4. Weird Sibling

1412 Kata
Usai membersihkan dirinya, Javier berbaring di kasur lipat yang sudah di sediakan oleh Flora, sedangkan Flora tidur di tempat tidurnya. Javier yakin bahwa kakaknya tidak hanya sekali dua kali singgah ke kos Flora dan menggunakan kasur lipat tersebut sebagai alas tidurnya. Hal ini terbukti dari aroma kasur lipat tersebut yang beraroma white suede milik Jeffran. Javier percaya dan yakin jika memang Jeffran hanya mampir dan tidak berbuat macam-macam karena Jeffran pasti tahu akibatnya bila dia macam-macam dengan Flora, perempuan yang sangat ahli judo. "Jav …." "hm?" "Soal pameran seni, gue tadi sempet telfon Senja. Lo tahu kan Senja?" "Emm, kak Senja maksud lo? Yang kerja jadi admin di jurusan kita kan?" pertanyaan Javier diangguki oleh Flora. "Gue tanya masih ada slot buat karya kelompok gak? Dia bilang masih tersisa satu, gue minta buat keep satu slot itu," tutur Flora. Javier merubah poisinya menjadi duduk di atas kasur lipat dan menghadap Flora. "Jadi? Lo mau bikin karya berkelompok? Gak individu kaya tahun sebelumnya?" "Iya, sama lo." Javier melotot, dia tak percaya begitu saja ucapan Flora. "Ah, bercanda lo gak lucu!" "Gue serius, Javier!" Flora mengubah posisinya ikut menjadi duduk menghadap Javier lalu menghela nafasnya. "Gue mau coba buat ikut pameran berkelompok, jadi gue mau ajak lo jadi tim gue. Kita berdua tim. Nama lo gue daftarin ke sana." "Flo, tapi lo apa gak pernah pikir kalau dosen bakal ikut turun tangan soal ini? Lo itu Flora! Mahasiswa dengan karya terbaik di jurusan kita, mahasiswa yang karyanya selalu dipuji setiap pameran tahunan. Dosen pasti bakal coba bujuk lo buat ikut pameran tunggal," sahut Javier dengan nada dan tampang seriusnya. "Gue bakal urus. Hak mahasiswa buat milih pameran itu, boleh ikut boleh nggak. Gue sebenarnya udah gak minat ikut buat tahun ini, tapi gue tertarik di kelompok. Dan gue yakin lo bisa jadi partner terbaik buat gue, karena gue tau, karya lo juga diakui, Jav. Mau kan bareng gue?" Javier diam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Jadi lo punya ide apa? Patung? Patung pahat? Atau dari tanah liat?" Flora menggeleng dengan cepat. "Patung, udah tiga tahun terakhir ini banyak mahasiswa berlomba-lomba memamerkan patung di pameran. Jadi, gue gak mau itu. Gue mau bikin lukisan." "Lukisan?" "Lukisan yang bisa bercerita. Bukan hanya lukisan biasa, tetapi lukisan itu terkesan memiliki cerita dan orang-orang dapat memahami cerita dari lukisan tersebut," ujar Flora. Javier kembali membaringkan dirinya dan memejamkan matanya. "Kisah apa yang akan diangkat? Mitologi Yunani yang biasa lo baca? Cerita favorit lo kan?" "No! gue belum tau kisah apa yang bakal gue angkat yang jelas gak ada hubungannya dengan kisah-kisah mitologi Yunani yang biasa gue baca. Mungkin cukup kisah di sekeliling kita." Javier kembali duduk, "Gue kepikiran soal kisah romansa. Kebanyakan lukisan di pameran kampus kita kisahnya angst sekali-kali bikin romansa bahagia gitu? Sangat langka disana!" seru Javier. "Kita omongin nanti lagi. I need to sleep, now! Good night!" Flora langsung membanting tubuhnya kembali berbaring ke tempat tidur dan memejamkan matanya. *** Flora mengerjapkan matanya ketika dia mendengar suara benda terjatuh di kamarnya. Perlahan dia mengumpulkan nyawanya sebelum merubah posisinya menjadi duduk di atas ranjang. Pertama kali yang dia lihat adalah Javier yang tengah berdiri di pantry mini yang ada di kamar kosnya. Flora menghela nafasnya, dia lupa jika yang menginap semalam adalah Javier bukan Jeffran. Jika itu Jeffran, Flora tak perlu khawatir, namun karena ini Javier, Flora sepatutnya khawatir, takut jika pantrynya berakhir terbakar karena ulah Javier. Flora berjalan menghampiri Javier. "Lo gak berniat bakar kamar gue kan, Jav?" Javier cengegesan menanggapi pertanyaan Flora. Tangan Flora terulur mematikan kompor listrik yang dinyalakan Javier untuk merebus air. "Sorry, gue mau bikin kopi, tapi gak sengaja numpahin garam lo hehe, udah gue beresin kok," tutur Javier. Flora hanya mengangguk kemudian dia mengambi air mineral untuk dia minum, dibukanya gorden kamarnya dan membiarkan cahaya pagi masuk. "Lo ngapain rebus air?" tanya Flora. "Kan gue udah bilang kalau gue mau bikin kopi." Flora kembali menghela nafasnya, mengumpulkan segala kesabarannya untuk menghadapi mahkluk sejenis Javier. "Sekarang ada teknologi bernama dispenser, Jav. Dan di kamar gue di fasilitasi dispenser." Flora menunjuk ke arah tempat gallon yang disebut dispenser yang terletak tak jauh dari kompor tersebut. Javier kembali cengegesan. "Lo duduk aja, gue bikinin kopinya," ujar Flora. Javier langsung tersenyum kemudian duduk di atas ranjang sambil menyalakan televisi. "Btw, ada garam disini, emangnya lo bisa masak, Flo? Atau itu garamnnya cuma dipakai buat ngusir setan atau penangkal ular? Atau sejenisnya?" tanya Javier. Flora memejamkan matanya dan berhenti mengaduk kopi untuk Javier, "Jav, please, masih pagi, tolong pertanyaannya yang bener dikit!" "Ya kan gue nanya beneran, karena gue tau lo gak bisa masak selain masak air sama mi instan!" celetuk Javier. Flora berjalan mendekati Javier dan menyerahkan kopi milih Javier. "Punya Jeffran. Itu bumbu-bumbu dapur yang ada disini punya Jeffran. Gue pikir lo gak amnesia kan? Gue semalem cerita kalau Jeffran suka jadi penghuni kamar kos gue?" Javier mengangguk. "Bagus deh, kalau gini gue setuju aja sih bang Jeff sering ngine sini, karena gizi lo terpenuhi, dimasakin mulu sama dia, jadi gak perlu makan makanan sampah, I mean … Junk food." Flora hanya mengangguk. Obrolan mereka terhenti karena kamar Flora di gedor cukup kasar. "Anjir siapa sih pagi-pagi gak sopan banget? Minta di betot sama lo tuh, Flo!" Flora tak bergeming, dia mengabaikan ucapan Javier dan memilih membukakan pintu agar ketukan bar-bar itu terhenti karena takut mengganggu tetangganya. Ketika pintu itu terbuka, wajah Jeffran lah yang terpampang jelas di hadapan Flora. Tanpa permisi, Jeffran masuk ke dalam kamar Flora. Kini Flora menyiapkan mental dan kesabarannya dengan penuh karena kedua saudara ini tengah berkumpul di dalam kamarnya, sudah dapat dipastikan yang terjadi berikutnya adalah perdebatan tidak penting antar Javier dan Jeffran. "Lo bukannya balik ke apartemen malah nginep disini? Bener-bener ya lo, Jav. Gue semalem gak bisa tidur nungguin lo balik, lo ditelfon gak bisa, Flo juga gak bisa—" ucapan Jeffran terpotong oleh Javier dan Flora. "Hp gue lowbath," ujar Flora dan Javier bersamaan sambil menunjukan ponsel mereka yang sama-sama mati. Jeffran menghela napasnya, lebih tepatnya mengekspresikan kekesalan dan frustasinya melalu helaan napasnya yang terdengar cukup berat. Javier perlahan merubah posisinya menjadi di belakang Flora seolah-olah menjadikan Flora sebagai tameng jika sewaktu-waktu kakaknya mengomelinya. "Gue udah gak bisa berkata-kata lagi. Lo juga ngapain nginep disini, Jav? Kan habis ketemu Flora bisa langsung balik." Javier tak terima mendengar ucapan Jeffran. Dia langsung maju di hadapan kakaknya yang jauh lebih pendek darinya, sehingga membuat Jeffran harus sedikit mendonggak untuk melihat wajah adiknya itu. "Lo juga ya sering nginep disini! Lo kira gue gak tau? Gue bilangin nyokap bokap gue lo bang!" celetuk Javier. "Ya lo gue bilangin juga ke nyokap bokap gue lah!" Jeffran tak mau kalah. "Permisi, mas, maaf mas, tapi nyokap bokap kalian sama, mas." Flora ikut masuk ke obrolan mereka, mencoba untuk menyadarkan mereka bahwa mereka saudara kandung, kakak dan adik secara dengan orang tua biologis yang sama. "Gue lupa kalau gue berhadapan sama Jeffran dan Javier, duo sibling yang anehnya gak masuk logika," gumam Flora. "Silahkan mas lanjutin ributnya," ujar Flora pada akhirnya. "Dari pada kita ribut nih bang. Mending lo masak dah buat Flora sama gue. Kasihan tuh manusia makan junk food mulu," ujar Javier. Jeffran mengalihkan atensinya pada Flora. "Lo makan junk food lagi, Flo? Flo, gue kan udah bilang, jangan keseringan makan begituan, delivery makanan sehat juga banyak, sayur kek buah kek. Jangan junk food. Gak sehat, Flo. Apa perlu gue tiap hari kesini masakin buat lo?" Jeffran kini beralih mengomeli Flora. Flora bahkan sampai kebingungan dengan situasinya. Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kini justru dia yang kena omel dari Jeffran. "Gue? Gue gak makan junk food, Jeff. Bahkan gue berhenti merokok asal lo tau itu. Baru semalem aja minta sebatang ke Javier, itu aja gak habis. Gue jauh lebih hidup sehat dibandingkan sama lo." Jeffran kini terdiam. Dia berjalan ke lemari pendingin Flora dan membukanya, kosong, hanya terdapat telur dan beberapa buah saja. "Gue gak bisa masak, gue rasa lo gak lupa, makanya kulkas gue kosong. Dan juga, lo udah beberapa minggu ini gak ke kos gue jadi gak ngisi kulkas gue karena biasanya yang ngisi dan masak disini lo." Flora benar, semua yang dikatakan Flora benar. Memang Jeffran lah yang selalu membuat isi lemari pendingin Flora penuh dengan bahan makanan. Namun, lelaki tampan ini akhir-akhir ini tak menginjakan kakinya ke kos Flora. "Oke, Jav ayo belanja sama gue." Jeffran menarik Javier paksa tanpa menunggu persetujuan Javier. "Gue ikut!" seru Flora kemudian berlari mengejar mereka hanya dengan mengenakan jaket miliknya dan mengikat rambutnya asal lalu memakai masker.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN