Berjalan di Hutan

1143 Kata
“Jalan apa ini? Apa mungkin ini adalah jalan pintas?” Ia bergumam pada dirinya sendiri. “Jika tak salah, jalan utama di sekitar sini memang berliku dan agak memutar. Mungkin saja ini memang jalan pintas.” Selama beberapa detik lamanya ia memikirkan hal itu lalu ia langsung angkat bahu tak peduli. “Apa salahnya dicoba? Keadaanku tak mungkin lebih buruk lagi hanya karena melewati jalan ini.” Karena ketidakpedulian itu, Katarina memutuskan untuk mengambil langkah memasuki hutan dengan menyusuri jalan itu. Ia memiliki kekuatan super, ia memiliki keberanian, apa yang dirinya takutkan? Tidak ada hal buruk lain yang akan menimpanya selain berhasil ditangkap oleh para pengejarnya. Sebenarnya Katarina sudah lelah, ia ingin istirahat dan sangat menginginkan mengisi ulang tenaga. Tapi hal-hal itu harus dikesampingkan, ia tidak boleh berdiam diri di sana dalam waktu yang lama, bisa-bisa dirinya mudah ditemukan dan akan ditangkap lagi. Berita mengenai dirinya yang melarikan diri lagi tidak akan terlalu lama terdengar oleh pihak pengejarnya. Inilah yang menjadikan alasan utama ia harus bergerak. Jalanan hutan itu terlihat begitu bersih, ini adalah tanda bahwa rute ini sering dilalui oleh manusia, bahkan ia melihat terdapat jejak roda sepeda motor. Suara binatang malam menemani langkah kakinya, tidak ada suara makhluk lain yang menyertainya. Tanah kering menimbulkan suara ketika ia menginjaknya, angin berembus pelan menerpanya. Katarina merasa bahwa situasinya sekarang terasa agak damai dan tenteram. Selama pelariannya, yang dirinya rasakan selalu berupa ketegangan. “Sepinya. Ini benar-benar nyaman.” Katarina menyorotkan senternya ke sekitar, ia hanya melihat pohon-pohon saja, sementara hewan malam yang berada di sekitar sana tidak sedikit pun ia dapati keberadaannya, hanya suara-suara saja yang dapat dirinya dengar. Ketika sudah menyusuri jalan cukup lama, ia berakhir melintasi hutan tatkala di ujung depan sana terdapat jurang yang memisahkan tempatnya berada dengan seberang. Untunglah di sana terdapat jembatan yang terbuat dari kayu berikatkan tali tambang besar. Akar-akar pohon yang mencuat juga sebagian kecil melilit tiang penyangga jembatan itu. Tanpa ragu sama sekali, Katarina berjalan menuju jembatan sana. “Tampak jauh lebih lebar dari yang kuduga.” Itulah yang Katarina katakan tatkala ia sudah tiba di depan jembatan. Ia berhenti melangkah tepat dua langkah di ujung pijakan kayu jembatan itu. Tangan yang memegang senter itu ia gerakan ke depan, sengaja menyoroti daerah jembatan itu. Tentu saja Katarina tidak langsung melintas seenaknya begitu saja, ia harus memeriksa seberapa kuat dan seberapa baik kondisi jembatan itu. Maka dari itulah ia menyorotkan cahaya senternya ke sekitar jembatan. “Kayu penyangga dalam keadaan baik.” Ia bergumam sambil mengetuk kayu tiang yang besar itu. Lalu tangannya mencengkeram tali tambang pengikat dan penghubung jembatan. “Tali masih bagus, terakhir adalah ....” Katarina melepaskan tali lalu menunduk, ia menginjak kayu yang menjadi lantai bagian jembatan itu. Ketika menginjaknya, tidak ada bunyi dan perubahan apa-apa pada pijakannya. Ini menandakan bahwa kondisi jembatan ini memang sangat baik dan layak dilintasi. “Sepertinya semua oke. Aku aman melintas.” Setelah mengatakan itu, tanpa ragu sama sekali Katarina berjalan melintasi jembatan yang lebarnya hampir tiga meter, sementara panjangnya mungkin lebih dari empat puluh meter. Sambil berjalan, Katarina melirik sekeliling seperti sedang mencari sesuatu, sementara cahaya senter ia arahkan ke bawah karena takutnya langkahnya ada yang menghalangi, entah itu lubang dari kayu yang rusak, akar mencuat, binatang liar yang kebetulan ada di jembatan dan segala kemungkinan lainnya. Angin malam yang dingin kembali terasa menerpanya, untunglah embusannya tidak kencang. Katarina yang memang sedang sedikit gerah akibat hal-hal yang telah terjadi sebelumnya, ia menikmati ketika angin malam berembus menerpanya. Lebih dari satu jam lamanya Katarina berjalan kaki, sekujur tubuh yang mengalami cedera kini sudah jauh lebih baik, tak ada rasa sakit yang tersisa terasa olehnya. Jembatan yang sudah dilaluinya menghubungkan dirinya dengan hutan lain tidak sepadat seperti hutan sebelumnya, pohon-pohon di sekitar tampak agak renggang. Jalan hutan itu cenderung lurus, hanya ada sedikit pergeseran dari lurus sempurna saja, selebihnya tidak ada tikungan, memutar, menanjak atau menurun, ini membuat Katarina semakin yakin bahwa jalan yang dirinya ambil adalah jalan pintas yang memotong hutan sehingga jarak tempuh lebih pendek. Katarina melanjutkan langkahnya sampai sekitar dua ratus meter dari tempatnya berada, jalan itu berakhir tepat pada jalan utama, yaitu jalan raya yang menuju kota. “Kembali ke jalan utama.” Katarina berucap pelan saat melihat jalan raya. Ia memandang ke kanan kiri seperti sedang mencari kendaraan yang melintas, tapi dengan keadaan jalan yang begitu kosong, tampak mustahil apabila terdapat kendaraan yang melintas di sana. “Jadi, ke arah mana aku harus pergi? Kanan atau kiri? Kemungkinan ke kiri, tapi siapa tahu aku malah harus ke kanan.” Katarina langsung dibuat bingung saat ia hendak melanjutkan perjalanannya. Mungkin saja ini adalah jalan pintas, jalan yang memotong hutan, tapi ia menjadi bingung ketika menentukan arah selanjutnya. Apabila diukur dari arahnya memotong jalan, maka jalan menuju ke kiri adalah yang paling tepat, tapi siapa yang tahu sempat terjadi tikungan atau perubahan arah di daerah sebelum ini. Di daerah sana, kabut turun cukup lebat sehingga mengganggu pandangan. Jarak pandang seseorang menjadi terbatas dikarenakan adanya kabut yang memenuhi hutan dan jalanan itu. “Kabut? Setebal ini pula.” Katarina berbicara di dalam benaknya. Meski di sekitar ini terdapat kabut, Katarina sama sekali tak merasa kedinginan, selain ia memang mengenakan jaket, suhu tubuhnya cukup panas untuk membuatnya bisa tahan dengan suhu dingin yang tak seberapa itu. Langit gelap perlahan mulai terang, ia memasuki persimpangan, ini adalah jalur jalan utama yang menghubungkan satu kota dengan kota lain, bisa dikatakan Katarina sudah mengakhiri jalan alternatif. Meski sudah berada di jalan utama, ia masih belum melihat adanya kendaraan yang melintas, jalan raya itu masih saja tampak sepi. Ketika kegelapan mulai berkurang di mana sedikit demi sedikit langit berangsur cerah, Katarina baru sadar bahwa dia sudah melakukan perjalanan sepanjang malam, ia sama sekali belum beristirahat dan belum mengisi perutnya. Mau bagaimana lagi? Yang dipikirkan paling utama adalah melarikan diri, maka dari itu istirahat dan makan baru terpikirkan sekarang ketika tubuhnya memprotes dan menagih haknya untuk diistirahatkan dan diisi energi. “Sudah mulai terang rupanya.” Ia mendongak ke atas menyaksikan perubahan warna langit. Yang cukup agak lambat. Ketika cahaya mulai mengenyahkan kegelapan malam, Katarina bisa melihat semakin jelas bahwa kabut putih di sekitarnya benar-benar menutupi pandangan. Kendaraan yang melintas di daerah ini akan mengalami kecelakaan apabila melintas pada jam-jam sekarang. “Sepertinya aku harus beristirahat sejenak di sini.” Setelah itu ia langsung duduk begitu saja di atas aspal jalan. Selain untuk mengistirahatkan kakinya yang terus ia gunakan untuk berjalanーbahkan beberapa waktu sebelumnya ia menggunakannya untuk dientakkan pada wajah pria pengisap darah, Katarina juga berniat menunggu kendaraan yang mungkin saja akan melintas di jalanan kosong ini. Tujuannya menunggu kendaraan adalah selain untuk menanyakan arah, ia akan menumpang apabila ada orang yang cukup baik padanya sampai memberinya tumpangan. Sayangnya, Katarina harus bersabar menunggu, jalanan yang kosong ini tidak akan begitu saja dilewati oleh kendaraan. Hanya keberuntungan saja yang bisa membuatnya bisa sesegera mungkin mendapati adanya kendaraan yang datang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN