Bab 1. Undangan Ke Pesta Perusahaan Rey
"Kau bisa lebih cepat tidak?" bentak Rey Danendra, pada Fay Abimana, istri yang telah ia nikahi sejak tiga tahun yang lalu.
Demi mendapatkan warisan almarhum ayahnya, Rey terpaksa menikahi Fay, anak sahabat ayahnya atas permintaan almarhum ayahnya sesuai yang tertera di atas kertas wasiat dari almarhum ayahnya. Padahal, Rey sendiri sudah memiliki seorang kekasih, ia juga belum siap untuk menjalin ikatan dengan siapapun pada saat itu.
"Seharusnya kau sadar, jika saja kedua orang tua kita tidak saling mengenal, aku pasti tidak akan mau menikahi wanita kampung sepertimu!"
Fay sudah sering mendengar hinaan seperti itu terlontar dari mulut suaminya, tapi demi memenuhi janjinya pada almarhum kedua orang tuanya, ia selalu mencoba bersabar dengan semua keburukan Rey. Meski, selama tiga tahun ini Rey tidak pernah memberikan nafkah lahir maupun batin padanya—Fay, tetap berharap kalau suatu hari nanti pikiran Rey akan berubah.
Setelah mematut dirinya sekali lagi selama beberapa detik di depan cermin, dengan gaun yang ia beli dengan uangnya sendiri, Fay menyambar tas tangannya dan segera bergegas meninggalkan kamarnya. Menemui Rey yang telah menunggunya di depan pintu kamarnya.
Selama tiga tahun pernikahan mereka, ia dan Rey tidur di kamar yang terpisah. Dan walaupun tinggal di bawah atap yang sama, Rey tidak pernah melirik Fay sama sekali. Bahkan tak jarang Rey membandingkan dirinya dengan wanita-wanita di luar sana. Terutama dengan kekasih suaminya itu yang Fay ketahui masih menjalin hubungan dengan Rey hingga saat ini. Fay mendengar semua itu dari mulut para pelayan Rey yang sering bergosip di belakangnya.
Keluar dari kamarnya, Fay disambut dengan tatapan tajam Rey dan cibiran sinis yang sering terukir di bibir suaminya itu.
"Apa kau tidak punya baju yang lebih baik?" sindir Rey.
Fay membuka mulutnya. Namun belum sempat ia menjawab, Rey sudah memintanya untuk mengikuti suaminya itu.
"Malam ini Perusahaan sedang membuat pesta untuk Klienku. Pria ini adalah pria yang sangat hebat dan orang yang sangat sukses di bidang bisnis. Jadi, aku harap kau bisa menjaga sikapmu dan tidak akan melakukan sesuatu yang akan membuatku malu nantinya, paham?"
Sambil tertatih mengikuti langkah lebar Rey, Fay menganggukkan kepalanya. Ia melihat Rey meliriknya sekilas, lalu tampak menghela napas. Fay sadar, kalau selama ini Rey selalu merasa malu telah memiliki seorang istri seperti dirinya. Fay juga sebenarnya sudah merasa muak dengan kehidupan rumah tangganya.
Jujur, ia bukanlah seorang wanita yang lemah, oke? Ia hanya terjerat janji pada almarhum kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, walau ia sudah menyadari bahwa Rey sering berhubungan dengan kekasihnya di luar sana, Fay selalu berusaha untuk tidak melakukan kesalahan apapun agar Rey tidak bisa menceraikan dirinya dan ia bisa tetap memenuhi janjinya pada almarhum kedua orang tuanya. Itu yang membuat pernikahannya dengan Rey bisa bertahan selama tiga tahun ini.
Dan, tentang apa alasan Rey tiba-tiba berinisiatif untuk membawanya ke pesta yang sedang diadakan oleh Perusahaan yang dipimpin oleh suaminya itu, Fay juga tidak ingin menanyakannya pada Rey tentang pesta itu. Karena ia yakin semuanya akan berakhir seperti yang biasa sering terjadi padanya. Rey akan menghinanya, lalu mengatakan bahwa ia seharusnya bersyukur sebab suaminya itu bersedia mengajaknya pergi ke pesta meski ia tidak pantas untuk menghadiri pesta itu sebagai istri Rey.
Dengan alasan ini pula, Fay terus menutup rapat mulutnya selama belasan menit perjalanan menuju ke tempat pesta.
Tiba di tempat yang dituju, Rey turun terlebih dahulu dari mobilnya dan membiarkan Fay turun sendiri. Ia hanya menunggu Fay lalu memintanya untuk mengikuti dirinya. Beberapa orang yang berpapasan dengan mereka melihat Fay dengan tatapan bingung, dan sebagian kecilnya malah terlihat seolah mencibir melihat penampilannya. Fay mencoba mengacuhkannya meskipun hatinya terasa sakit dan rasa malu membuat wajahnya terasa panas. Lagipula, istri mana yang tidak akan merasa sakit hati jika diperlakukan seperti ajudan?
Memasuki ruangan pesta yang luas dan mewah, Rey membawanya ke sebuah meja yang dipenuhi dengan berbagai macam aneka makanan ringan serta gelas-gelas indah yang disusun bak piramida. Gelas-gelas itu berisi minuman yang bisa Fay tebak dari baunya. Asal tahu saja, ia bukanlah seorang wanita desa yang terlalu polos. Fay telah hidup di Bali sejak ia dilahirkan. Sebuah kota dengan adat istiadat yang bagus, namun juga tidak menolak kehadiran para turis asing, hingga bermacam-macam Klub Malam tumbuh subur di kota kelahirannya itu.
Walau begitu, Fay tumbuh di lingkungan keluarga yang baik. Ia dibesarkan dengan benar oleh kedua orang tuanya dan mendapatkan kebebasan dengan aturan-aturan tertentu yang harus ia patuhi. Jadi, tentang minuman keras, ia tentu saja sudah tahu minuman sialan itu yang terkadang di minum oleh sahabat baiknya dulu, saat ia masih memiliki kebebasan untuk berhubungan dengan sahabatnya itu.
"Kalau lapar, kau bisa memakan semua yang ada di sana!" tunjuk Rey ke arah meja yang berada tak jauh dari Fay. "Tapi jangan ke mana-mana! Aku akan pergi menemui Klienku terlebih dahulu."
Memberi perintah yang harus Fay patuhi lagi dan lagi, selalu menjadi kebiasaan Rey. Tetapi apapun itu, Fay sama sekali tidak punya hak untuk menolak ataupun membantah, semua itu demi menjaga keutuhan rumah tangganya. Hal itu membuat Fay sekali lagi terpaksa menganggukkan kepalanya.
"Aku tidak akan ke mana-mana," ucapnya sambil mencoba menyunggingkan seraut senyum getir. Rey tampak menyipitkan mata pada Fay dengan raut mengancam, dan Fay berusaha meyakinkan suaminya itu dengan tersenyum lebih lebar. 'Bodoh!' bisiknya dalam hati pada dirinya sendiri.
Berselang hitungan detik, Rey pergi menghampiri seorang pelayan dan terlihat berbicara pada pelayan itu. Fay tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya pada pelayan tersebut gara-gara musik yang mengalun di dalam ruangan pesta ini. Setelah berbicara selama beberapa menit, Rey kemudian meninggalkan pelayan itu. Sementara pelayan yang baru saja berbicara dengan suaminya tadi, kini tampak berjalan ke arahnya sembari tersenyum ramah.
"Nyonya Fay?" sapa pelayan itu sopan, "Tadi Tuan Rey telah meminta saya untuk melayani Nyonya malam ini. Jadi ... jika Nyonya membutuhkan sesuatu, Nyonya bisa memanggil saya."
Usai berbicara pada Fay dan melihat anggukannya, pelayan itu memberi Fay segelas minuman.
"Apa ini?" tanya Fay seraya menerima minuman itu dengan tatapan penuh curiga ke wajah pelayan itu. Sedangkan pelayan itu justru kembali tersenyum padanya.
"Itu minuman selamat datang, Nyonya. Semua tamu di sini menerimanya dan akan meminumnya bersama-sama setelah Tuan memberi kata sambutan nanti," terang pelayan itu.
Fay memperhatikan pria itu selama beberapa saat, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Mencoba mencari tahu apakah pelayan ini bisa ia percayai?
Sesuai ucapan pelayan itu, Fay menemukan sebagian besar tamu yang berada di ruangan pesta ini terlihat memegang gelas berisi minuman yang sama persis dengan yang berada di tangannya. Membuatnya kembali menatap pelayan itu.
"Baik, aku mengerti. Aku harus meminum minuman ini, 'kan bersama semua tamu di sini? Itu yang diinginkan oleh suamiku, bukan?"
Pelayan itu menganggukkan kepalanya.
"Aku sudah paham," tukas Fay sesaat setelahnya. Lalu memberi isyarat pada pelayan itu untuk kembali melakukan tugasnya.
Sepeninggal pelayan itu, Fay lanjut mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Rey dengan netranya. Di dekat anak tangga, ia menemukan suaminya itu tampak sedang berbicara dengan beberapa orang asing. Seorang wanita cantik terlihat mendampingi Rey, Menggamit lengan suaminya itu dengan mesra hingga membuat Fay merasa panas hati dan tanpa sadar menenggak habis minuman yang berada di dalam genggaman tangannya.
Dengan perasaan cemburu yang membuncah, yang seakan ingin meledakkan otaknya—Fay terus memperhatikan interaksi Rey bersama wanita yang berada di sisi suaminya itu saat ini.
"Rey Danendra, apa sebenarnya yang sedang kau rencanakan?" rutuk Fay gemas, dengan suara sangat pelan sambil meremas gelas yang telah kosong di genggaman tangannya.