Membobol Rumah

1014 Kata
“Mudah saja.” Katarina langsung turun dari atas motor lalu memindai di mana saja kamera CCTV berada. Ia memejamkan mata lalu menggunakan dedaunan yang berserakan di tanah untuk menutupi lensa kamera. Tristan menyalakan air keran di sebuah halaman rumah, air membasahi tanah halaman yang ditanami bunga, ia mengangkat sedikit lumpur untuk melapisi daun kering yang menutupi kamera itu. “Sempurna,” gumam Katarina setelah ia membuka matanya lagi. “Jangan lupa untuk membersihkannya ketika kau akan pergi.” Tristan berpesan, ia masih duduk di atas motornya. Ia sengaja hanya menonton saja di sana, ingin melihatnya seberapa baik kemampuan yang Katarina miliki. “Bisa jadi masalah apabila ada manusia biasa yang tahu.” “Tentu. Em ... apa ini sudah semua?” tanya Katarina yang merasa ragu apakah ia sudah mengurus semua kamera yang ada. Tristan mengalihkan pandangan ke sekitar, ia kemudian menjawab. “Perhatikan baik-baik, jangan sampai ada kamera yang luput.” “Bantu aku mencarinya.” Katarina membalas sambil memfokuskan pandangannya berusaha mencari keberadaan kamera lain yang mungkin saja masih tersisa. “Menyusahkan,” ketus Tristan, meski begitu ia tetap turun dari motornya lalu melakukan pencarian membantu Katarina. Keduanya mencari sisa kamera CCTV yang mungkin saja terlewat, tapi setelah setengah menit melakukan pencarian, mereka tidak menemukan ada yang masih belum terhalangi. Sejauh yang mereka lihat, tidak ada kamera yang tersisa sehingga mereka bisa aman dalam bergerak. “Sepertinya sudah aman. Apabila kita tidak melihat ada kamera yang tersisa, maka anggap saja itu nasib sial.” Tristan berucap agak acuh tak acuh. Ia tidak terlalu memedulikan ketika ada kemungkinan kamera yang merekam keberadaan mereka di sana. “Kata-kata yang bagus.” Katarina membalas dengan nada ejekan. “Itu bukankah akan membahayakan kita?” “Kau, bukan kita, seharusnya aku masih aman di sini.” “Menyebalkan.” Setelah merasa yakin sudah tidak ada kamera yang tersisa, maka Katarina berjalan memasuki halaman rumah. Sebenarnya tidak langsung masuk begitu saja, ada pagar besi tinggi yang menghalangi jalan, tapi dengan kekuatan telekinesis Katarina, ia bisa begitu mudah membuka kunci pagar lalu mendorong pagar terbuka. “Kau yakin memilih rumah ini?” tanya Tristan yang berjalan menyusulnya. “Ya, apa ada masalah?” tanya Katarina yang menoleh ke samping ketika Tristan ada di samping kanannya di mana keduanya sudah berada di teras. “Kupikir ini sudah cocok dan aku menyukainya.” “Tidak ada. Lupakan.” Pria itu menggeleng pelan menyertai kalimat nya. Katarina yang tak peduli lanjut berjalan menuju pintu ganda yang tentunya terkunci rapat. Ia tidak memperhatikan sekitar karena merasa keadaan baik-baik saja dan sudah tidak ada kamera yang akan merekam dirinya. Tristan berjalan menyusul sambil berjalan santai. Ketika mereka berada di teras, Katarina memeriksa pintu terkunci itu. “Kunci biasa, tapi pintunya membang cukup tebal.” “Ini kunci yang bagus, didobrak mobil pun belum tentu akan terbuka.” Tristan bertutur menjelaskan seberapa baik keadaan pintu dan penguncinya. Katarina bertolak pinggang ketika ia masih memperhatikan pintu itu. “Yah, itu keren. Keamanan memang harus seperti itu, sayangnya ada beberapa hal yang tidak akan berguna di depan esper. Dan ini adalah salah satunya.” Ia berucap sedikit agak angkuh karena membanggakan mengenai statusnya sebagai seorang manusia yang memiliki suatu kemampuan dan kekuatan, sosok manusia yang biasa di sehat sebagai esper. “Bisa membukanya?” tanya Tristan seperti menantang. “Ini adalah mainanku sejak aku balita, jangan mengejekku.” Katarina bergumam pelan membuat Tristan terkekeh. “Itu bagus, jangan sampai ada yang rusak.” Tristan berpesan. “Tentu saja, aku bisa melakukannya secara hati.” “Oke, tunjukkan padaku.” “Diam di sana dan tonton aksiku.” “Aku tidak akan ke mana-mana, tidak akan membantumu juga.” “Aku juga tidak butuh bantuanmu.” Katarina menyentuh gagang pintu menggunakan dua tangan, secara perlahan ia membuka pintu secara hati-hati, hanya perlu menunggu beberapa detik sebelum kemudian terdengar suara-suara selot yang terbuka. Katarina mendorong pintu yang sudah tak terkunci lagi u tuk terbuka. “Woah, aku tak menyangka kau bisa melakukannya.” Tristan bergumam, ia tampak terkesan dengan apa yang Katarina lakukan. “Sudah kubilang ini adalah mainanku.” Katarima membalas dengan senyum angkuh. “Aku percaya kau bisa melakukannya.” Tristan membalas, ia kemudian memandang sekitar selama beberapa detik, sama halnya seperti yang Katarina lakukan, mereka menyisirkan pandanhan memperhatikan ruang tengah yang cukup luas dan tertata rapi. “Ini rumah yang lumayan bagus dan nyaman. Pilihanmu tepat.” Trs utan berbicara sambil pasang matanya masih memperhatikan sekitar. “Sudah kubilang aku suka rumah ini.” Setelah beberapa detik mereka memperhatikan ruang tengah itu, Tristan yang merasa bahwa permintaan Katarina sudah terpenuhi, maka ia akan segera pergi untuk mengurus kehidupannya. “Kau mau ber keliling atau semacamnya silakan lakukan, aku akan pergi karena ada urusan lain.” “Oh, jadi, kau memang sungguhan ada urusan lain?” tanya Katarina yang ingat kembali dengan alibi yang pria itu katakan ketika berpisah dengan Lindsay dan Leslie. “Seperti itulah. Ada beberapa hal yang harus kukerjakan di kota ini.” Tristan angkat tangan. Ia sudah jelas tidak ingin mengatakan apa yang menjadi urusannya pada Katarina. Gadis itu juga tampak tidak tertarik dengan apa pun yang ingin pria itu lakukan. “Oh, oke. Aku akan baik-baik saja di sini.” “Nah, ini menjadi milikmu sekarang. Tugasku sudah selesai.” Ya.” “Kalau begitu aku akan pergi, selamat tinggal.” Tristan yang tidak memiliki urusan lebih lama lagi di sana segera berpamitan ia berjalan pergi meninggalkan gadis itu di sana. “Hei, terima kasih!” seru Katarina sambil memandang kepergiannya. “Tak usah dipikirkan. Untuk pekerjaan, kau bisa terima saja ajakan perempuan tadi, mungkin kau akan merasa cocok di sana. Tapi terserah padamu, yang jelas, di kota ini tidak terlalu banyak pekerjaan tersedia untuk anak sekolah, apalagi ketika waktu liburan.” Tristan memberikan beberapa saran pada Katarina, sebagai sesama esper yang tinggal di kota, pria itu berbuat cukup baik pada Katarina yang baru dirinya kenali. “Oh, oke. Terima kasih atas sarannya. Selamat tinggal.” Katarina membalas. “Jangan merindukanku.” Tristan tersenyum jahil sambil berjalan mundur. Perkataan nya membuat Katarina sedikit tersenyum. “Kau terlalu percaya diri.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN