Terbongkar
"Aku akan menikahinya, Rumi," ujar Cakra dengan suara berat.
Emang itu yang kamu mau kan, mas?" Bukannya memberi persetujuan Arumi memberi pertanyaan.
"Arumi, aku mohon mengertilah. Dia sedang mengandung anakku." balas Cakra memohon dengan suara memelas.
"Mengerti kamu bilang, mas?" Arumi menarik nafas dalam dan menahan sesak di dadanya. "Apa kamu pernah mengerti perasaanku? Di mana hati nuranimu saat kau melakukannya dengan wanita jalang itu?"
"Arumi...." Cakra membentak istrinya membuat Arumi tersontak kaget dan memandang tak percaya dengan suara keras Cakra.
"Aku tahu aku salah Arumi, aku minta maaf, tapi tolong jangan seperti ini. Aku hanya ingin anak itu. Setelah anak itu lahir aku janji akan menceraikannya dan kita akan mengurusnya bersama." Bujuk Cakra kembali sambil menggenggam tangan Arumi.
"Aku tidak mau di madu, lebih baik ceraikan aku sekarang, mas!" Teriak Arumi dan tak siap jika harus menerima wanita lain di rumahnya.
"Arumi... Aku tidak akan mencerakikanmu. Aku masih mencintaimu. Tolonglah mengerti." Mohon Cakra kembali dan memeluk tubuh Arumi.
"Lepaskan aku, Mas. Harusnya kamu pikirkan itu sebelum berbuat, mas.!". Arumi mengusap air matanya. Berat sekali kenyataan yang harus ia lalui. Sudah delapan tahun usia pernikahan mereka. Tetapi belum juga diberi momongan, dan sekarang harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa ada wanita lain yang sedang mengandung anak suaminya.
"Arumi... Plisss maafkan aku. Aku masih sangat mencintaimu. Aku tidak ingin kitaberpisah. Aku berjanji, setelah menikahi Stela dan anak itu lahir, aku akan menceraikannya."
"Kamu sungguh naif, Mas. Setelah apa yang sudah kamu perbuat padaku, kamu pikir aku masih mau menjadi istrimu?"
"Ceraikan saja aku. Kalau kamu tidak bersedia, aku akan urus semuanya sendiri." Arumi berdiri dan menjauh dari Cakra. "Tolong tinggalkan aku sendirian."
Cakra mengacak rambutya dengan frustasi, segala bujuk rayu telah ia lakukan, namun tak membuat Arumi luluh dan menerima pernyataan Cakra.
Ia keluar dari kamar dan mengumpat pada dirinya sendiri. "Ahhh si@l, seharusnya Stela merahasiakan kehamilannya, pasti keadaan tidak akan kacau seperti ini."
******
"Harusnya kamu bersabar sedikit lagi, Stel.." Ucap Cakra dengan kesal saat bertemu dengan Stela di kantornya. "Kalau sudah begini semua jadi kacau."
"Mau sampai kapan aku tutupi, Mas? Semua orang pasti akan curiga, perutku juga sudah semakin besar." Stela tidak terima di salahkan oleh Cakra. "Kamu sudah berjanji ingin menikahi ku segera. Apa tunggu anak ini lahir kamu baru mau menikahi ku?" Tegas Stela kembali.
"Aku sudah janji padamu kan, kalau aku akan segera menikahimu. Sabarlah!" Cakra terlihat frustasi, terlihat dari penampilannya dan pekerjaannya yang tidak fokus. "Sekarang kamu silahkan tinggalkan aku sendirian, ada banyak tugas yang harus aku kerjakan dan hari ini aku ada meeting dengan Pak Sumarno." Cakra mengusir dengan halus kedatangan Stella di ruangannya.
Baru juga jam kantor mulai, Stela sudah datang menghampiri Cakra di ruangan kerjanya. Mereka bekerja di satu instansi. Dan kedekatan mereka bisa dikatakan baru beberapa bulan saja, semenjak Cakra diangkat menjadi kepala divisi keuangan dan Stela sebagai Sekertaris pribadinya.
Berawal dari Pak Sumarno selaku CEO perusahan yang memberikan jabatan baru bagi mereka, sering melakukan meeting bersama dan kerja lapangan bersama. Stela mulai mengambil cela untuk mendekatkan diri pada Cakra.
"Kamu terlihat sangat cantik, Stel...." Ujar Cakra saat mereka sedang meeting dengan kolega luar kota. Dan memang Stela sengaja berpenampilan berbeda dengan biasanya untuk bisa menggoda Cakra, atasannya itu.
"Benarkah, Pak?" Stela tersenyum dan mulai mendapatkan angin segar dari Cakra. "Kalau bapak suka dengan penampilan saya yang sekarang, besok-besok saya akan membuat penampilan saya lebih menarik lagi dari hari ini, Pak." Goda Stela, dengan wajah malu-malunya, namun sedikit mendekatkan tubuhnya pada Cakra yang berdiri di sebelahnya.
"Hemmm... Bagaimana kalau malam ini kita makan malam bersama, ada Restoran baru buka dekat kantor kita." Ajak Cakra pada Stela.
Stela menatap wajah atasannya itu dan tersenyum sambil mengangguk, "apa tidak ada yang marah , Pak? Saya...."
"Kalau di luar kantor kamu boleh panggil saya dengan sebutan mas, biar tidak terlalu kaku." Kekeh Cara sambil mereka berjalan kearah mobil mereka.
"Baik, Pak, eh... Mas..."
"Sudahlah, ayo kita kembali ke kantor. Saya juga harus buat laporan."
Stela mengangguk dan ikut melangkah di belakang Cakra. Mereka menaiki mobil yang sama dan pergi menuju kantor mereka semula.
Hari-hari mereka lalui selalu berdua, hingga di waktu libur kerja, Cakra malah rela berbohong pada istrinya, ia mengatakan ada tugas lapangan yang harus ia kerjakan.
"Mas harus masuk hari ini dan mungkin akan pulang larut malam." Ucap Cakra pada Arumi, istrinya. Setelah mereka selesai sarapan pagi.
"Ini hari minggu, Mas. tidak biasanya mas masuk di hari libur seperti ini." Arumi sedikit tidak percaya.
"Mas baru saja di angkat jadi kepala Divisi, tidak mungkin Mas harus menolak perintah kerja dari pak Sumarno." Jelas Cakra
Arumi hanya mengangguk pasrah sambil ia membersihkan sisa makanan mereka. "Iya sudah, mas. Kalau pekerjaanmu sudah selesai kamu segera pulang, ya!"
"Iya sayang. Aku akan segera pulang setelah semua beres." Cakra tersenyum sambil memainkan ponselnya. Ia sedang berbalas pesan pada Stela, namun Arumi tidak mencurigainya.
Cakra bersiap dengan pakaian santainya, memakai kaos dan celana jins dan juga jaket. Arumi yang memasuki kamar melihat penampilan sang suami berbeda, "Mas... Kenapa pakaiannya seperti itu?"
"Ini jam di luar kantor, aku juga bekerja bukan di kantor dan bertemu kolega di luar kantor. Tidak salahkan, kalau aku pakaian bebas seperti ini."
"Begitu ya? tapi..."
"Sudahlah, sayang. Kamu kenapa jadi curiga gitu samaku? Aku bekerja untuk kebutuhan kita juga."
Arumi mendekat dan memeluk sang suami, namun tidak ada balasan dari Cakra. "Sayang... Aku harus pergi. Nanti aku terlambat."
"kamu hati-hati ya, Mas." Ucap Arumi setelah melepas pelukannya dan mengantarkan sang suami ke luar rumah. Cakra memilih menaiki motornya, ia menggunakan helmnya dan melupakan kecupan sayang yang biasa ia lakukan pada Arumi. "MAs... Kamu berubah akhir-akhir ini.' Batin Arumi, sambil memasuki rumahnya dan menghubungi seseorang.
Cakra yang melaju dengan kecepatan penuh bukan menuju ke tempa pekerjaan yang ia ucapkan pada Arumi, namun berbelok kearah kos-kosan milik Stela. Terlihat di sana Stela telah berdiri dengan pakaian modisnya.
"Ayo naik.." Ujar Cakra saat tepat berhenti di hadapan Stela.
"Kita akan berlibur kemana, Mas?" Tanya Stela yang merasa bahagia.
"Kemana saja yang kamu suka."
Motor terus melaju, hingga mereka memasuki sebuah penginapan, dengan bujukan dan rayuan Stela. Setelah puas dengan bermain di pantai, mereka memilih pergi dan Stela telah sengaja mempersiapkan minuman yang sengaja ia berikan pada Cakra. Cakra sedikit merasa pusing. Stela menyarankan mereka untuk beristirahat dahulu di sebuah Hotel.
"Mungkin kamu kecapean, mas. Lebih baik kita istirahat di sini." Ujar Stela sambil membuka baju cakra dengan perlahan. Ia mulai memainkan aksinya, memainkan tangan halusnya di d**a milik Cakra. Cakra yang sedang terbuai oleh obat, merasa sangat menikmati dan membiarkan wanita itu bermain dengan tubuhnya. "Aku bisa memberikanmu keturunan, Mas." UCap Stela sambil menaiki tubuh Cakra yang masih tertidur di atas ranjang kamar hotel yang mereka sewa.
"Anak... Ya... aku menginginkan itu. Kamu sangat luar biasa, Stel..." Desah Cakra, saat Stela mulai dengan permainannya.
Stela merasa menang karena tidak akan lama lagi ia akan memiliki Cakra sepenuhnya.
'Anak ini akan menjadi senjataku' batin Stela usai melakukan aksinya dan ikut tertidur di samping Cakra.