6. Aditya Sakit

1520 Kata
Sashi tidak peduli dengan jeritan orang itu. Ia terus memukul hingga Santika menyalakan lampu. Mama mertua Sashi sangat terkejut melihat keadaan orang yang terbaring di lantai. Astaga! Luar biasa ulah Sashi. "Ya, ampun, Mas Adit? Kenapa nggak ngomong dari tadi. Aku pikir maling masuk rumah," kata Sashi sambil membantu sang suami untuk bangun dari lantai. "Astaga, Saahi! Gimana ini anak Mama? Kamu itu udah kaya preman pasar aja. Babak belur 'kan jadinya," kata Santika dengan wajah menahan amarah. Sashi tidak bisa berbuat banyak saat ini. Salah siapa tidak bersuara dan hanya berbisik-bisik? Wajar jika dianggap pencuri yang masuk ke rumah. Ponsel Aditya tergeletak di lantai dan masih dalam keadaan ada interaksi panggilan. "Mas, ini ponsel kamu masih nyala. Mau ditutup atau bagaimana?" tanya Sashi dan membuat Aditya langsung menyambar benda pipih itu. Salah sendiri masuk ke dalam rumah mengendap-endap dan berbisik. Bukan salah Sashi jika menyelamatkan diri. Ada banyak kemungkinan di dalam otak Sashi ketika mendengar suara berbisik itu. Rupanya, Aditya justru yang kena getahnya. "Kamu itu bisa nggak, ya, nggak grusa-grusu. Main pukul orang aja. Aku bisa aja bikin laporan ke kepolisian dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga." Aditya menghempas kasar tangan sang istri. "Nyeri semua badan dan mukaku," keluh Aditya dan langsung masuk ke dalam kamar mereka. "Ya, mana tahu kalo itu kamu, Mas. Lagian ngapain pulang sampai larut seperti ini? Ada pekerjaan apa memangnya sampai larut malam baru pulang?" tanya Sashi dengan nada penuh kecurigaan pada sang suami. "Kamu itu, udah salah malah nyerang aku. Asal kamu tahu, aku datang ke rumah orang tua kamu buat jemput kamu. Nggak tahunya malah sama Kartika dan nggak ngomong sama aku. Aku kena ceramah Papa kamu!" Sultan marah besar saat ini karena tidak mau dicurigai oleh Sashi. Sashi melongo dan baru ingat kalau siang tadi berpamitan hendak ke rumah orang tuanya. Ia pun hanya bisa diam. Percuma melawan Aditya saat ini. Mereka hanya akan bertengkar seperti biasanya. "Ini, kompres suami kamu. Ada-ada saja masalah, ini udah mau pagi. Kamu itu memang bener-bener, Sash!" Santika mendadak masuk ke dalam kamar mereka berdua sambil menyerahkan baskom berisi air panas untuk mengompres tubuh Aditya yang terkena pukulan Sashi. Sashi langsung menerima baskom berisi air panas itu. Aditya memang lebih suka dikompres pakai air hangat daripada pakai es batu. Entahlah, Sashi tidak mau memikirkan hal itu. Perlahan, Sashi memeras handuk dan menempelkan pada wajah Aditya. "Nggak usah, aku bisa sendiri." Aditya menepis tangan Sashi saat ini dengan kasar. "Baguslah, aku jadi bisa lanjut tidur dengan nyenyak kalo Mas Adit nggak mau dibantu," kata Sashi langsung meletakkan baskom di atas meja riasnya. Aditya semakin kesal dengan ulah sang istri. Jika ia mengguyur Sashi dengan air panas, bukan tidak mungkin akan mengadukan pada Sultan. Papa sambung Sashi pasti akan marah besar dan membuat ancaman yang lebih mengerikan lagi. Kepala Aditya mendadak sakit luar biasa saat ini. Pukul delapan pagi dan sarapan sudah siap di meja makan. Hanya Aditya yang belum tampak saat ini. Entah tidur terlalu pulas atau memang sudah pindah alam saat ini. Santika menatap tajam ke arah sang menantu yang justru sibuk dengan ponselnya. "Suami kamu belum datang untuk sarapan dan kamu biasa saja?" Santika menyindir Sashi dengan tajam. "Istri macam apa, kamu itu?" tanyanya sambil menatap tajam ke arah sang menantu. Sashi langsung menyimpan ponsel ke dalam saku bajunya. Ia tidak mau menanggapi ocehan Ratna saat ini. Bisa-bisa mood pagi ini hancur berantakan. Sashi pun menuju ke kamar. "Mas, ditunggu Mama buat sarapan pagi," kata Sashi sambil mengguncang tubuh Aditya dengan lembut. Astaga rupanya Aditya demam tinggi. Tubuh kekar itu menggigil parah. Sashi tidak tahu kapan sang suami terkena demam. Lebih parahnya, Aditya tidak mau dirawat di rumah sakit. "Ya, ampun, kamu demam tinggi ini. Kita ke rumah sakit sekarang. Biar aku bantu kamu ke kamar mandi buat cuci muka dan gosok gigi. Jangan sampai Dokter dan perawat nanti pingsan karena ada bau jigong yang bersumber dari mulut kamu itu, Mas." Istri macam apa yang tidak menunjukkan rasa prihatin saat suami sakit seperti ini. "Nggak usah, Sash. Aku minum obat saja. Ini juga pasti karena tadi malam aku kena hujan pas cari kamu di pabrik Shife," jawab Aditya yang langsung menolak ajakan ke rumah sakit. "Mas, kita harus cepat ke rumah sakit. Jangan sampai kamu terkena wabah cacar monyet loh. Lagi heboh, ciri-cirinya mendadak demam tinggi." Sashi semakin mengintimidasi sang suami agar mau segera ke rumah sakit sekarang. Aditya mulai terhasut oleh ucapan sang istri. Saat sakit memang Aditya mendadak menjadi bodoh. Otaknya tidak mampu memikirkan apa pun. Kesempatan emas untuk Sashi agar bisa mengerjakan pekerjaan yang lainnya. "Udah, buruan, Mas. Sikat gigi dan cuci muka aja. Kalo mandi nanti keburu virus cacar monyet kamu menyebar. Aku takut mama kamu berubah jadi monyet kalo terpapar virus itu," kata Sashi semakin gembira melihat sang suami panik. Aditya pun langsung ke kamar mandi meski kepalanya sakit luar biasa dan tubuhnya menggigil. Sashi langsung mengambil barang-barang dan menyiapkan perlengkapan Aditya. Menyenangkan bukan bisa keluar rumah walaupun hanya ke rumah sakit saja. Bagi Sashi ada banyak peluang saat di rumah sakit. "Lho kalian mau ke mana?" Santika panik saat melihat wajah pucat anak laki-lakinya. "Ke rumah sakit, Ma. Mas Aditya panas tinggi. Takutnya terpapar virus cacar monyet." Sashi kembali mengatakan hal itu untuk kedua kalinya. "Palingan hanya demam biasa, kamu nggak usah berlebihan. Emang murah biaya ke rumah sakit? Kita harus hemat loh dalam segala hal." Santika sedang memberikan wejangan sesat. "Ma, urusan murah atau tidaknya itu relatif. Kalo iya masuk angin biasa. Mas Adit itu sering keluar kota, mana tahu terpapar virus berbahaya. Demam memang reaksi tubuh kalo kemasukan virus. Makanya biar tahu, harus periksa ke rumah sakit." Sashi tidak mau mendengarkan ucapan sang mama mertua. Dering ponsel milik Santika membuyarkan perdebatan mereka. Sashi memapah sang suami agar duduk di kursi makan. Sashi mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk sang suami agar perutnya tidak kosong. Sial! Bau nasi saja sudah membuat Aditya mual seketika. "Mas, dimakan, nggak akan kenyang kalo hanya dilihatin saja." Sashi mengatakannya tanpa wajah dosa sama sekali. "Halo, kamu kenapa Tami? Coba gimana kronologinya? Kok kamu dadakan masuk rumah sakit gini?" Sashi mendengarkan dengan seksama obrolan mama mertuanya dengan adik Aditya itu. Wajah wanita paruh baya itu tampak tegang. Entah apa yang dikatakan oleh Tami. Sashi tetap mencuri dengar sambil mengawasi sang suami. "Oh, ya, udah, Mama, nyusul sekarang juga. Ini juga dadakan kakak kamu demam tinggi. Jangan sampai kaya kamu juga." Santika langsung memutuskan panggilan telepon itu. Ia tidak pamit pada anak dan menantunya. Santika langsung melajukan mobil miliknya. Sashi hanya mengembuskan napas kasar saat ini. "Dengar nggak kamu, Mas? Tami juga sakit cacar monyet." Sashi memutuskan sepihak obrolan sang mertua dengan adik iparnya itu. Aditya tampak terdiam. Tidak ada tenaga untuk berdebat dengan sang istri. Susah payah ia menelan makanan yang ada di depannya hingga perutnya merasa terisi. Sashi tidak makan sama sekali karena sudah mencicipi masakannya sendiri tadi saat memasak. Sashi memesan taksi online untuk mengantarkan mereka ke rumah sakit. Sashi berpura-pura tidak bisa menyetir mobil saat ini. Ia tidak mau Aditya tahu seperti apa karakternya. Ada ganjalan dalam hati Sashi dalam waktu beberapa bulan ini. Arusha sering memberikan kode tentang sang suami. Sayang, Sashi tidak peka dan hanya fokus pada pekerjaannya saja. Arusha kadang sampai kesal dan tidak lagi menghubungi saudara kembarnya dalam waktu yang sangat lama. Alasan sedang terbang ke luar negeri dan tidak mau diganggu. Sesampainya di rumah sakit, Aditya mendadak sangat lemas. Mau tidak mau harus masuk ke IGD. Tempat yang dianggap sangat menakutkan oleh suami Sashi dan kini harus berada di tempat itu. Aditya pasrah karena tidak punya tenaga sama sekali untuk kabur. "Kamu jangan tinggalin aku, Sash. Aku takut," kata Aditya sambil bergidik ngeri saat melihat ada korban kecelakaan berlumuran darah baru saja masuk ke IGD. Sashi menahan tawa mendengar ucapan sang suami. Sebenarnya, ia sangat ingin tertawa terbahak-bahak saat ini. Di mana Aditya yang galak dan selalu patuh pada ibunya? Sekarang seperti anak kecil yang takut kehilangan ibunya. "Ya, aku pasti temani kok. Tenang aja," kata Sashi yang saat ini hanya bisa mengantar hingga depan pintu pemeriksaan. Sashi lantas memanfaatkan waktu untuk mengecek email. Ada satu email masuk berisi undangan sebagai pembicara untuk motivator pebisnis muda. Sashi bingung saat ini. Undangan ini seperti jebakan, karena hingga saat ini tidak ada yang tahu jika ia pemilik Shife. Sashi lantas mengetikkan sesuatu untuk membalas email tersebut. Ia menolak dengan alasan ada pekerjaan lain. Tidak masalah, andai waktunya tiba, pasti akan ada kesempatan lagi. Sashi tidak mau gegabah dalam melakukan sesuatu. Mendadak Sashi curiga pada Kartika. Mengapa ada email seperti itu? Akan tetapi, hati kecilnya tidak mengizinkan kecurigaan itu. Lantas adakah orang lain yang tahu jika ia pebisnis muda yang andal? Sashi belajar binis dari kakak perempuan mendiang sang papa. Bisnis itu kuncinya kenyamanan dan pandai-pandai mencari peluang. Sashi pun melakukan dua hal itu. Berawal dari iseng dan kini membuahkan hasil yang luar biasa. "Nyonya Sashi Aditya!" Salah satu perawat memanggil Sashi dari depan pintu pemeriksaan. Gegas Sashi langsung mendekat ke arah sang perawat. Tidak ada kecemasan sama sekali dalam hati Sashi saat ini. Sebab, ia hanya mencemaskan masalah email itu. Otaknya memikirkan banyak hal. "Siapa yang sakit?" tanya seseorang dan membuat Sashi terkejut saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN