Flora dan Javier hanya mengekori Jeffran selama di grocery market. Dua manusia yang memang tidak pandai dalam hal memasak bahkan memilih bahan makanan ini hanya memperhatikan Jeffran yang notabennya orang yang paling pandai memasak di antara mereka bertiga bahkan kemampuan memasak Jeffran sudah bak chef handal. Flora sampai pernah meminta Jeffran untuk mengikuti acara Master Chef yang rame di pertelevisian itu.
"Ini kalian gak ada niatan bantuin gue gitu?" tanya Jeffran.
"Ya kita mana ngerti!" jawab Javier dan Flora dengan kompak. Jeffran hanya bisa menghela nafasnya dan membiarkan kedua orang itu mengekorinya. Jeffran merasa sedang berbelanja dengan mengajak kedua anaknya. "Berasa gue belanja ngajak anak-anak gue," gumam Jeffran sambil mendorong trolly yang dia bawa.
"Eh gue antri di kasir aja ya? Panjang antrinya." Belum mendapatkan persetujuan dari Jeffran dan Flora, Javier sudah melesat pergi ke kasir untuk ikut mengantri agar nanti Jeffran tak harus mengantri cukup lama.
"Kurang apa?" tanya Flora pada Jeffran.
"Lo mau ikan gak?" Flora mengangguk menjawab pertanyaan dari Jeffran. Kemudian dia mengambil alih trolly dan berjalan berdampingan dengan Jeffran.
"Jeffran, soal pameran gue udah bilang ke Javier." Mata Jeffran berbinar mendengarnya. Dia langsung mendengar ucapan Flora.
"Tanggapan Javier gimana?"
"Dia mau, awalnya mau nolak, tapi gue agak paksa sih. Bener kata lo, kapan lagi dia nyetak poin tambahan kan?"
"Lo rencananya mau bikin apa?"
"Lukisan mungkin?"
"No, mainstream banget, Flo. Dan pasti itu yang bakal nilai plus lo. Lo ambil konsentrasi lo emang seni lukis, tapi Javier? Dia seni kriya. Kalian harus coba cari karya apa yang bisa jadi kolaborasi kalian berdua. Anak-anak jurusan Javier rata-rata bikin patung kan? Atau dari tanah liat gitu-gitu. Gue rasa lo berdua bisa cari yang lain." Flora terdiam mendengar ucapan Jeffran, masukan dari Jeffran membuatnya memikirkan ide yang cocok untuk karya mereka nantinya. Benar kata Jeffran, dia dan Javier harus imbang menerapkan ilmunya dalam hasil karyanya nanti. Tidak bisa hanya satu saja yang terlalu menonjol di antara mereka.
"Gue juga bakal maju sih nanti, gue lagi bikin lagu yang nanti bisa gue tampilin. Lo tau kan? Seni musik pas pameran atau festival gitu sering ada produser-produser dari label ternama, siapa tau lagu gue bisa di beli kan?" ujar Jeffran. Flora tersenyum mendengarnya. Jeffran memang aneh dan terlihat seperti anak yang terlalu bermalas-malasan, namun perihal musik dia adalah orang yang sangat teliti dan perfeksionis dalam hal ini. Cita-citanya bisa menjadi seorang composer atau mendirikan label sendiri yang mampu menaungi penyanyi atau idol berkualitas baik.
"Itu ikannya." Flora menunjuk tempat ikan di jual, mereka berjalan kesana dan membeli ikan salmon yang memang Jeffran inginkan.
"Flo, bentar ya, Kiara nelfon, gue angkat dulu." Flora memutar bola matanya malas dan memberi isyarat membiarkan Jeffran pergi. Dia terus menatap punggung Jeffran yang semakin menghilang dari pandangannya sambil menunggu ikannya siap. "Ganteng doang tapi bego," gumam Flora dengan nada kesalnya.
***
Jeffran memasakan sarapan untuknya, Flora, dan Javier. Dia benar-benar melakukan semuanya sendiri, Flora hanya membantunya mencui sayuran, sedangkan Javier dia hanya berteriak memberikan semangat untuk kakaknya itu kemudian bermain games di ponselnya. Flora memperhatikan Jeffran yang memasak dengan seksama, dia memang tidak pandai memasak, namun dia cukup belajar dari Jeffran perihal masak memasak. Berkat Jeffran juga, Flora kini bisa memasak telur, mungkin terdengar gampang hanya memasak telur saja, namun bagi Flora dulu adalah hal yang sulit. Sesekali Jeffran meminta bantuan Flora untuk sekedar mengawasi ikannya di teflon agar tidak gosong. Jeffran lebih baik meminta bantuan Flora dibandingkan Javier adiknya.
"Jav, lo numpahin garam ya tadi?" tanya Jeffran. Javier yang dipanggil hanya menoleh sambil cengegesan saja. "Garam belinya pakai duit, bikinnya pakai tenaga sampai memeras keringat, lo seenaknya numpahin garam. Mana punya orang lagi!" omel Jeffran.
Javier mendengkus. "Ya … kan gak sengaja, Jeff. Namanya manusia tempatnya salah dan dosa." Flora lagi-lagi hanya berperan sebagai penonton. Pembelaan yang di lontarkan oleh Javier memang pembelaan paling aman, dan Flora pun pasti akan melakukan hal sama bila ada di posisi Javier.
"Sana lo ke warung deket kos situ. Beli garam. Yang bungkusnya biru. Soalnya enak ada rasa micinnya." Javier melempar ponselnya ke atas tempat tidur Flora kemudian bergegas pergi sambil menggerutu tentunya karena dia memang sedang asik bermain game tetapi malah diperintah Jeffran.
"Lo gak capek apa tengkar mulu sama Javier? Gak pernah sehari aja akur."
"Gak lah, justru kalau gak berantem ada yang kurang."
"Aneh lo! Tadi Kiara ngapain nelfon?" tanya Flora tiba-tiba. Jeffran melirik Flora sekilas sebelum akhirnya menjawab, "biasa, nanya aja dimana gitu-gitu lah. Kayaknya dia mau mampir ke apartemen deh, cuma ya gue jawablah gue lagi di grocery."
"Padahal lagi sama gue. Kalau dia tau lo sama gue pasti dia ngamuk se-ngamuk –ngamuknya."
"Udah biasa gue diamuk sama dia." Flora mengernyit, bingung dengan sikap Jeffran yang membuatnya semakin terlihat sangat bodoh. Diam saja saat pacarnya bersikap seperti itu padanya, definisi bucin yang sesungguhnya.
"Jeff, lo gak ada niat buat putusin dia? Dia udah semena-mena ke lo dan lo masih diam, lo waras kan?" Jeffran memindahkan masakannya ke piring sebelum dia menanggapi ucapan Flora. Dia kembali menatap Flora, kali ini menatap penuh ke arah Flora.
"Gue sayang dia, Flo." Flora tiba-tiba membanting sendok yang dia pegang ke meja. Wujud dari emosi dia setelah mendengar jawaban Jeffran. "Sayang boleh, tapi bego jangan!" omel Flora kemudian dia berjalan mengambil piring yang di pegang Jeffran dan membawanya ke meja kecil yang akan menjadi tempat mereka makan.
"Udah tau suka diselingkuhin, dia jalan sama cowok sana sini, masih aja di pertahanin. Ya emang bodooh itu manusia satu. Gak habis pikir gue." Flora terus mengerutu sendirian sambil meletakan piring-piring berisi makanan. Tak menghiraukan Jeffran yang masih ada disana. Tak lama setelah itu Javier datang dari membeli garam. Dengan santainya dia melempar sebungkus garam ke Jeffran, untungnya Jeffran tanggap dan langsung menangkap garam tersebut.
Usai berkutat dengan dapur, mereka kemudian sarapan bersama di kos Flora. Flora dan Jeffran juga tak membahas lagi perihal Kiara. Mereka justru mengobrolkan hal lain, yaitu mengobrolkan tentang pameran seni tahunan yang akan di adakan kampus, Jeffran juga membahas perihal karya seni kolaborasi Flora dengan Javier.
"Keramik? Porselen gitu maksud lo?" tanya Javier usai Jeffran mengungkapkan masukannya untuk Flora dan Javier seperti saat Jeffran dan Flora di grocery tadi.
"Ya gitu, yang kaya gucinya mama waktu itu, yang lo pecahin terus mama ngomel tiga hari tiga malam, lo sampai gak boleh keluar rumah. Inget gak lo?" ujar Jeffran. Javier membentuk bibirnya menjadi bulat hingga mengelurkan suara "oh".
"Boleh sih."
"Tapi Jav, itu susah, lo tau sendiri kan? Keramik gitu kita butuh ovennya juga, belum nanti prosesnya ngecatnya juga." Flora akhirnya membuka suaranya.
"Ya itu tugas Javier kali, Flo. Dia udah biasa bikin gitu, pasti tau tempat-tempatnya dimana dan bahannya apa aja. Tugas lo ngelukis di keramiknya itu aja," balas Jeffran. Flora diam, dia berpikir sejenak.
"Tunggu, gue rasa kerajinan keramik memang bagus dan masih belum ada yang buat di kampus kita, tapi gue rasa bentuk guci bukan ide bagus. Gimana kalau piring?" Jeffran dan Javier kompak menatap Flora bingung. Flora mengambil sebuah kertas dan pensil, dan mencoret-coret kertas tersebut.
"Piring, kita lukis, kaya lukisan 4 frame atau puzzle gitu. Jadi lukisannya nyambung dari satu piring ke piring yang lainnya, ngerti kan maksud gue?"
"Terus piringnya di taruh di dinding?" tanya Javier.
Flora mengangguk. "Sekarang juga mulai banyak kan keramik di letakan di dinding buat pajangan. Kita bikin itu, gue rasa itu jauh estetik dibandingkan dengan guci porselen lo tadi. Iya kan?" tanya Flora.
"Gue setuju sih. Itu ide bagus."