasti kaget banget tahu kabar ini." Pria yang bernama Varo mengangguk setuju, tangannya menepuk bahu Yoovan, "Yaudah, gue numpang mandi ya. Ya masa gue ngantor bau alkohol." Yoovan hanya menjawab dengan anggukan saja, toh para saudaranya sudah tahu seluk belum studionya jadi tidak perlu dia antarkan lagi. Semalam dirinya memang tidak pulang ke rumah, padahal tidak ada lagu yang tengah dia garap minggu ini. Bukan tidak ada, tapi lebih tepatnya mengosongkan jadwal di minggu ini. Minggu ini memang sangat sangat fantastis bagi Yoovan. Masalah satu persatu datang menghampiri dirinya. Dia fikir, dia kuat menanggung semuanya sendiri. Tapi semalam dia merasa tidak kuat dan membutuhkan seseorang untuk dijadikannya tempat curhat. Tidak lain dan tidak bukan yang dia tuju adalah sepupunya sendiri yang memang dekat dengannya. Berhubung mereka berdua yang paling tua di keluarga besar, jadi Yoovan menjadikan Varo tempat keluh kesahnya. Jangan sampai Clara tahu kalau semalam dirinya tidak baik-baik saja. Belum waktunya Clara tahu tentang ini. Entah sampai kapan, Yoovan pun tidak tahu. Mengingat adiknya, Yoovang langsung meraih ponselnya yang tidak jauh darinya dan langsung menekan tombol panggil. "Good morning Adek." Begitu mendapatkan balasan senyuman sang adik, hati Yoovan langsung tersenyuh. Senyum yang membuatnya semangat menjalani apapun. Katakanlah dirinya berlebihan, tapi memang sepenting itu pengaruh Clara ke dirinya. Yoovan sayang dengan kedua adiknya, tidak ada yang dia bedakan. Hanya saja, ke Clara perlakuannya memang agak di specialkan. Pasalnya dulu Yoovan lah yang sangat menunggu kehadiran adik perempuan. Begitu hadir, dirinya berjanji untuk memberikan apapun ke adiknya, walaupun itu dunianya sendiri. Tepat ketika panggilan terputus, Varo keluar dari arah kamar mandi dengan pakaian kerjanya yang sudah rapih. "Mau langsung ngantor Mas?" "Iyalah, ngga mau gue di cap bos yang makan gaji buta," celoteh Varo membuat Yoovan terkekeh. Padahal kantor itu punya kakek mereka dan Varolah yang diutus untuk meneruskan ke depannya. "Thanks ya Mas semalem mau nemenin gue minum," ucap Yoovan. Varo menepuk bahu Yoovan, "Santai Yoo. Kalo ada apa-apa, call gue aja ya. Jangan sungkan." Yoovan menanggapi dengan senyumannya, "Iya Mas." Sebelum dia membersihkan badannya, Yoovan mengantarkan Varo sampai ke depan pintu masuk studionya. "Yaudah, gue ngantor dulu ya. Btw, Clara mau ke markas hari ini?" Yoovan mengangguk, "Iya gue nyuruh si Mahes tadi bilangin ke si adek." Varo menganggukkan kepalanya, "Bagus deh. Setidaknya di markas ada yang lain buat ngehibur adek." Yoovan ikut mengangguk, "Iya Mas." Setelah melihat mobil Varo keluar dari parkiran studionya, barulah Yoovan masuk ke dalamdalamk membereskan kekacauan yang semalam dan tentunya membersihkan dirinya juga.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Alia

read
4.4K
bc

OM JUAN

read
44.0K
bc

Best Partner

read
7.6K
bc

Nona-ku Canduku

read
24.0K
bc

Mengandung Anak Tuan Arvind

read
24.7K
bc

AFFAIR

read
7.8K
bc

Monochrome Romance

read
1.4K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook