1. satu
Gamila tertunduk lesu saat kedua orang tuanya tidak mengijinkan dia untuk berkualiah di luar kota, ayahnya beralasan karena Gamila adalah anak perempuan jadi mereka khawatir dengannya. Gamila berusaha membujuk kedua orang tuanya agar di ijinkan untuk kuliah di kota Bandung.
" Dad, aku mohon. Dady kasih ijin buat aku kuliah di Bandung ya. " Gamila merengak pada ayahnya. " Lagian dad, aku itu udah berhasil masuk lewat jalur prestasi dan dapat beasiswa juga. Sayangkan kalau harus dilepas gitu aja. " memegangi lengan ayahnya.
" G, dad tahu kamu sudah bekerja keras untuk itu. Tapi dad tidak bisa membiarkan kamu kuliah di luar kota tanpa pengawasan. Kamu itu anak gadis, wajar kalau dad khawatir dengan kamu nak. " Mika mengelus lembut kepala putrinya yang sudah dewasa.
" Tapi dad, aku janji engga akan ngelakuin hal aneh- aneh. Apalagi sampai mengecewakan Dady dan momy. " kukuhnya.
" Momy dan Dady akan memberimu ijin kalau ada seseorang yang berani bertanggung jawab penuh untuk menjaga kamu selama kuliah di Bandung! " jawab ayahnya membuat Gamila tercengang.
" Hah? Siapa orang yang akan mau diberi tugas seperti itu dad? " tanya Gamila tak habis pikir.
" Ada. Momy tahu siapa orangnya. " jawab sang momy dengan senyum penuh arti.
" Siapa mom? " tanya Gamila penasaran.
" Dav. Dia adalah orang yang pasti mau diberi tugas itu mas. " jawab Alena sambil mendekati suaminya.
" Tapi mom...." Gamila membantah.
" Tapi apa? " belum selesai berbicara sudah dipotong ibunya.
" Akh momy dan Dady engga asik! Kalian pilih kasih deh! " Gamila merajuk dan berlalu meninggalkan ibu dan ayahnya yang kini berdiskusi serius.
***
Gamila yang sedang tidak bersemangat memilih pergi untuk jalan- jalan agar moodnya kembali bagus. Ia mengajak sahabat- sahabatnya untuk berkumpul dan mengajak mereka nongkrong di sebuah cafe.
" Tumben Lo ngajak kita nongkrong G?! " Tasya merasa aneh saat sahabatnya itu mengajaknya untuk jalan.
" Iya, gue lagi bete banget ini. Masa gue dilarang kuliah di Bandung hanya karena mereka khawatir sama gue doang. Pake syarat yang susah banget lagi kalau gue tetap kekeuh mau kuliah di Bandung. " keluhnya pada mereka.
" Jadi Lo engga di bolehin kuliah di luar kota? Yah gue sendirian dong? " Vony langung berubah murung.
Vonny dan Gamila memang mendaftar kuliah bareng di kampus yang sama, namun dengan jurusan yang berbeda. Mereka sama- sama diterima dan mendapat beasiswa karena mereka termasuk siswa yang pintar dan berbakat.
" Gue akan tetap membujuk mereka dulu. " jawab Gamila dengan penuh tekad.
" Semoga orang tau Lo berubah pikiran G, supaya gue ada temennya. "
" Sebenarnya mereka bakal ijinin gue kalau ada seseorang yang mau bertanggung jawab penuh dengan gue. " jelas Gamila dengan lesu.
" hah maksudnya? Mereka mau Lo ada yang jagain terus gitu? " tanya Vony bingung.
" Iya, siapa coba yang mau di kasih tugas begitu? " Gamila menatap Vony dan Tasya bergantian.
Tasya yang sejak tadi diam hanya menyimak penjelasan Gamila akhirnya bersuara. " Coba Lo ngomong sama David, siapa tahu dia siap jagain Lo di Bandung. "
" Kok Lo kaya momy gue sih! Dia juga bilang gitu, masa si kulkas mau? Menurut gue enggak akan mungkin. " Gamila menggeleng yakin.
" Coba aja dulu. we never know if we don't try. "
" Tapi gue malu kali. Masa iya gue kudu minta tolong dia sih. " Gamila memejamkan matanya frustasi.
***
Saat Gamila pulang ke rumah dia melihat motor yang ia kenal parkir di halaman rumahnya.
" Motornya gue kaya kenal deh. Tapi punya siapa ya? Engga mungkinkan kalau motor baru V?! " Mata Gamila terus saja menatap motor besar yang tak asing itu.
Kemudian Gamila melanjutkan jalannya memasuki rumahnya. Betapa terkejutnya dia saat melihat sosok David tengah duduk di kelilingi oleh orang tuanya, adik dan saudara kembarnya. Gamila memperhatikan wajah David dari kejauhan ia bisa melihat kalau david sedang kebingungan.
" Momy, Dady. Kalian sedang apa? " tanya Gamila saat melewati ruang tamu sambil menatap lekat David yang kini wajahnya menunduk.
" Kamu sudah pulang kak? " tanya Alena.
" Iya, terus ini ada apa? " Gamila menatap ayah dan ibunya bergantian, berharap seseorang memberi penjelasan pada ya.
" Tidak ada. Dav sedang berkunjung dan mengobrol santai dengan kami. " bohong Mika pada putrinya.
" Oh. Ya sudah aku mau masuk dulu ya, capek ngantuk. " Gamila berjalan tanpa rasa curiga.
Setelah Gamila pergi menjauh mika dan Alena melanjutkan obrolan mereka dengan David dan vaden.
" Jadi intinya kami belum mengijinkan Gamila kuliah di luar kota kalau tidak ada yang kita percaya. " ucap Mika menatap david dengan serius.
" Om, aku mau kok jagain G. Aku janji sama om kalau selama G di Bandung dia akan baik- baik aja. Aku akan jagain dia. "
" Masalah kami tidak akan dengan mudah juga percaya sama kamu tanpa kamu nunjukin keseriusan kamu Dav! " bantah Mika.
" Iya, kamu tahukan Gamila adalah anak perempuan pertama kami. Kami sangat khawatir dengan dia, kami takut dia mengecewakan dan menghancurkan kepercayaan yang sudah kami beri. " Alena ikut menjelaskan.
David dan Vaden bukan remaja yang bodoh yang tidak paham arah pembicaraan mereka. Vaden hanya tersenyum saat mengerti maksud dan tujuan orang tuanya mengobrol dengan sahabatnya itu. Sementara David kebingungan harus menjawab apa.
" Kamu mengerti kan maksud kami. Kami tidak akan mempercayakan anak kami pada siapapun tanpa ada hubungan yang jelas. " Mika kembali menjelaskan maksudnya.
" Pikirkanlah dulu sebelum Lo ngambil keputusan. Karena tanggung jawab Lo akan besar kalau lu terima tugas ini. " Vaden menepuk dan mengingatkan sahabatnya itu.
" Om, biar saya bicarakan dulu ini dengan papah dan mamah. " ucap David pada akhirnya.
" Baiklah. Kami sama sekali tidak memaksa kamu Dav, kami tahu kalau kamu sangat peduli dan sayang pada Gamila. Maka dari kami mengajak kamu untuk berdiskusi masalah ini sebelum kamu pergi ke Bandung. "
Dav mengangguk mengerti dengan maksud ayah Gamila. Tapi karena hari sudah semakin larut sudah waktunya dia untuk pamit pulang.
" Maaf om, Tante sudah malam. Saya sudah harus pulang. " Dav menatap jam di tangannya.
" Oke. Terimakasih sudah mau berkunjung, satu lagi. Jangan jadikan ini sebagai beban." ucap Mika menepuk bahu pemuda itu.
***
Di dalam kamar Gamila berjalan mondar- mandir dengan tak tenang. Ia mengintip saat mendengar suara orang mengobrol di halaman. Ia mengintip dari jendela, melihat Vaden mengantarkan sahabatnya itu menuju motornya. Dav terlihat sedang memainkan ponselnya sebelum naik ke atas motor.
Saat sendang asik mengintip ia terkejut saat Dav menatapnya dari bawah sambil melambaikan tangannya. Sedetik kemudian ponselnya berdering, karena ada pesan masuk.
[ Bye G. Aku pulang dulu. ]
" Siapa yang peduli. Pake laporan segala lagi. " gerutu Gamila saat membaca pesannya.
Tapi karena penasaran dia masih melihat ke bawah dan Dav sudah pergi dengan motor balanya.
" Gue jadi penasaran mereka ngobrol apaan tadi?" tanya Gamila penasaran.
.