Pagi harinya, Runa duduk menghadapi Chad, dan Alan. Alan membeberkan tentang rencananya membawa Runa tinggal bersamanya. Runa tidak diberi kesempatan untuk menentukan sikapnya. Ia hanya bisa menuruti keinginan dua orang pria di hadapannya.
Pagi itu juga, Alan membawa Runa dari apartemen Chad. Tujuannya adalah rumah orang tua Alan.
Tiba di rumah orang tua Alan. Sudah menunggu mereka, Alma, Mommy Alan. Alda adik perempuan Alan, Ronny, adik ipar Alan. Dan, Claire, seorang wanita yang diperkenalkan pada Runa sebagai sahabat adik Alan.
Tak ada senyuman, apa lagi wajah bersahabat dari semua orang yang ada di sana. Perasaan Runa mengatakan, kalau akan ada masalah yang akan menimpanya di rumah itu.
Runa sudah di antar ke kamar tidur Alan, yang ada di lantai atas. Sedang Alan masih harus menghadapi berbagai pertanyaan dari Mommy, adiknya, dan iparnya.
"Sudah berapa bulan dia hamil, Alan?"
"Sepuluh Minggu, Mommy."
"Kamu yakin itu anakmu?"
"Tentu saja aku yakin, Alda. Dia hanya berkencan denganku."
"Tentu saja begitu. Karena, hanya kamu pria yang mau menerimanya. Lihatlah, siapa dia? Tidak jelas asal usulnya. Apa yang membuatmu tertarik pada gadis itu, Alan?"
"Bagi kalian, dia tidak menarik. Tapi, bagiku ...."
"Itu karena matamu buta, Alan. Lihatlah Claire, apa kurangnya dia. Kenapa kamu menolak Claire, dan justru memilih wanita tidak jelas itu!" Seru Alma gusar.
"Definisi menarik menurut kalian hanya wajah cantik, tubuh seksi, kaya raya. Buat aku, menarik itu tidak bisa didefinisikan. Dia pilihanku, dia sudah mengandung anakku. Dia yang akan aku nikahi!"
Alan beranjak meninggalkan ruang tengah rumahnya. Ia menyusul Runa ke lantai atas.
"Runa," Alan membuka pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat.
Runa yang duduk di sofa langsung berdiri. Ia tidak merasa takut jika harus tidur satu kamar dengan Alan. Karena Runa tahu, Alan tidak tertarik pada wanita. Chad, adalah belahan jiwa Alan. Begitupun juga Alan bagi Chad.
"Duduklah," Alan menutup, dan mengunci pintu sebelum beranjak mendekati Runa. Runa kembali duduk. Alan duduk di hadapannya.
"Jalankan sandiwara ini dengan baik. Jangan memancing pembicaraan apapun dengan keluargaku. Tidak perlu kau mencoba bersikap baik di hadapan mereka. Karena mereka akan tetap bersikap buruk padamu. Kamu paham?"
"Baik, Tuan."
"Alan, panggil namaku saja, Alan."
"Baik." Kepala Runa mengangguk.
Perasaan tidak enak yang Runa rasakan semakin menjadi saja. Ia hanya bisa berdoa, memohon pada Tuhan, agar ia dilindungi dari bahaya apapun juga.
****
Meski tidak mendapat dukungan dari keluarganya. Alan tetap pada pendiriannya, untuk menikahi Runa. Sebagai pengalih perhatian keluarganya. Agar tidak ada yang mencium hubungannya dengan Chad.
Alan bertemu dengan Chad di sebuah club. Hans, teman Alan yang juga teman Chad, yang memperkenalkan mereka. Alan sudah menjadi penyuka sesama jenis sejak masih duduk di bangku kuliah.
Gery, teman kuliahnya yang memperkenalkan pada hubungan sesama jenis. Alan tak sanggup menerima godaan yang begitu intens dari Gery. Ia terperosok dalam perangkap Gery, dan tak bisa bangkit lagi, meski Gery sudah meninggalkannya untuk menerima pekerjaan di tempat yang jauh dari Alan.
Meski kaum mereka masih berhubungan secara diam-diam. Alan tak perlu susah mencari pasangan, karena banyak teman-teman Gery seperti mereka yang ia kenal. Salah satu teman Gery, adalah Hans. Hans yang memperkenalkan dirinya dengan Chad. Hubungan Alan, dan Chad sudah berlangsung selama tiga tahun, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mengasuh seorang bayi, sebagai anak mereka berdua.
Hubungan mereka memang tidak terpublikasikan secara nyata. Karena hubungan sesama jenis di tempat mereka tinggal masih belum bisa diterima. Namun desas desus tidak bisa dihindari begitu saja.
Alan berharap hadirnya Runa sebagai wanita yang akan dinikahinya, sedikit mengalihkan desas desus tentang hubungan Alan, dan Chad yang tidak biasa.
***
Tinggal di rumah Alan, Runa tidur di kamar Alan. Sedang Alan tidur di ruang kerjanya yang tepat berada di sebelah kamarnya, dengan pintu penghubung untuk dua kamar tersebut.
"Aku tahu, berada pada situasi seperti ini, tidak mudah bagimu, Runa. Ini hanya sementara, aku akan membeli rumah lain untuk kita tinggali berdua, setelah kita menikah."
Runa hanya mengangguk, ia tidak tahu harus bicara apa.
Sikap Alan, dan Chad cukup baik kepadanya. Meski wajah Chad tidak selembut wajah Alan. Chad juga tidak suka tersenyum seperti Alan. Chad bicara seperlunya saja. Tapi, itu sudah cukup melegakan bagi Runa. Setidaknya, ia tidak perlu takut, kedua pria itu akan memperkosanya. Karena Alan, dan Chad tidak tertarik pada wanita.
**"
Alan sudah memindahkan sebagian barangnya ke ruang kerja. Sehingga ia tidak perlu lagi terlalu sering ke luar masuk kamar yang kini ditempati Runa. Kecuali saat ia ingin ke luar kamar, agar tak ada yang curiga kalau mereka sebenarnya hanya bersandiwara saja.
Alan mengetuk pintu penghubung. Runa memang yang memegang anak kunci pintu penghubung. Runa yang sudah berpakaian rapi, meski hanya pakaian sederhana membukakan pintu.
"Sudah siap untuk makan malam?"
"Iya," kepala Runa mengangguk.
"Tulikan telingamu dari apapun yang akan mereka katakan tentang dirimu, paham?" Alan mengingatkan Runa.
"Iya." Kepala Runa mengangguk.
"Ingat, setelah menikah, kita akan segera ke luar dari rumah ini." Alan berusaha memberi kepastian, kalau Runa akan baik-baik saja bersamanya.
"Iya."
Alan menatap wajah Runa. Wajah yang terlihat masih sangat polos untuk ukuran gadis masa kini. Dan, baru kali ini, Alan menatap wajah seorang wanita dengan cukup lekat. Tangan Alan menggapai telapak tangan Runa, Runa menatap telapak tangannya yang dipegang Alan.
"Sandiwara ini harus sempurna, begitu aku rasa."
"Saya mengerti," kepala Runa mengangguk. Alan membawa Runa ke luar dari dalam kamar. Mereka menuruni anak tangga dengan perlahan. Karena, takut Runa salah langkah, dan terpeleset.
Mereka tiba di ruang makan.
Alma, Alda, Rony, dan Claire sudah menanti mereka. Claire bisa sesuka hati tinggal di rumah Alan, bukan hanya karena dia sahabat Alda, tapi karena Claire juga sepupu Rony.
Tatapan-tatapan sinis tertuju menghujam ke arah Runa. Runa tidak ingin membalas tatapan keluarga Alan. Alan menarik kursi untuk Runa. Runa duduk, dan berusaha untuk santai saja, meski jantungnya berdetak lebih cepat. Perasaannya semakin tidak nyaman. Runa sangsi, ia bisa makan dengan nikmat di bawah tatapan-tatapan sinis dari keluarga Alan.
Tampak sekali, mereka tidak berusaha menyembunyikan ketidak sukaan mereka pada Runa. Bahkan di depan Alan sekalipun, mereka berani menunjukan hal itu.
"Makanlah, anggap saja mereka tidak ada," bisik Alan.
Runa menganggukan kepala. Meski tahu, ia tidak akan bisa mengabaikan ketidak sukaan keluarga Alan kepadanya.
BERSAMBUNG