"Apa yang terjadi!?"
"Ada apa, Ma?"
Pandangan mereka teralihkan pada Devita yang tengah tengkurap di lantai dengan kursi roda yang berada jauh dari tubuhnya.
"Aw, lututku sakit sekali." keluh Heni yang mulai bersandiwara.
"Kau tahu, Reon. Istrimu tadi mendorongku sampai aku terjatuh dan lututku memar begini. Akupun tidak sengaja meluruskan kakiku di lantai namun istrimu ingin menabrak kakiku, aku yang tak ingin terluka dua kali terpaksa mendorong kursi rodanya, alhasil dia terjatuh begitu." ungkap Heni dengan tipuan keramatnya.
Reon yang hanya mendengar satu suara saja, langsung mengambil kesimpulan menghampiri Devita dengan penuh emosi, ia meraih satu tangan Devita dan mengangkatnya ke atas agar berdiri.
Namun usahanya sia-sia, karena Devita yang tidak bisa menggerakkan kakinya, apalagi badannya yang lentur membuat Reon kesusahan membawanya ke ranjang.
Devita yang tahu itu suaminya hanya diam dengan pandangan kosong, ia sudah relakan tubuhnya untuk mereka hancurkan. Ia sudah tidak peduli dengan kondisinya yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Walaupun dirinya masih bisa berbicara namun Devita sudah malas untuk mengeluarkan suaranya yang tidak akan mereka hiraukan.
Karena diri mereka semua sudah terisi dengan kebencian dan ego masing-masing.
Setelah Devita di baringkan ke ranjang, Agnesia Frelica, selingkuhannya menghampiri Devita yang terbaring dengan mata terbuka.
Agnesia mencengkram rahang Devita lalu membolak balik wajahnya yang terlihat begitu menarik baginya.
Ia pun menghampiri prianya dengan senyuman tak biasa. Lalu membisikkan sesuatu ke telinga Reon.
"Apakah kamu yakin masih ada yang mau dengan dia? "
"Walaupun dia cacat, setidaknya para pria akan melihat penampilannya. Apalagi kondisi di dalam tubuhnya juga lumayan."
"Kau yakin dengan ini?" ucap Reon yang tampak ragu dengan rencana kekasihnya.
"Kenapa? Apa kau masih mencintainya?" gertak Agnesia yang langsung tersulut emosi.
"Kamu ini ngomong apa sih!? Ya, kali laki-laki sempurna sepertiku masih menginginkannya. Yang ada aku akan di buat malu seumur hidup dengan wanita cacat ini."
Reon menunjukkan raut jijiknya dengan mengusap bahunya seolah ia di sentuh sesuatu yang kotor saat kekasihnya itu menuduh jika dirinya masih mencintai istrinya itu.
"Kalau perlu, kita akan menjualnya malam ini juga. Kau hubungi saja adik laki-lakimu, bukankah dia mempunyai banyak kenalan yang seperti itu?" bukannya melarang, Reon malah merelakan istrinya untuk di jual.
"Jangan sama dia! karena dia akan meminta hasilnya setengah dari kita." Agnesia menolak, karena ia tahu sifat adiknya seperti apa.
"Lalu?"
Arny yang berada di belakang mereka mulai maju dan berdiri di tengah-tengah keduanya.
"Kak. Maaf ya kalau aku lancang mendengar pembicaraan kalian." Ia berbicara menunduk, takut terkena marah oleh kakaknya.
Agnesia menghela nafas kasar, matanya melirik sinis pada adiknya.
"Terus, apa maumu?"
"Emm begini, Kak. Kakak mau jual dia kan?"
"Hmm.."
"Kebetulan aku punya kenalan. Dia seorang pria tua jelek dan gendut, Kak. Dia juga ingin cari wanita tapi yang masih tersegel sih. Um... Apa dia..?" Arny memainkan telunjuknya di bawah dagu seolah ia mencari kebenaran atas Devita yang masih perawan atau tidak.
Kini ketiga pasang mata itu melirik ke arah Devita yang sudah terpejam lalu beralih ke arah pria di depan mereka yang langsung melotot saat ketiga wanita itu menatap horor dirinya.
" Apa?!" sentak Reon yang tidak Terima mendapat tatapan seperti itu.
Agnesia menarik telinga kekasihnya dengan kuat, membuat empunya meringis kesakitan.
"Kamu sudah pernah tidur dengannya? kamu bilang kamu tidak pernah mencintai dia, selain aku?" cerca Agnesia yang masih tidak melepas tarikan pada telinga kekasihnya.
"Kamu tunggu penjelasanku dulu kenapa sih?! Jangan ambil kesimpulan dulu." kesal Reon seraya melepas tangan Agnesia dari telinganya, lalu menggosok telinganya yang mulai memerah.
"Terus kamu mau jelaskan apa lagi sekarang? Aku punya bukti kalau kamu pernah tidur dengannya."
"Ya apa salahnya kalau cuma tidur saja?" Reon memang tidak menyangkalnya, tetapi bukan jawaban itu yang Agnesia inginkan.
"REON...!" teriak Agnesia memekikkan telinga.
"Ya, ya, ya! Aku cuma tidur saja dengan dia dan aku tidak pernah berhubungan badan dengannya. Itupun aku tidur dengan dia karena terpaksa agar dia bisa percaya denganku sepenuhnya dan itu atas kemauan kamu juga." jelas Reon yang malah memojokkannya.
"Lalu siapa yang berada di dalam kamar hotel dengan dia waktu itu?" tanya Agnesia lagi yang nadanya kini merendah karena tercampur malu.
"Aku tidak tahu!" jawab Reon cepat.
"Bukankah setelah melakukan itu denganku kamu bilang ingin pergi cari angin, tapi saat aku cari-cari kamu, kamu malah keluar dari kamar dia!" Agnesia menunjuk d**a kekasihnya lalu beralih menunjuk istri Reon.
Reon yang di tanya seperti itu malah mengeluarkan keringat dingin, kakinya gemetar saking takutnya dengan kemarahan kekasihnya.
"Jawab, Reon..!" bentak Agnesia yang sudah habis kesabaran.
Kini suara Agnesia melebihi satu oktav karena tidak rela pria yang berstatus kekasihnya itu masih mencintai istrinya.
"Itu kesalahpahaman Agnes! Ceritanya panjang. Nanti saja aku ceritakan sama kamu. Sekarang urusan kita adalah dia, bagaimana caranya kita bisa menjualnya." Reon yang takut ketahuan dengan perbuatannya, mulai mengalihkan pembicaraan agar tidak mengungkit lagi sesuatu di kamar hotel waktu itu.
"Apa?! Ternyata mereka ingin menjualku? Mereka benar-benar kejam, berhati iblis!"
Devita yang tidak benar-benar tertidur, mendengar semua pembicaraan mereka yang ingin menjualnya. Namun ia masih tidak bisa berbuat apa-apa selain berdiam diri dan hanya bisa berdo'a untuk menunggu pertolongan dari tuhan.
"Bagaimana kalau kita menipunya saja? Bilang kepada mereka kalau dia masih tersegel." ide Arny.
"Ah iya, benar!" Reon langsung setuju dengan ide adik iparnya itu.
"Itu tidak bisa!Jika penipuan ini sampai ketahuan, mereka akan mencari kita dan membunuh kita bagaimana?" Agnesia menolak, karena ia memikirkan konsekuensi kedepannya.
"Benar juga katamu." lanjut Reon yang hanya mengangguk membenarkan.
"Kalau begitu, aku akan menghubungi Mami Wira saja untuk menjualnya. Lalu Mami Wira akan menawarkan kepada lelaki yang menginginkannya."
Tak cukup ide satu, mereka menemukan ide lainnya untuk menjual Devita.
Namun perbuatan ini benar-benar mereka lakukan demi mendapatkan uang untuk menjual satu orang wanita yang hanya menyusahkan dan membuat mereka malu karena terus mempertahankannya. Itulah keegoisan dan ketamakan mereka demi mendapat keuntungan tanpa pengeluaran.
"Idemu cukup bagus kak. Kalau begitu kita lakukan sekarang saja kak!"