Part 4 - Kidnaping

1960 Kata
Byunggyu merasa dirinya terombang-ambing dalam sesuatu. Ia merasa semakin curiga saat ia mendengar suara deburan ombak. Jangan remehkan pendengarannya yang sangat tajam bila baru bangun tidur. Juga perutnya yang tiba-tiba keram dan perasaan ingin muntah, ia tak bisa mengabaikan itu. Ia membuka matanya dengan cepat. Oh tidak! Dimana dia? Dimana dinding kamarnya yang berwarna abu-abu? Kenapa suasana kamarnya yang sederhana dan nyaman berubah menjadi ruangan klasik begini? Byunggyu pun bangun dari ranjangnya. Menoleh kekanan dan kekiri memastikan apa yang ia lihat lalu keluar dari kamar itu dan berlarian seperti orang gila mencari seseorang untuk ditanyai. Tempat ini benar-benar luas tapi Byunggyu tak peduli. Ia menemukan tangga dan naik ke atasnya. Sebentar lagi! Sebentar lagi! Brak! Pintu itu dibuka oleh Byunggyu dengan kasar. Ia membelalak melihat sekelilingnya. Byunggyu bisa melihat ibu dan ayahnya sedang memerankan adegan film 'Titanic'. Juga air dimana-mana. Tidak salah lagi! Byunggu berada di atas sebuah kapal pesiar yang sedang berlayar di laut. "Ironis, aku diculik oleh ibuku sendiri." Bruk... Itu kalimat terakhir yang diucapkan Byunggyu sebelum ia pingsan. *** Byunggyu merasa ada yang menepuk-nepuk pipinya. Ia mengenali aroma ini. Pasti ini Namjoo. "Jangan berani-berani menyentuh wajahku dasar anak kecil." gumam Byunggyu yang membuat Namjoo terkikik geli. Bukannya berhenti, Namjoo malah mencubiti pipi kakak laki-lakinya dan memainkannya sambil bergumam entah lagu apa. "Kubilang hentikan!" Byunggyu ingin menyingkirkan tangan Namjoo tapi ia terlalu lemah untuk itu. "Aku hanya ingin balas dendam! Kakak selalu melakukan ini padaku bila aku melakukan kesalahan. Aku akan membalas Kakak sepuasku saat Kakak tak bisa membalasku! Muohohoho.." Namjoo tertawa jahat. Byunggyu berdecak. Tunggu saja! Begitu ia bisa mengatasi rasa mual dari perutnya ini, ia akan membuat pipi Namjoo menjadi seperti adonan donat yang memasukkan pengembang terlalu banyak! Byunggyu bangun dengan cepat dan menutupi mulutnya. Rasanya benar-benar mual. Namjoo yang melihat kakaknya yang tersiksa menahan rasa mual pun mengambilkan wadah yang memang telah disiapkan oleh ibunya tadi dan memberikannya pada Byunggyu. "Hmm~ jadi ini alasan mengapa Kakak selalu menghindar bila kuajak naik kapal milik Paman Moonbin?" gumam Namjoo. "Bukannya begitu!" sanggah Byunggyu. "Akui saja kalau Kakak mabuk laut. Kalau bukan karena itu mengapa Kakak muntah-muntah? Karena hamil seperti Ibu? Hamil anak siapa? Anak Kak Wooseok?" ejek Namjoo. Byunggyu benar-benar ingin melempari Namjoo dengan wadah yang dipegangnya. Tapi tentu saja hal itu hanya di pikirannya saja dan tak benar-benar ia lakukan. Ia masih perlu hidup dengan uang saku dari ibunya. Dan masih ingin sekolah dengan gratis karena dibiayai ayahnya. "Baiklah, jadi dimana Ibu sekarang?" tanya Byunggyu. "Sedang bersama Ayah. Ia ingin berjaga disini tadi tapi Ayah menyuruhnya istirahat untuk kebaikan calon adik." ucap Namjoo girang. "Kapal ini akan kemana?" tanya Byunggyu. "Ke Jeju, rumah Paman Junho. sebentar lagi kita sampai." "Mengapa harus pakai kapal pesiar? Kenapa tak sekalian menggunakan pesawat jet saja agar lebih cepat sampai?" gerutu Byunggyu. Ceklek... Nayoung dan Wooseong masuk ke dalam kamar itu. Byunggyu menatap sinis pada Nayoung. Nayoung sendiri tak peduli dengan itu. Ia mengambil wadah yang masih dipegang oleh Byunggyu dan menaruhnya di meja lalu menggantikannya dengan gelas berisi air putih. Ia memberikan obat yang ia siapkan pada Byunggyu. "Ini agar mabuknya hilang. Kau mau minum silahkan, mau tidak juga silahkan. Kau sendiri yang akan tersiksa nanti." ucap Nayoung datar. "Kau, sejak kapan kau merencanakan ini dengan ibuku?" tanya Byunggyu sinis. "Sejak kemarin." Nayoung menjawab acuh. "Kenapa kau menculikku?! Ini masih awal semester, kau tahu? Sekarang siapa yang menggantikan kita di sekolah bila ketua dan wakil ketua OSIS sama-sama tak ada di sekolah?" marah Byunggyu. "Dibanding tingkahmu kemarin tindakanku aku lebih baik. Aku sudah menyuruh seseorang untuk menggantikan kita di sekolah. Begitu kita pulang nanti kupastikan murid-murid sekolah kita akan lebih disiplin dari biasanya." jelas Nayoung. Byunggyu beralih pada Wooseok. Wajah sahabatnya itu terlihat tenang dan biasa-biasa saja menghadapi situasi ini. "Wooseok-ah, apa kau sudah tahu rencana mereka sejak awal?" tanya Byunggyu. "Tidak, tapi aku sudah terbiasa diculik oleh Nayoung. Jadi aku tak terkejut sama sekali." jawab Wooseok. Namjoo terkikik geli mendengar jawaban Wooseok. Byunggyu sendiri hanya bisa meminun obatnya, pasrah. "Dimana Gaeun? Apa ia tidak ikut?" tanya Byunggyu lagi. "Kata Nayoung, Gaeun pergi lebih dulu naik pesawat. Ia mabuk laut sama sepertimu." ucap Wooseok. Byunggyu merasakan hatinya menghangat. Oh kelemahan mereka saja sama. Sudah pastinya mereka jodoh. Byunggyu tersenyum dalam hati. Sebenarnya kau melihat dari sisi mananya, Oh Byunggyu? "Pakaianmu ada di koper itu. Aku telah mengemaskannya untukmu. Setelah kau cukup kuat pergilah mandi dan setrika wajah kusutmu itu." ejek Nayoung. "Kau yang mengemas pakaianku?" Byunggyu membelalak. "Begitulah," Nayoung berucap acuh. Tapi seringainya mengembang. "Ada apa? Kau takut karena aku melihat barang-barang pribadimu? Tak usah takut! Sejak awal ukuran pakaian dalammu saja aku sudah tahu, apalagi yang lainnya?" godanya sambil membawa wadah tadi keluar. Byunggyu melongo. Wooseok yang mengerti bagaimana perasaan Byunggyu saat ini pun menepuk bahu sahabatnya dengan pelan sambil mengucapkan kalimat yang mampu membuat Namjoo kembali tertawa terbahak-bahak. "Selamat menikmati penderitaan yang sama denganku selama ini, kawan." *** Mereka sudah sampai di pulau Jeju. Bomin masih tertidur. Karena itu Byunggyu tak bisa mengomeli ibunya dan hanya bisa diam melihat ibunya digendong oleh ayahnya turun dari kapal tadi. Sudah Byunggyu katakan bukan? Kehamilan itu akan menyiksa ibunya. Byunggyu akan mencoba berbicara pada ayahnya nanti. "Byunggyu-ah! Taeoh-ya! Nayoung-ah! Woossok-ah!" suara itu menyadarkan Byunggyu dari lamunannya. Byunggyu melihat bidadari di sebelah paman dan bibinya. Tentu saja! Siapa lagi kalau bukan Gaeun? "Ada apa dengan Bomin?" tanya Eunjin saat melihat Bomin digendong turun dari mobil oleh Byungjin. "Dia hamil lagi." ucap Byungjin. Eunjin membelalak dan menjerit senang. Mungkin karena tak bisa menahan diri. Sayangnya jeritannya itu membangunkan Bomin. "Kita sudah sampai?" Bomin menguap dan baru menyadari kalau ia digendong oleh suaminya. "Sayang, turunkan!" pinta Bomin. Byungjin menurunkan Bomin dari gendongannya. Tapi ia tetap menggenggam tangan Bomin. Takut istrinya itu terjatuh karena masih lemas sehabis baru bangun tidur. "Adik ipar, apakah tanganmu tak apa-apa menggendong babi seberat dia? Tak patah kan?" tanya Junho pada Byungjin. Buk! Junho langsung terkena sabitan sandal jepit gratis. Bukan dari Bomin. Bukan dari Eunjin ataupun dari Byungjin. Tapi dari Namjoo yang marah ibunya dikatai Babi. "Awas saja! Rasakan kemarahan dari anak babi dasar kau paman babi! Hiaaaa!" Dan hasilnya? Junho dikejar-kejar oleh Namjoo masuk ke dalam rumah. Yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala. Dibanding yang lainnya, memang Namjoo yang paling dekat dengan Junho. Mungkin karena kadar ketidakwarasan mereka sama. "Baiklah ayo masuk dan istirahat semua!" ajak Eunjin. Mereka pun masuk ke dalam rumah Eunjin. Rumah Eunjin dan Junso adalah rumah terbesar di desa itu. Warga desa sangat menghormati Eunjin dan Junso karena telah banyak membantu mereka. itulah alasan sebenarnya Eunjn dan Junso berniat menetap di Jeju walaupun pekerjaan Eunjin di sini telah selesai. "Kalian?" "Kak Taeil!" Karena inilah Taeoh mendukung dan ikut berpartisipasi aktif dalam penculikan Byunggyu, ia ingin melihat keadaan kakaknya yang tinggal di rumah ini untuk sementara. Pandangan Taeoh beralih pada seorang anak yang mungkin umurnya tak beda jauh dengan Namjoo yang berada di sebelah Taeil. Wajahnya perpaduan Eunjin dan Junho. "Ah! Taeoh belum pernah bertemu dengan Yookyung bukan? Dia adalah anakku dan pamanmu, namanya Park Yookyung." Eunjin memperkenalkan Yookyung pada Taeoh. Yookyung hanya membungkuk pada Taeoh. Ia lalu menuliskan sesuatu di buku catatannya dan menunjukkannya pada Taeoh. "Salam kenal! Aku Park Yookyung! Penggemar nomor satu Bibi Bomin!" Taeoh mengerjap membaca tulisan Yookyung. Penggemar nomor satu Bomin? Yookyung menyengir. "Kyaaa! Aku terharu Yookyungku tak berubah!" Bomin maju dan langsung memeluk Yookyung. Eunjin menghela nafas. "Dia yang paling antusias karena kau datang. Kau tahu? Ia bahkan memanjat pohon mangga hanya untuk mengambilkan mangga kesukaanmu. Sepertinya dia sudah mempunyai firasat bahwa kau akan hamil." ucap Eunjin malas. Bomin langsung menjerit senang dan membiarkan dirinya ditarik oleh Yookyung ke dapur. Saat mereka dipersilahkan masuk ke ruang tamu, mata Taeoh masih tak lepas dari Yookyung. Mungkin karena penasaran. Tapi ia tak menyadari bahwa sejak tadi Namjoo yang telah selesai bermain dengan Junho memperhatikan gerak-geriknya dengan pandangan tak suka. "Ada apa? Cemburu?" goda Junho. "Aku heran mengapa Yookyung bisa mendapatkan perhatian Kak Taeoh dalam sekali lihat sedangkan diriku tidak?" gerutu Namjoo. Junho duduk di sebelah Namjoo. Lalu mengelus rambut gadis kecil itu pelan. "Mungkin karena dia anakku." ucap Junho. "Jadi harus menjadi anakmu dulu lalu aku bisa mendapatkan Kak Taeoh?" gumam Namjoo bodoh. Junho malah tertawa terbahak-bahak dan semakin gemas mengacak-acak rambut Namjoo. Membuat bibir gadis kecil itu mengerucut kesal karena merasa Junho mengejeknya. "Dengarkan aku. Pernah dengar buah tak jatuh jauh dari pohonnya?" tanya Junho. Namjoo mengangguk. Ia sering membaca itu. "Eunjin tertarik padaku dalam sekali lihat. Tapi ayahmu tertarik pada ibumu setelah ibumu mengejar-ngejarnya." Junho menatap Namjoo serius, "Setiap orang memiliki cara mereka masing-masing dalam mendapatkan cintanya. Mungkin Yookyung sama denganku sedangkan kau sama dengan ibumu. Mengerti?" ucapnya. Namjoo mengangguk mengerti. Tapi bibirnya masih mengerucut. "Memperjuangkan sesuatu yang kita sukai dan mendapatkannya akan lebih menyenangkan dibandingkan langsung mendapatkannya begitu saja. Bersemangatlah! Walau aku tak mengerti mengapa anak kecil sepertimu sudah jatuh cinta, tapi aku yakin kau akan mendapatkan yang terbaik bila kau terus memperjuangkannya." ucap Junho. Entah karena cahaya matahari yang menyinari Junho, di mata Namjoo seluruh tubuh Junho nampak bercahaya. Namjoo jadi semakin bersemangat. Baiklah! Ia akan menaklukkan Taeoh apapun yang terjadi! Semangat! *** "Yookyung masih belum mau bicara?" tanya Byungjin. Eunjin mengangguk lemas. Jadi gadis tadi tidak bisu? Taeoh mengernyit heran. Ia jadi semakin penasaran. "Begitulah. Aku benar-benar bingung apa yang membuatnya seperti ini." ucap Eunjin sedih. "Kuharap Wooseok bisa membantunya." tambahnya. Eunjin menoleh dengan cepat. Wooseok? Wooseok sendiri hanya menatap Eunjin polos. "Membantu apa? Di dekatku saja Yookyung langsung diam seperti batu. Aku malah akan membuatnya semakin bisu." keluh Wooseok. Mereka-kecuali Nayoung-terkekeh mendengar keluhan Wooseok. Nayoung sendiri merasa kesal karena ini. Nayoung menatap Eunjin penuh dendam membuat tawa Eunjin mengeras. Nayoung tak suka Eunjin berniat menjodohkan Woosoeok dengan Yookyung. Benar-benar tak suka! "Ah, baiklah! Bagaimana kalau setelah istirahat kita ke pantai dan bersenang-senang?" ajak Bomin yang baru datang bersama Yookyung. Sehun menatap Bomin, mungkin tak suka dengan ide istrinya itu. Tapi melihat mata memelas istrinya, membuat Byungjin tak tega dan akhirnya mengangguk mengizinkan. "Aku akan mempersiapkan bekal!" Eunjin berjalan ke dapur. "Aku akan mempersiapkan bikini!" ucap Bomin yang membuat mata Nayoung dan Gaeun berbinar antusias. "Tunggu dulu!" cegah Byungjin. "Kenapa?" "Tak ada yang boleh mengenakan bikini selain Namjoo!" ucap Byungjin tegas yang membuat semuanya menjerit kesal. Selain Namjoo berarti tak akan ada yang mengenakan bikini. Walau sedikit gila, Namjoo berkomitmen tak akan menggunakan pakaian yang menunjukkan tubuhnya sampai ia menikah nanti. Namjoo memang anak kecil yang selalu berpikir seperti orang dewasa. "Kenapa? Aku ingin lihat Kak Bomin mengenakan bikini!" protes Wooseok yang diikuti anggukan setuju Taeil. "Itu properti pribadi anak muda! Hanya aku yang boleh melihatnya!" marah Byungjin. Tanpa mereka ketahui, ada satu orang pria lagi yang tak suka dengan larangan Byungjin. 'Padahal aku ingin melihat Gaeun saat menggunakan bikini.' batin Byunggyu kecewa. *** Mereka telah sampai di pantai. Bomin memang diizinkan pergi oleh Byungjin. Tapi saat ia berlari ke pinggir pantai dan ingin berenang... Hup! Bomin langsung dibopong ke dalam gendongan Sehun dan dibawa kembali ke daratan. "Tidakkkk! Turunkan aku! Aku juga ingin menikmati air pantai yang menggiurkan itu!" Bomin meronta dan memukuli punggung Byungjin. "Ingat kandunganmu ibu muda." peringat Byungjin datar. "Kyaaaa! Jangan bawa aku ke rumah bordir, Paman! Aku tak akan laku karena aku sedang hamil dan aku punya suami galak yang bahkan tak membiarkan aku berenang!" jerit Bomin. Byunggyu sekali lagi hanya bisa menutupi wajahnya malu dengan pandangan orang-orang yang melihat mereka aneh. Yang lainnya hanya memasang ekspresi datar karena terbiasa dengan kelakuan absurd Bomin. "Baiklah mari bersenang-senang!" ajak Taeil. Yah, mereka hanya berharap bisa melewati ini dengan bergembira. Walaupun liburan mereka kali ini akan diwarnai dengan berbagai kejadian gila. Tapi mereka akan mencoba menikmatinya. *** Makassar, 17 Mei 2016
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN