bc

Nikah Yuk!

book_age18+
0
IKUTI
1K
BACA
drama
bxg
humorous
another world
cheating
secrets
virgin
friends
like
intro-logo
Uraian

"Nikah yuk!"

Jena menoleh ke arah Rama dengan melotot, namun di detik berikutnya gadis itu mengangguk dengan semangat.

"Yuk!"  

Perencanaan pernikahan yang mereka kira mudah ternyata lebih rumit daripada rumus fisika yang dipelajari Jena sewaktu SMA.

Belum lagi godaan mantan yang mendadak datang dengan segudang penyesalan dan tawaran untuk balikan.

Apakah hati Jena akan goyah? Mungkinkah ia memilih untuk kembali pada sang mantan atau masih mempertahankan rencananya untuk menikah dengan Rama?

chap-preview
Pratinjau gratis
Nikah, Yuk!
“Nikah yuk!” Jena menoleh ke arah lelaki yang duduk di sampingnya dengan mata melotot. Apa yang dikatakannya tadi? Ia mengajakna menikah? “Lo ngomong apa barusan?” tanya Jena memastikan. Rama, tersenyum kecil. Ia merapatkan jarak antara tubuhnya dengan gadis di sampingnya yang kini terlihat waspada. “Nikah yuk, udah ditanyain Bunda kapan nikah katanya,” ucapnya enteng. Jena menggelengkan kepalanya, kemudian satu tangannya terangkat dan ia arahkan ke dahi Rama. “Wah, fix inimah lo sakit. Pala lo panas, otak lo geser pasti,” katanya dengan menggelengkan kepala. Rama berdecak, ia dengan segera menyingkirkan tangan Jena dari dahinya dan mendengkus kesal. “Sialan, lo. Gue sehat!” Jena terkikik, ia mengambil lagi keripik kentang yang tersedia di meja ruang tamu rumah Rama. “Lagian lo aneh. Nggak ada hujan, ngga ada angin ngajakin nikah. Udah mah, ngajakin nikah kaya ngajakin nongkrong, sehat lo?” Lagi-lagi Rama mendengkus, pria itu menyeruput es jeruk yang beberapa saat lalu dibuatkan sang Ibu. “Gue bosen ditanyain kapan nikah mulu. Udah tahu anaknya jomblo, malah ditanyain kapan nikah terus, stress rasanya,” keluh Rama. Jena melirik sekilas ke arah sang kawan dengan wajah prihatin. Sebenarnya apa yang mereka alami tidak ada bedanya. Ia juga sudah sering ditanyai hal serupa oleh orang-orang terdekatnya, ahkan tidak jarang pula diriya menerima sindiran dari beberapa kerabat saat ada salah seorang sepupunya yang akan melangsugkan acara pernikahan atau semacamnya. Karena hal itulah sering kali Jena enggan untuk pulang ke rumah saat ada acara keluarga. Ia akan beralasan tengah sibuk dengan pekerjaanya guna menghindari pertanyaan-pertanyaan yang terasa memuakkan untuk didengar. “Nikah, yuk!” Lagi-lagi Jena menoleh dengan wajah melotot. Pria di sampingnya itu mengulangi lagi ajakannya beberapa saat yang lalu. “Nikah itu nggak gampang, woy. Perlu kesiapan lahir dan batin,” sahut Jena kemudian. “Gue udah siap, kok. Gue juga udah punya pekerjaan tetap, lo juga. Kurang apalagi coba,” Rama tetap memaksa. Jena mendengkus, ia heran dengan temannya ini mengapa ia jadi kekeuh sekali untuk mengajaknya menikah? “Lo udah siap atau lo yang udah muak ditanyain kapan nikah?” Pertanyaan Jena membuat Rama terdiam. Memang benar apa yang dikatakan gadis itu, dirinya sudmerasa muak dengan pertanyaan seputar pernikahan. Dan mungkin itu juga yang membuatnya begitu keukeuh untuk mengajak Jena menikah. “Lagian kenapa loe musti ngajakin gue sih? Kan loe punya pacar,” ucap Jena yang merasa heran. Memang benar, Rama telah memiliki seorang kekasih bernama, Anna. Keduanya sudh menjalin hubungan lebih kurang satu tahun. Hanya helaan napas yang terdengar jelas dari sela bibir Rama, pria itu menengadahkan kepalanya pada badan sofa. Menatap langit-langit rumahnya dengan wajah muram. “Gue udah putus sama Anna.” Jena yang saat itu tengah meminum es jeruk miliknya sontak terbatuk. Gadis itu menoleh ke arah Rama dengan wajah terkejut bukan kepalang. “Putus? Kapan?!” Rama melirik sekilas ke arah Jena dengan wajah malas. Ia merasa enggan untuk menjawab pertanyaan gadis itu, tapi di sisi lain ia juga tahu bagaimana tabiat gadis yang sudah berteman dengannya selama tujuh tahun tersebut. Ia takkan berhenti bertanya sampai dirinya mau menjawab pertanyaan tersebut dan membuatnya merasa puas. “Kemaren, pas gue ajakin nikah,” jawab Rama singkat. Baru saja Jens akan mengatakan sesuatu, Rama lebih dulu berbicara. “Nggak usah ngomongin Anna dulu, please. Otak gue udah serasa mau meledak sekarang. Semalam Bunda nanya lagi soal kapan nikah, udah gue jelasin juga kalo gue belom kepikiran, tapi Bunda nggak mau ngerti, bahkan Bunda minta gue buat nikahin Anna secepatnya.” “Gimana mau nikahin, pas diajak lebih serius mlah guenya diputusin. Kampret, emang,” dumal Rama yang membuat Jena seketika tergelak. Ia merasa kasihan sekaligus lucu dengan apa yang diceritakkan Rama padanya. Padahal jika dilihat lagi, nasibnya juga sama saja dengan sang kawan. “Kasihan banget, sih. Udah mah ditanyain terus kapan nikah, malah diputusin sama mbak ayang. Padahal kalo gue liat Anna juga kayaknya bucin banget ke lo, deh.” Rama mendengkus, ia merebut keripik yang ada di tangan Jena dan menjejalkannya ke mulutnnya sendiri dengan kesal. “Bucin apaan, kemaren gue ketemu dia udah punya pcar baru, gila. Dan gue baru tahu kalo selama ini gue yang jadi selingkuhannya!!” Tawa Jena tidak lagi bisa ia tahan, gadis itu terahak hingga terbatuk-batuk. Bukannya ia tidak merasa kasihan pada nasib malang sang kawan, hanya saja ia merasa jika apa yang menimpa Rama itu lucu. “Tawa aja teros, tawa. Gue sumpahin mantan lo dateng lagi ngajak balikan!” tukas Rama. “Sialan, lo!” “Ya, makanya. Lo nikah aja ya, sama gue. Lagian Bunda sama Ibu juga udah saling kenal, bakalan disetujuin dah, pasti.” “Pede gila, lo!” *** Motor vespa yang dikendarai Jena tiba di pelataran rumah bercat putih tersebut. Gadis itu melepas helm yang menempel di kepalanya sebelum kemudian melangkah masuk ke arah rumah. “Assalamu’allaikum!” serunya memberi salam. Terdengar sahutan salam dari dalam rumah, dan saat Jena melangkah masuk bisa ia lihat jika Ibu Rama ada di ruang tamu bersama Ibunya. Dua wanita baya itu tengah mengobrol bersama ditemani dua cngkir teh di depan mereka. “Eh, Bunda,” ujar Jena yang langsung menyalami sang Ibu dan juga Bunda. “Oh iya, Jena. Tadi Rama nggak ikut keluar, kan?” tanya Bunda. Jena menggeleng, ia kemudian berpamitan untuk masuk ke kamarnya dan beristirahat. Dalam kamar Jena terbaring sambil melihat ke arah langit-langit kamar, pikirannya menerawang luas ke kejadian beberapa saat yang lalu, lebih tepatnya soal tawaran Rama padanya. Setelah bercerita soal bagaimana ngenesnya kehidupan percintaanya, sekali lagi Rama mengajak Jena untuk menikah. Pria itu terlihat begitu frustasi sekarang. “Loe aja yuk, lah, yang nikah sama gue. Pusing banget,” keluhnya sambil memijat kepala. “kenapa sih, bukannya biasanya yang diuber-uber buat cepetan nikah itu cewek, kok sekarang malah loe yang ngebet banget buat nikah?” tanya Jena yang merasa heran. Pasalnya jika biasanya perempuan yang sudah dewasa namun nbelum juga menikah akan dikejar-kejar pertanyaan kapan menikah, namun yang terjadi sekarang justru kebalikannya. Rama yang memang sudah berusia matang justru sibuk untuk segera menikah. Padahal biasanya kaum lelaki tidak terlalu dirungsingkan dengan pertanyaan tersebut. “Nih, ya. Gue kasih tahu. Kenapa gue sibuk cari calon buat jadi istri gue, selain karena pertanyaan Bunda ada satu lagi alasan yang bikin gue pengen cepet-cepet wujudin keinginan itu.” Rama menjeda kalimatnya, ia mengusap wajahnya dengan kasar, menarik napas panjang dan melihat ke arah Jena dengan serius. “Bunda sakit kanker, waktunya udah nggak lama lagi. Itu yang bikin gue pengen cepet-cepet wujudin keinginan Bunda.”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

Revenge

read
35.4K
bc

Oh, My Boss

read
386.9K
bc

MY LITTLE BRIDE (Rahasia Istri Pengganti)

read
19.3K
bc

Beautiful Pain

read
13.6K
bc

Penghangat Ranjang Tuan CEO

read
33.7K
bc

Hati Yang Tersakiti

read
6.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook