Flora baru saja memarkirkan mobilnya di tempat parkir kosnya. Sejak di perjalanan keluar kampus tadi dia merasa ada yang mengikutinya, setiap dia menoleh, dia tidak mendapati siapapun disana. Hingga sekarang dia turun dari mobil pun dan hendak berjalan ke arah kamar kosnya, dia masih merasa ada yang mengikutinya. Anjir ini siapa yang mau main-main sama gue? Batinnya sambil memelankan jalannya. Dia sudah bersiap-siap menangkap siapapun yang mengikutinya sejak tadi. Tangannya bergerak memasukan kunci kamarnya ke tempat kunci yang ada di pintu, saat itu juga langkah orang yang mengiktinya mendekat. Dengan gerakan cepat, Flora memutar tubuhnya memegang tangan orang itu dan menarik tangan orang itu kebelakang tubuh orang itu sehingga pergerakan laki-laki tinggi berhodie itu terkunci.
"ANJIRRR SAKITT, FLOOO!" teriaknya. Flora merasa tak asing dengan suara orang itu, dia langsung menarik hoodie yang menutup kepala pria itu, kemudian berdecih kesal saat tau siapa dia.
"Javier! Sialan bisa-bisanya lo ngerjain gue! Dari di kampus itu lo?" Flora melepas pegangannya dan mendorong Javier—orang yang sejak tadi mengikutinya—hingga dia terdorong ke depan. Javier tertawa karena berhasil melihat wajah panik Flora.
"Mau nguji kemampuan lo aja sih. Masih bisa melintir tangan orang apa gak." Flora tak mengubris ucapan dari adik kandung Jeffran ini. Tapi dia penasaran, kenapa Javier sampai mengikuti Flora.
"Lo ada urusan apa?" tanya Flora sambil membuka pintu kamar kosnya.
"Gue lupa bawa kunci apart, abang gak disana, jadi gue gak bisa masuk deh hehe. Mau pinjem kunci cadangan di lo. Lo kan di kasih bang Jeff kuncinya." Flora hanya berdecak kesal saat mendengar penjelasan Javier. Bukan merasa kasihan pada Javier, pasalnya, laki-laki cerewet satu ini sudah berkali-kali melakukan kesalahan seperti ini. Meninggalkan kunci apartment miliknya, kemudian kakaknya yang merupakan manusia bucin itu selalu meninggalkan apartmen dan memilih pergi dengan pacarnya yang hanya menjadi parasit dalam hidup Jeffran, dan akhirnnya pasti Javier akan mendatangi Flora untuk meminta kunci cadangan. Jeffran dan Javier memang sangat mempercayai Flora, mereka sudah berteman sejak masih SMP dulu, terlebih lagi orang tua mereka juga merupakan teman dekat.
"Tunggu sini, gue mandi dulu terus ke apartemen lo, soalnya gue mau selesaiin lukisan gue yang ada disana," ujar Flora. Javier mengangguk dengan polosnya. "Gue gak boleh nunggu di dalam kamar lo, Flo?" Flora tak menjawab dan malah menendang tulang kering Javier sampai dia berteriak kesakitan.
"Masih mau bisa jalan kan?" tanya Flora. Javier mengangguk.
"Yaudah tunggu di depan sini aja!"
"Gue aduin abang gue lo, Flo."
"Bodo amat! Diem lo gak usah kemana-mana! Duduk situ!" Javier hanya menurut, dia duduk di kursi yang ada di depan kamar kos Flora, karena memang di setiap depan kamar tersedia dua kursi dan meja untuk tempat menerima tamu lawan jenis.
Setelah selesai dengan urusannya sendiri, Flora dan Javier menuju ke apartemen milik Jeffran. Flora menyetir dengan mobilnya sendiri dan Javier menjadi penumpang karena Javier tadi ke kampus dengan memakai ojek online.
"Tumben lo gak bawa mobil atau motor, Jav?" tanya Flora ditengah fokusnya menyetir mobil yang membelah kota besar Neo yang selalu ramai setiap harinya, tak memandang weekend ataupun weekday.
"Ya, soalnya gue udah feeling tadi kalau gue gak bawa kunci pas keluar apartemen, jadi gue naik ojek online deh," jawab Javier. Flora langsung melirik tajam Javier sebentar dan menghela napasnya. Dia tau, Javier memang se-absurd dan aneh itu. Definisi sempurna untuk manusia ter-tidak jelas ada pada diri Javier dan Jeffran.
"Gini loh, Jav. Orang normal, kalau ada feeling gitu dan masih dekat posisinya sama TKP biasanya langsung ngecek, dia bawa kunci apa gak? Lah lo? Udah ada feeling jelek gak di cek sekalian padahal masih di depan pintu!" omel Flora. Javier tertawa sebentar sebelum akhirnya menjawab.
"Ya kan itu kalau orang normal, Flo. Emang gue normal?"
"oke!" Flora lebih membalas okey daripada harus meladeni orang gila seperti Javier.
***
Javier meletakan segelas kopi di meja di dekat Flora melukis di rumahnya. Kemudian, Javier mengambil alat lukis miliknya sendiri dan menempatkannya di samping Flora, dia ikut membuat karyanya di samping Flora yang sedang fokus melukis. "Fokus amat? Tuh kopinya keburu dingin," bisik Javier yang kemudian mendapat tatapan tajam dari Flora. Flora meletakan alat lukisnya dan mengambil kopi buatan Javier untuk dirinya, menyesapnya sedikit demi sedikit.
"Nanti pameran, lo mau buat karya apa?" tanya Javier. Flora menggeleng.
"Belum tau. Belum mikir."
"Kaya bisa mikir aja!"
"Itu sih lo yang gak bisa mikir!"
"Btw, lo ada kenalan dukun yang ampuh gak, Flo?" pertanyaan macam apalagi ini? Begitulah fikir Flora. Ini memang bukan pertama kalinya Javier bertanya hal-hal aneh seperti ini pada Flora. Pernah dia menanyakan kenapa api kalah terus kalau dengan air, pernah juga menanyakan ikan kalau buang air kecil bagaimana, bahkan dia pernah bertanya pada Flora bagaimana bentuk kotoran semut.
"Jav, please sehari aja pertanyaan lo bener bisa gak?" tanya Flora dengan nada sehalus mungkin karena sudah cukup lelah dengan semua pertanyaan Javier.
"Idih, gue serius ya, Flo. Gue mau cari dukun yang bisa lepasin peletnya Kiara di abang gue. Berani-beraninya dia mempermainkan abang gue tercinta, cih tercinta apanya hahaha." Lihatlah bagaimana anehnya manusia bernama Javier ini.
"Itu bukan perkara peletnya. Tapi emang abang lo aja yang bodoh! Udah tau kesalahan Kiara berkali-kali masih aja di pertahanin. Mau di kasih dukun kelas VVIP pun juga gak bakal mempan. Emang manusianya yang bodoh," balas Flora penuh dengan emosi.
"Abang gue bucin gak sih, Flo? Bukan bodoh, soalnya perihal bodoh di keluarga gue itu gue borong semua." Flora menatap Javier tanpa ekspresi kemudian tersenyum karena merasa senang Javier mengakui bahwa dirinya memang bodoh.
"Bagus deh lo ngerasa dan sadar. Tapi Jav, bodoh sama bucinnya abang kamu beda tipis. Intinya bodoh!" Flora kembali melukis, fokus terhadap lukisan yang dia buat hingga tak sadar jika sejak tadi Javier memperhatikan wajah serius Flora dari samping dan tersenyum. "Cantik," gumamnya namun didengar oleh Flora.
"Apa?"
"Lo, cantik kalau lagi diem dan fokus. Tapi kalau banyak tingkah juga cantik sih." Flora hanya mengangguk dan mengatakan kalimat makasih pada Javier. Dia sudah sering di puji Javier jadi tidak lagi terlalu terpesona pada pujian laki-laki tampan ini.
"Weekend ke puncak Neo mau? Biar refreshing sekalian lo cari inspirasi buat karya lo di pameran nanti?" tanya Javier.
"Boleh."
"Tapi lo yang nyetir!" Flora menunjukan wajah kesalnya pada Javier, selalu seperti ini akhirnya.
Ditengah fokus mereka dan perbincangan serius antar keduanya, satu sosok manusia aneh lain muncul di apartemen. Wajahnya terlihat sebal, bahkan terlihat tak memiliki semangat. Siapa lagi kalau bukan Jeffran? Dia ke dapur mengambil air dingin dan meminumnya dengan cepat, kemudian duduk di sofa dekat Flora dan Javier sedang melukis. Flora menyenggol siku Javier bermaksud agar tak usah mempedulikan Jeffran. "Paling masalahnya sama kan?" bisik Javier pada Flora. Flora mengangguk dan menyuruh Javier diam saja.
"Ini gak ada yang mau nanya gue kenapa gitu?" satu kalimat akhirnya terlontar dari mulut Jeffran. Namun, Flora dan Javier berpura-pura tak mendengarnya dan fokus melukis.
"Gue setan apa manusia sih?" tanya Jeffran.
"Iblis," jawab Javier. Flora langsung menendang kaki Javier karena dia menanggapi ucapan Jeffran.
"anjir lo!"
"Lo ada apalagi sih, Flo? Sama cewek gue! dia ngadu yang enggak-enggak ke gue. Masa kata dia, lo tadi di kampus jelek-jelekin dia di depan banyak orang!" ujar Jeffran. Flora menghela napasnya. Jeffran meskipun bucin dan bodoh, dia tidak mudah termakan omongan orang meskipun itu pacarnya sendiri, dia akan mencari tau dari sudut pandang lain dan juga jawaban dari pihak-pihak yang bersangkutan untuk menyelesaikan masalah atau mengetahui fakta.
"Ya gue emang ngatain dia sih, Jeff. Tapi gue masih waras, gue gak ngejelekin dia didepan banyak orang. Bahkan tadi di depan gengnya dia gue ngomongnya bisik-bisik," ujar Flora. Javier bertepuk tangan.
"Emang malaikat dah, bundadari bener lo, Flo. Gue kalau menghadapi setan berwujud manusia kaya Kiara sih udah gue teriakin pakai microfon kelas biar semua orang tau," balas Javier. Jeffran tidak pernah marah setiap Javier mengatakan hal demikian semenjak Jeffran tau memang pacarnya itu punya banyak kesalahan yang seharusnya tidak bisa ia maafkan. Tapi entah mengapa, dia masih pertahankan hubungannya hingga saat ini.
"Emang dia kenapa, Flo? Sampai lo jelekin dia."
"Jalan sama cowok lain, beda lagi, gak kaya kemarin."
"Waduh bro, itu sih namanya bukan ngatain atau menjelekan orang lain. Tapi mengungkapkan fakta," celetuk Javier. Flora langsung meremat tangan Javier. Dia tau bahwa Jeffran tidak akan marah pada Javier, namun batas kesabaran manusia memiliki masa limit. Bisa saja, Jeffran tiba-tiba meledak pada Javier saat kesabarannya sedang limit.
"Belum pernah gue hancurin karya-karya lo ya, Jav?" celetuk Jeffran.
"Jangan dong bosku, buat dipamerin di pameran nih!" Jeffran memasang ekspresi meledeknya pada Javier karena adiknya itu tidak pernah sekali pun lolos seleksi karya untuk ikut pameran seni. Flora hanya menjadi penonton keributan antar kakak dan adik yang selalu terjadi tepat di depan matanya itu.
"Jeff—" ucapan Javier terpotong oleh Jeffran yang sudah berdiri sambil mengangkat bantal sofa.
"Jaff Jeff Jaff Jeff lo kata gue siapa? Gue abang lo!" protes Jeffran. Javier langsung memamerkan deretan gigi putihnya pada Jeffran.
"Hehehe maaf suka lupa kalau lo abang gue, soalnya otak sama kelakuan lo gak sinkron sama umur lo!" Flora tertawa mendengar ucapan Javier yang ada benarnya juga. Jeffran langsung ngamuk dan mendekati Javier, Javier yang melihat Jeffran mendekat langsung berlari alhasil terjadi aksi kejar-kejaran antara kedua kakak beradik itu. Flora yang melihatnya langsung membereskan alat lukisnya dan menyingkirkan karyanya agar tidak menjadi korban amukan Jeffran. Baru saja menutup alat cat nya Javier langsung menarik Flora dan bersembunyi di balik badan Flora karena Jeffran tak akan berani jika sudah berhadapan dengan Flora.
"Sini lo adek kurang ajar!"
"Waduh ajarin dong bang, biar ajarnya gak kurang!" bukannya meminta ampun, Javier justru mengejek Jeffran. Flora menghela nafasnya karena sekarang tubuhnya menjadi tameng Javier dan ditarik-tarik oleh Jeffran agar menjauh dari Javier. Flora dengan satu tangannya menarik tubuh Javier yang lebih besar darinya, dengan satu tangan saja Javier langsung terhuyung ke depan. Jeffran langsung memukul Javier dengan bantal sofa.
"Gak usah cengeng, cuma bantal sofa!" ujar Flora kemudian dia berjalan ke dapur untuk mengambil minum dan membiarkan kedua saudara kandung itu bertengkar sambil melemparkan opini mereka masing-masing. Ini bukan kali pertama untuk Flora melihat hal seperti ini, bahkan pertengkaran Jeffran dan Javier sudah menjadi bahan santapan Flora sehari-hari.
"Flo, Xibobi atau Janjijawa?" tiba – tiba saja Javier menanyakan merk minuman kekinian pada Flora, dia langsung bisa mencerna jika kedua saudara itu selesai bernegosiasi untuk saling memaafkan dengan salah satu diantaranya mengalah mentraktir mereka.
"Xibobi," jawab Flora singkat.
"Okey, gue beli dulu, lo disini dulu jagain anjing peliharaan gue kalau ngamuk lagi susah," celetuk Javier sambil menatap Jeffran. Sebelum Jeffran kembali memukulnya, Javier sudah berlari pergi untuk keluar dari apartmennya. Flora hanya bisa menggelengkan kepalanya kemudian dia berjalan ke lukisan Javier yang tadi belum selesai dia bereskan. Flora menatap lukisan itu cukup lama sebelum akhirnya dia membereskan alat lukisnya dan Javier.
"Kok diberesin? Bukannya kalian mau selesaiin lukisan?" tanya Jeffran.
"Udah gak mood," jawabnya. Jeffran kemudian duduk di sofa sambil memperhatikan Flora yang sedang membereskan alat lukisnya.
"Kenapa gak coba kerjasama sama Javier buat pameran, Flo? Kan gak ada larangan buat kerja sama bareng adek tingkat kan? Lo dan Javier, bikin karya bareng buat pameran, gue rasa itu ide bagus, Javier jadi punya kesempatan juga buat lolos, karena gue yakin, kalau itu ada campur tangan lo pasti 50 persen kesempatan lolos ada." Flora beralih menatap Jeffran kemudian duduk di sebelah Jeffran. Jeffran meskipun terlihat acuh atau cuek pada Javier seperti tak memperdulikan keberadaan adiknya itu, dia sebenarnya tetap tau apa yang adiknya sedang lakukan, Jeffran mengawasinya melalui Flora. Jeffran selalu menanyakan perihal Javier melalui Flora dan selalu meminta tolong Flora untuk membimbing Javier. Pada intinya, Jeffran sebenarnya sangat peduli pada Javier.