Bab 1. Tiba-Tiba Masuk Kerja
Sebuah mobil sedan warna hitam berhenti di depan lobi gedung JM Group. Seorang wanita cantik berambut sangat pendek seperti pria dengan setelan blazer dan celana panjang serba hitam juga tas berwarna hitam keluar dari mobil. Tak lama kemudian, seorang petugas keamanan pria datang tergopoh-gopoh menghampirinya. Dialah pak Yogi salah satu penjaga di JM Group yang suka membantu karyawan atau tamu JM Group memarkir mobil.
“Selamat siang bu Sekar. Wahh, penampilan baru ya, Bu. Dengan rambut pendek Anda terlihat lebih fresh,” sapa pria berusia sekitar lima puluhan tahun itu ramah, memperlihatkan barisan depan giginya yang sudah tidak lengkap lagi.
Setelah seminggu tidak terlihat pak Yogi cukup terkejut dengan penampilan baru sekretaris dari CEO JM Group itu. Meskipun terlihat lebih segar tapi raut wajahnya terlihat pucat dan sorot matanya menyiratkan dingin memancarkan kebencian.
“Selamat siang pak Yogi. Terima kasih pujiannya,” balas sekretaris cantik yang terlihat lebih muda dari usianya itu tanpa senyum ramah yang biasa dia sematkan di bibirnya untuk pria itu.
“Sudah lama tidak masuk kerja. Apa Anda baru sembuh dari sakit?” tanya pak Yogi, serius. Mengingat seminggu lalu konon ada peristiwa besar yang baru dialaminya.
“Tidak, Pak. Saya sehat. Hanya ingin cuti dan berlibur saja,” jawab Sekar sambil memberikan kunci mobilnya pada pak Yogi. “Oh ya, saya akan segera pulang. Tolong parkir di depan saja,” pesannya kemudian.
“Siap, Bu,” ucap pak Yogi.
“Terima kasih, Pak,” ucap Sekar lagi. Lalu memaksakan senyum tipis di bibirnya.
“Sama-sama, bu Sekar,” balas pak Yogi, sedikit membungkuk lalu bergegas meninggalkan Sekar.
Tapi, baru saja berjalan, Sekar menghentikan langkah dan menoleh pada pak Yogi.
“Pak Yogi, apa pak Axel ada di kantor?” tanya Sekar pada Yogi yang sudah berada di dekat mobilnya.
“Ada, Bu,” jawab pak Yogi singkat. “Beliau juga baru datang dan belum keluar lagi,” imbuhnya.
“Oo, syukurlah. Terima kasih, Pak,” ucap Sekar kemudian melangkah naik tangga teras gedung JM Group yang megah dan bertiang sangat tinggi.
Pak Yogi hanya mengangguk sambil tersenyum. Sedangkan Sekar sengaja mengambil kacamata hitam di dalam tas sebelum memasuki pintu lobi. Dengan begitu dia tidak mudah dikenali saat berpapasan dengan beberapa karyawan JM Group. Namun dugaannya salah. Ada beberapa orang yang terusik dengan sosoknya yang memang terlihat berbeda.
“Hei, itu Sekar Savana bukan?”
“Eh, iya betul. Sepertinya dia baru memotong rambut.”
“Iya, pendek sekali. Cukup berani ya?”
“Aku yakin ini ada kaitannya dengan penolakannya atas lamaran pak Nino seminggu lalu.”
“Aku yakin begitu. Tapi mengapa dia yang terlihat frustasi begitu? Harusnya kan pak Nino yang frustasi. Bukan dia.”
“Iya benar harusnya memang begitu. Tapi bisa saja saat ini dia menghadapi masalah besar dengan keluarga Amarta.”
“Siapa suruh dia berlagak sombong seperti ratu kecantikan segala? Sudah janda satu dekade dan berumur lagi, malah menolak mentah-mentah pria sekeren pak Nino. Memang sombong parah dia.”
Sekar mendengar dengan jelas sahut-sahutan itu. Situasi ini sudah dia duga. Gosip pasti akan berkembang dengan liar dan bisa jauh dari faktanya. Mereka saat ini pasti hanya mengaitkan ketidakhadirannya selama satu minggu ini dengan penolakannya atas lamaran wakil CEO Nino Hardino seminggu yang lalu. Tidak ada yang tahu setelah penolakan lamaran itu Sekar telah melakukan kesalahan yang paling disesalinya seumur hidup. Sekar benar-benar merasa hancur dan benci dengan dirinya sendiri. Dia juga merasa dihancurkan oleh sosok yang dia hormati. Sekar merasa kotor dan tidak berharga lagi. Harga diri dan kehormatannya sebagai janda satu dekade yang tak tersentuh pria mana pun telah dinodai begitu saja.
Pintu lift terbuka. Langkah kaki Sekar memasuki lantai di mana di situ ada ruangan CEO, wakil CEO, para manajer dan para sekretaris. Baru beberapa langkah meninggalkan pintu lift dia sudah disambut teman-teman kantornya dengan tatapan penuh sinis kebencian. Awalnya Sekar berusaha mengabaikan mereka dan terus saja berjalan. Namun, Windy yang merupakan sekretaris dari wakil CEO Nino Hardino segera mencegat dan menghalangi langkahnya. Lalu diikuti teman-temannya berjajar menghadang.
“Aku nggak menyangka kamu masih punya nyali juga masuk kerja setelah menghancurkan salah satu pewaris JM Group ini.”
“Dia ‘kan janda berhati dingin. Bagaimana bisa peduli dengan perasaan orang?” sahut Elma ketus.
“Beri aku jalan. Aku tidak ingin ribut dengan kalian,” ucap Sekar mencoba menahan diri agar tidak terbawa emosi. Karena seharusnya dialah yang marah dengan perempuan-perempuan di depannya itu. Sekar tidak pernah melupakan setiap penghinaan dan perlakuan kasar yang mereka lakukan pada dirinya setelah penolakannya pada lamaran pak Nino.
“Nggak bisa. Kamu harus minta maaf pada kami dan pak Nino yang telah kamu hancurkan sebelum mulai kerja di JM Group lagi,” tegas Windy berjalan mendekati Sekar dengan berkacak pinggang.
“Minta maaf pada kalian? Apa salahku pada kalian? Kalianlah yang seharusnya minta maaf padaku! Apa yang kalian perbuat seminggu lalu tidak mudah dimaafkan kalau dengan kata-kata saja,” tegas Sekar dingin.
Windy terkejut lalu menoleh pada teman-temannya. “Kalian dengar itu! Dia tidak mengakui kesalahannya pada pak Nino dan kita.”
“Aku nggak kaget, Win,” sahut Elma. Lalu bergerak mengitari Sekar dengan bersedekap. “Dia anggap dirinya manusia paling suci dan baik sedunia. Janda satu dekade yang begitu menjaga sikap dan pergaulannya dengan lawan jenis demi citra dan kehormatannya sebagai janda. Tidak minum minuman keras, tidak suka pesta makanya dia merasa seorang Nino Hardino tidak cukup pantas baginya,” imbuh Elma.
“Kalian ini bicara apa? Mengapa malah ngelantur ke mana-kemana begini? Jika tidak tahu masalahnya jangan asal bicara! Penolakanku pada pak Nino tidak ada hubungannya dengan prinsipku. Dan kalian tidak boleh ikut campur seperti ini,” tegas Sekar.
“Heh, apa kamu bilang? Kami tidak boleh ikut campur?” sahut Windy, mendekati Sekar dengan berlagak sombong berkacak pinggang. “Tidak bisa! Kami yang punya ide pesta itu. Kami akan terus ikut campur karena kamu telah menghancurkan hati Bosku! Setidaknya, kamu coba dulu terima lamarannya. Tapi kamu terlalu angkuh dengan prinsipmu itu. Pria sebaik itu kamu permalukan di depan karyawan dan masyarakat negeri ini. Saat itu.dia sedang live di medsos, Sekar. Dia sengaja melamarmu di depan masyarakat dunia maya agar mendapat dukungan dan restu dari orang tuanya. Tapi kamu dengan tidak berperasaan justru membuatnya terlihat menyedihkan!” imbuh Windy geram.
“Sudahlah, cukup, Windy! Atau aku akan berteriak memanggil pak Axel?” sentak Sekar. “Percuma saja aku memberi penjelasan pada kalian. Yang jelas aku punya alasan kuat mengapa aku menolak pak Nino. Dan itu tidak bisa aku ungkapkan pada kalian,” ujar Sekar, tegas lalu bergegas mendorong tubuh Windy yang menghalanginya meninggalkan tempat itu.
Sekar terus melangkah maju. Mengabaikan caci-maki dan sumpah serapah teman-teman yang dulu menyayangi dan menghormatinya. Hatinya teriris bila teringat hari-hari indah yang pernah mereka lalui di kantor JM Group ini. Sekarang telah berubah jadi kebencian dalam sekejap hanya gara-gara dia menolak pak Nino. Teman-temannya menganggap Sekar tidak tahu berterima kasih dan sombong. Mereka merasa selama ini Nino sudah baik pada semua karyawan di JM Group termasuk Sekar. Wakil CEO Nino Hardino dikenal sebagai sosok yang selalu memperhatikan kesejahteraan karyawan. Dia mendorong perusahaan memberikan kenaikan gaji, tunjangan kesehatan dan bonus. Karena hal itu, Sekar merasa teman-temannya seolah tidak memberinya hak untuk menolak seorang Nino. Seharusnya Sekar menerima lamaran itu dan mencoba menjalani hubungan dengannya. Tidak ada karyawan JM yang tahu bahwa Sekar adalah orang kepercayaan para wanita di keluarga Amarta. Dia telah disumpah agar tidak mendekati pria-pria dari keluarga Amarta. Bahkan Sekar ditugaskan mengawasi gerak-gerik mereka bersama wanita mana pun. Karena itulah dia sangat terkejut ketika Nino Hardino melamarnya. Padahal selama ini dia tidak punya kedekatan khusus dengannya selain urusan pekerjaan di JM.
Sampai di depan pintu ruangan Axel, Sekar langsung mengetuk pintu dua kali. Namun tanpa menunggu suara izin dari dalam dia masuk begitu saja.
“Selamat siang, Pak,” ucap Sekar sembari menutup pintu, terdengar dingin dan cepat.
Axel terperanjat dan seketika bangkit dari duduknya melihat kedatangan wanita yang sangat dia nanti kehadirannya selama satu minggu ini.
“Sekar,” sebut pria yang berusia lebih muda lima tahun dari Sekar itu masih terlihat syok. Seolah dia tidak percaya dengan sosok yang dilihatnya sekarang. Sekretarisnya itu memangkas rambut pendek sependek potongan pria. Memang masih terlihat cantik tapi sorot mata dan pancaran wajahnya terlihat dingin dan seolah menahan emosi.
Axel yang tidak sabar menunggu Sekar mendekat, bergegas menghampirinya. Pria tampan sempurna berbodi tinggi kekar liat seperti tentara itu langsung mencengkram lengan Sekar begitu keduanya berdiri saling berhadapan.
“Sekar, kamu ke mana saja? Kamu tahu aku sangat mencemaskanmu! Apa yang terjadi? Mengapa kamu jadi seperti ini?” tanya Axel bertubi pada sekretaris yang selama satu minggu ini tidak dia ketahui kabarnya sama sekali. Sekar hanya menulis pesan izin tidak masuk kerja. Tapi setelah itu dia mematikan telepon genggamnya.
“Pak Axel, tolong jauhkan tangan Anda,” ucap Sekar, dingin.
Axel tertegun mendengar ucapan dan sikap Sekar.
“Oke. Maaf. Aku hanya terlalu bersemangat ingin tahu kabarmu. Seminggu ini aku sangat mencemaskanmu,” ucap Axel lagi dan mengangkat kedua tangannya.
Sekar tidak membalasnya dan hanya berdiri memalingkan wajah ke tempat lain.
Tentu saja sikap itu sangat membingungkan Axel. Padahal seminggu lalu pernah sangat dekat dan telah menghabiskan malam bersama yang penuh hasrat di ranjang. Axel seperti kecanduan dengan tubuh Sekar hingga dia berkali-kali meminta lagi dan lagi. Sungguh dia tidak menyangka kini Sekar kembali dengan keadaan seperti ini. Sekar sedang tidak baik-baik saja. Emosinya terlihat tidak stabil dan sangat sensitif.
“Ayo, duduklah. Kita bicara baik-baik. Apa masalahmu? Mengapa tiba-tiba kamu ingin mengundurkan diri?” tanya Axel setelah keheningan beberapa saat.
“Tidak, terima kasih. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, ” tolak Sekar ketus, membuat Axel kembali terkejut. Karena dia pikir, hari ini Sekar akan mulai kerja lagi.
Sekar mengeluarkan map merah dari tasnya menyerahkan pada Axel. “Tolong terima ini, Pak. Ini surat pengunduran diri saya. Mulai hari ini saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari JM.”
Mendengar itu otot rahang Axel tampak mengeras menahan geram. Tangan kanannya segera menyambar map merah dari tangan Sekar kemudian melemparnya dengan kasar. Raut wajahnya merah padam menatap tajam pada sang sekretaris.
“Tidak! Aku menolak pengunduran dirimu, Sekar Savana! Kamu tidak bisa mengundurkan diri dari JM Group tanpa seizinku!” tegas Axel, geram.
“Anda tidak bisa mencegah saya, pak Axel. Saya berhak memilih tetap bekerja di JM atau pergi,” sahut Sekar membulatkan kedua matanya.
“Apa ini karena Nino? Sekar, jangan berbuat konyol! Kamu tidak salah menolaknya. Tenang saja. Nino dan yang lain lambat laun pasti akan mengerti. Mengapa kamu harus menghancurkan karirmu sendiri?” tanya Axel, berusaha menurunkan emosinya dan mencari tahu masalah yang sedang dihadapi sekretarisnya itu.
“Jadi Bapak pikir saya mengundurkan diri karena pak Nino? Anda salah besar! Saya tidak pergi dari JM karena pak Nino tapi karena Anda,” tuding Sekar penuh emosi dan kebencian.
“Karena aku? Apa karena yang telah kita lakukan malam itu?” tanya Axel, menunjuk dirinya sendiri seolah tidak yakin.
“Benar. Karena Anda,” jawab Sekar, tegas dan berani menatap bosnya.
Axel menyeringai menertawakan Sekar. “Ini bahkan lucu dan konyol sekali. Kita sudah sama-sama dewasa Sekar. Apa masalahnya?”
Mendengar itu darah Sekar terasa mendidih. Dia dorong tubuh Axel hingga terhuyung. Axel tersentak karena keberanian Sekar bersikap kasar padanya.
“Jadi Bapak pikir yang kita lakukan malam itu adalah perbuatan konyol dan lucu? Asal Anda tahu, malam itu kehormatan saya yang selama ini saya jaga telah hancur. Saya merasa berdosa. Saya merasa kotor. Saya merasa jijik dengan diri saya sendiri. Dan itu semua karena Anda!” ungkap Sekar penuh dengan kemarahan dan berurai air mata.
Sementara Axel menatapnya liar dan berjalan mendekati Sekar lagi.
“Tenanglah Sekar. Mengapa kamu menyalahkan aku? Malam itu terjadi begitu saja, bukan? Sekali pun kamu tidak pernah menolakku. Aku juga tidak melihat keraguan di matamu. Jadi, aku pikir kamu juga menginginkan aku seperti selama ini aku juga sangat menginginkanmu, Sekar. Jujur saja pada dirimu sendiri. Kamu jangan terlalu keras dengan dirimu sendiri. Dosa itu terlalu manis untuk kita hentikan begitu saja. Aku masih ingin mengulangnya lagi,” ungkap Axel dengan suara lembut tertahan di dekat telinga Sekar.
Bisikan itu terasa memuakkan bagi Sekar. Alih-laih berubah pikiran atau mungkin tergoda. Sekar makin bulat dengan keputusannya. “Tidak! Saya masih waras, Pak. Karena itu saya memilih mengundurkan diri dari JM.”
Ucapan Sekar menyulut emosi Axel. Pria itu menarik pinggang Sekar hingga tak berjarak dengan tubuhnya.
“Sampai kapan pun kamu tidak bisa kerja di tempat lain. Karena dimana pun kamu bekerja ,aku akan menemukanmu dan membawamu kembali ke JM. Jika kamu merasa masih waras, justru sejak malam itu aku sudah tidak waras. Aku jadi tergila-gila padamu Sekar. Aku semakin terobsesi denganmu lebih dari sebelumnya. Kamu tidak bisa pergi ke mana pun tanpa seizinku,” tegas Axel dengan suara geram namun lirih tertahan. Sementara tangannya mulai liar bergerilya. “Akan aku buktikan kamu adalah pembohong besar. Sebenarnya kamu juga menginginkanku, Sekar,” ujar Axel lagi lalu melumat bibir Sekar yang sedikit terbuka.