Kebosanan mencengkeram Lopita. Hari-harinya terperangkap dalam sangkar emas rumah ini, tak diizinkan pergi ke mana pun. Memang, kediaman ini begitu megah, menjulang dengan kemewahan yang membutakan mata, seolah seluruh dunia terangkum di dalamnya. Namun, yang Lopita butuhkan adalah udara bebas, tawa orang lain, dan interaksi sosial, bukan hanya bayangan dirinya di cermin atau percakapan terbatas dengan para pelayan atau Ricard yang bertanggung jawab atas setiap sudut rumah. Sesekali, ia berdiri di depan cermin besar, mengamati perubahan tubuhnya yang tak terhindarkan, terutama perut yang mulai membuncit dengan jelas. Seketika, gelombang jijik melandanya, sebuah sumpah serapah tak terucap pada dirinya sendiri dan rahim yang kini menjadi penjara barunya. Dengan tatapan jijik yang tak bisa

