bc

Wanita Incaran Miliarder Yang Hilang

book_age18+
44
IKUTI
1K
BACA
HE
stepfather
heir/heiress
blue collar
bxg
kicking
love at the first sight
like
intro-logo
Uraian

Biarkan takdir menuntunmu.

Kekayaan bukan segalanya. Karena alasan itu pulalah, Collins Grow, seorang anak miliarder kabur dari rumah. Gara-gara sebuah tasbih, ia berkenalan dengan wanita cantik nan buta bernama Aida Dewi. Collins jatuh cinta pada Aida pada pandangan pertama. Namun profesi Aida sebagai ustadzah sempat membuat ia ragu. Ketika mereka mulai dekat, sebuah masa lalu membuat mereka kembali terpisahkan.

Dapatkah tasbih itu mempersatukan mereka kembali? Bisakah Collins mendapatkan kebahagiaannya sementara sang ibu tiri masih mengintainya? Kawal terus cerita ini agar tak penasaran.

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Perdebatan
Seorang pria muda tergesa-gesa keluar lift. Di belakangnya ikut sepuluh orang pria berjas hitam. Pria muda berwajah tampan ini bergegas memasuki ruang direksi. Sang sekretaris tentu saja tak bisa mencegahnya karena pria berwajah asia itu adalah anak pemilik perusahaan. Para pria yang mengikutinya menunggu di luar. "Dad!" Seorang pria bule paruh baya yang tengah duduk di kursi direksi, hanya mengangkat sedikit kepalanya kemudian menegakkan punggung. Ia melipat kedua tangannya di dadda dengan wajah tenang. "Apa?" "Tolong, kurangi bodyguard-nya. Aku tak nyaman ...," pinta Collins yang berdiri di depan sang ayah dengan hanya terpisah sebuah meja. Ia tampak kesal. "'Kan biasanya juga sepuluh." "Dad, kau mengganti bodyguard yang kemarin 'kan?" "Itu salahmu. Kenapa tiba-tiba kau mencoba kabur lagi setelah lima tahun?" Hardyn mengucapkannya dengan tak acuh. Pria ini ayah kandung Collins, hanya bedanya, gen ibu Collins yang keturunan Indonesia-Jepang lebih kuat pada Collins sehingga Collins berwajah Asia. Collins adalah anak satu-satunya dari istrinya yang terdahulu. Eksekutif muda itu menggaruk-garukkan kepalanya karena kali ini sang ayah mengganti bodyguard-nya dengan yang lebih berpengalaman. Mereka memantau gerak-gerik Collins dan membatasi ruang geraknya. Untuk pergi ke manapun, mereka selalu ada di sekitar dan menyebar. Sepertinya bodyguard ayahnya yang disewa kali ini benar-benar profesional. "Dad!" Collins menghela napas kasar dan menghempas bokkongnya pada kursi di belakang. Ia terdiam sejenak. "Bisakah aku tinggal di apartemen?" Collins memberi pilihan. Pria bule itu menatap anak kesayangannya. Anak satu-satunya peninggalan dari almarhum istri tercintanya. "Untuk apa? Kau mau kabur lagi? Apa sih yang ada di pikiranmu? Apa yang salah dengan Miranda sampai kamu tak bisa sedikit akrab dengannya?" 'Akrab? Heh!' Collins menepis rambutnya yang sedikit gondrong ke samping. Rambutnya sedikit berombak, satu-satunya yang mirip dengan sang ayah, hanya Hardyn berambut sedikit coklat. Satu hal yang tak pernah ayahnya tahu bahwa saat pertama kali Miranda bekerja sebagai sekretaris ayahnya tujuh tahun lalu, wanita itu pernah menggoda Collins. Collins yang saat itu masih SMA, jelas menolaknya. Sejak Miranda jadi ibu tiri, wanita itu sudah membunyikan genderang perang untuknya. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu, tapi Miranda selalu sok kuasa. Collins yang dari awal memang tak suka, semakin terpojok karena sang ayah melindungi wanita ini, dan sialnya, Miranda selalu bersikap manis di depan Hardyn. "Dad, tolong. Aku sudah dewasa. Aku butuh privasi." Collins berusaha mencari cara aman agar bisa terhindar dari konflik. Bertemu Miranda berarti konflik. Hardyn mencondongkan tubuhnya ke depan. Hanya dengan sorot mata elangnya yang menatap ke arah Collins, orang akan merasakan aura penguasanya yang kuat. Aura seorang miliarder yang tak bisa terbantahkan. "Kenapa harus apartemen? Kau punya keluarga dan punya ibu yang menunggumu di rumah. Kau bahkan tak peduli pada adikmu, Nero. Kenapa? Kenapa kau berubah, Collins?" Rahangnya yang terbalut rambut halus, terlihat tegas. Collins merapatkan geraham kuat-kuat. Ya, kepergiannya ke Inggris bukan keinginannya. Itu karena sang ayah membuangnya ke sana. Begitulah yang ia ingat tentang kejadian lima tahun yang lalu. Sang ibu Aiko Aibara meninggal akibat sakit parah dan beberapa bulan kemudian sang ayah menikah lagi dengan Miranda karena wanita itu terlanjur hamil. Collins yang kecewa pergi mabuk-mabukan di sebuah bar. Fatalnya, ia memaksa pulang dengan mengendarai mobil miliknya. Kecelakaan itu tak terhindarkan dan memakan korban, sehingga Collins diungsikan ke Inggris demi menghindari berita yang sudah santer di media. Namun Collins menanggapinya lain. Ia menganggap sang ayah lebih memilih ibu tirinya dibanding dirinya. Kali ini ia merasa dituduh. Bukankah ayahnya yang selama ini berubah, bukan dirinya? Ia sudah mengkhianati sang ibu, dan kini sang ayah menganggapnya berubah? Ya, anggap saja begitu. Collins sudah tak lagi mempercayai ayahnya seperti dulu. "Dad, kalau aku sudah berbeda, kenapa ...." "Daddy tidak ingin mendengarkan alasanmu! Kau tidak diizinkan tinggal di luar. Beradaptasilah dengan Miranda dan kenali adikmu, Nero." Percakapan itu selesai. Pria itu menyelesaikan dengan dingin. Tak ada lagi yang bisa Collins bicarakan. Pria itu kembali menekuni berkas-berkas yang ada di atas meja tanpa mempedulikan keberadaan Collins di sana. Begitulah cara ia menyelesaikan perdebatan dengan Collins. "Dad ...." Collins kesal. Kepalanya selalu pusing bila harus pulang ke rumah. Namun bila sang ayah sudah bicara seperti itu, ia sudah tidak bisa membantahnya. Ia harus kembali ke tempat kerja karena segala sesuatu telah diputuskan. Sengaja Collins berdiri dengan cepat sehingga kursinya sedikit bergeser, meninggalkan suara derit yang mengganggu. Hardyn bisa merasakan Collins tengah menahan amarahnya. Ia juga tengah bertahan untuk tidak menoleh hingga Collins keluar dari ruangan itu. "Hufh ...." Hardyn membebaskan diri dengan menegakkan tubuhnya. Sebentar ia menggerakkan kursi sedikit berputar. Betapa sulit posisinya kali ini. Bukan keinginannya menikahi Miranda tapi wanita itu ada saat ia mabuk. Saat ia rapuh kehilangan istri tercintanya dan ia berusaha menembusnya dengan menikahi sekretarisnya itu. Apakah tindakannya salah? Padahal tak ada cinta di antara mereka. Ia hanya kasihan pada Miranda. "Hah ...." Pria itu menyandarkan punggung dan mengusap rambutnya ke belakang. Ia bertindak seperti itu juga agar Collins punya ibu dan betah di rumah, tapi ternyata perkiraannya salah. **** "Mencoba kabur lagi ya." Collins yang baru masuk ke dalam rumah mendapat sambutan yang menjengkelkan. Ia melirik wanita yang ada di meja makan. Wanita cantik itu nampak sinis sambil menikmati makan malamnya. Entah kenapa wanita itu selalu mengganggunya setiap ia ada di rumah. "Maaf, urus saja urusanmu sendiri," sahut Collins dingin. Ia bergerak ke arah kamar dan bertemu adiknya Nero, seorang bocah laki-laki yang tengah bermain sepeda roda tiga. Dengan kedua tangan terangkat dan jari dilengkungkan, ia menakut-nakuti adiknya. "Heh!" ucapnya dengan mimik seram. Nero kaget dan ketakutan. Bocah tiga tahun itu segera berdiri dan berlari meninggalkan sepedanya ke arah sang ibu. "Mama!" Collins puas. Ia telah melampiaskan rasa kesalnya pada sang adik hingga melangkah santai ke arah kamar. Baru saja ia masuk, seseorang datang dan tanpa bicara apa-apa, melayangkan tamparan keras ke arah rahangnya. Terasa panas dan nyeri. Ia tahu siapa yang melakukannya. "Kau pikir kau siapa? Raja di sini, hah? Aku ibumu di sini, tolong hargai aku!" Collins menelan ludahnya agar bisa melewati kerongkongan. Tidak ada kata yang keluar hingga wanita itu pergi. Wanita yang sok kuasa. Kenapa sang ayah memelihara singa ini di dalam rumahnya? Kenapa sang ibu tidak membawanya saja pergi saat itu hingga ia tak sebingung ini hidup di dalam keluarganya sendiri? Seketika kedua matanya berembun karena tak tahan. **** Setelah perdebatan sengit dengan bodyguard-nya, Collins akhirnya bisa mendatangi sebuah bar. Ia kini memandangi segelas bir di hadapan. Ketika pikirannya buntu ia selalu mendatangi bar, tapi ia tak lagi bisa minum-minum seperti dulu. Collins bukan penggemar minum minuman keras, tapi ia pernah mencobanya. Kedua kalinya saat ia stres sang ayah menikah lagi. Saat itulah semuanya berakhir. Kecelakaan itu menyebabkan ia takut minum minuman beralkohol. Kali ini pun sama. Ia hanya bisa memandangi tapi tak sanggup meminumnya. Bayangan kecelakaan itu kembali datang. Padahal Collins tengah stres, tapi trauma kecelakaan itu lebih kuat sehingga ia tak mampu meminumnya. Sebenarnya, bila diingat-ingat, ia bahkan tak tahu apa yang terjadi waktu itu. Tau-tau ia sudah berada di rumah sakit dengan kepala diperban. Collins bangkit. Keberadaannya di sana tidak memberinya sedikit pun kelegaan. Pikirannya masih kacau. Ketika Collins pergi ke toilet, ia melihat ada pintu belakang yang dilewati pegawai bar. Sebuah ide muncul. Setelah keluar dari toilet, ia bergegas keluar lewat pintu belakang. "Ah! Hei!" Bersambung ....

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.9K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook