5

954 Kata
“Kamu adalah salah satu alasanku masih ingin hidup dan bertahan di dunia ini.” *** Katria dan Alvan berjalan beriringan menuju parkiran sekolah, Alvan telah meminta izin kepada papa gadis itu untuk mengantarkan Katria. "Kat, nanti malam ada acara gak?" "Enggak ada, kenapa Van?" tanya Katria. "Nanti malam gue mau ajak jalan kalau lo mau, kebetulan kemarin gue liat kalau ada pasar malam dekat rumah lo, mau gak?Kalau mau, nanti malam biar gue jemput sekalian minta izin sama papa lo," ucap Alvan. "Boleh, gue juga udah lama gak ke pasar malam, pengen makan permen kapas, naik biang lala, sama masuk kerumah hantu, Van. Semenjak mama pergi gue udah jarang keluar rumah," ujar Katria. Alvan melihat jelas kalau ada kesedihan yang terpancar di manik mata Katria. Katria memang ratu pembulli di sekolahnya, namun dia tidak pernah yang namanya clubbing. Semenjak mamanya pergi dia sering mengurung diri di kamarnya. Tidak pernah keluar rumah. "Yaudah, nanti malam gue jemput ya jam 7, Gak usah dandan, karena lo udah cantik natural, kok." "Ih Alvan genit deh sekarang." Katria mencubit pinggang Alvan. Alvan hanya terkekeh karena cubitan Katria sama sekali tidak terasa, kemudian lelaki itu mengacak rambut Katria. "Genitnya cuma sama lo doang kok." Alvan mengedipkan matanya. "Kalau masih genit, gue gak jadi mau ke pasar malam bareng lo." "Iya gak di godain lagi kok, yaudah yuk," ajak Alvan seraya mengenggam tangan Katria. **** Sesuai janjinya jam 7 malam Alvan menjemput Katria kerumahnya, Katria yang sedang berada di teras langsung bangun kala mobil Alvan telah tiba di halaman rumahnya, gadis yang mengenakan celana jeans hitam di padukan dengan kaus lengan panjang warna putih itu nampak sangat cantik dengan rambut sepunggungnya yang dibiarkan tergerai dan tambahan pita yang membuatnya menjadi imut. "Papa kamu mana? Aku mau pamit nih, mau bawa putri cantiknya jalan-jalan," ujar Alvan. "Papa belum pulang, lagian gue udah minta izin tadi sama papa, dan papa izinin kalau perginya sama lo." "Oh, yaudah kita berangkat sekarang?" "Iya." Katria pun masuk dan duduk di samping Alvan yang mengemudi. "Kamu kok udah di izinin bawa mobil sih? Emang udah 17 tahun?" tanya Katria. "Bulan depan Aku udah 17 tahun, makanya papa izinin." Ponsel Alvan yang berada di saku jaketnya berdering tanda ada telpon masuk."Halo Van, lo dimana? Gue sama Rayyan di rumah lo, nih," ujar Alvian selaku si penelpon. "Gue lagi pergi sama Katria, pulang aja lo berdua." "Kenapa lo gak bilang-bilang, sih? Tau gini gue sama Rayyan gak bakalan kesini." Alvian mendumel kesal. "Suruh siapa lo gak nanya?" "Karena setiap malam minggu kita mau kesini, lo pasti ada di rumah Abdullah." "Pulang aja sana." "Rumah lo sepi banget, gak ada orang ya, Van?" "Iya mama sama papa lagi makan malam berdua." "Yaudah deh, kalau gitu gue sama Rayyan cabut aja, ngabisin bensin gue aja lo." setelah berucap demikian Alvian pun memutuskan sambungan teleponnya. "Siapa?” “Alvian.” “ Dia kerumah lo?" "Iya dia kerumah sama Rayyan, tapi udah gue suruh pulang." "Oh." Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit, mereka sampai di tempat tujuan. Pasar malam itu terletak di lapangan yang sangat luas, pengunjung pun sangat ramai. Maklum malam minggu, malam bagi para remaja untuk menghabiskan waktunya bersama gebetan maupun pacarnya. Katria yang berada di samping Alvan nampak tersenyum sumringah, berada disini membuatnya teringat kejadian 2 tahun lalu saat dirinya bersama sang mama pergi kesini dan menikmati kebersamaan bersama keluarganya. "Mau coba wahana apa dulu, nih?" tanya Alvan. "Biang lala, aku pengen naik biang lala," jawab Katria semangat. Tingkah Katria membuat Alvan gemas, Alvan mengenggam pergelangan tangan Katria dan membawanya menuju wahana biang lala. Setelah memesan tiket keduanya pun menaiki wahana tersebut. Katria sedari tadi selalu mengukir senyum di wajah cantiknya, Alvan yang berada di sampingnya merasa senang. Setidaknya gadis ini sedikit melupakan kesedihannya. 15 menit adalah waktu yang di tentukan untuk pengunjung yang menaiki wahana biang lala. Setelah waktu habis, Alvan dan Katria menuju wahana lainnya yaitu rumah hantu, kemudian komedi putar dan terakhir adalah kuda-kuda. Katria sedari tadi selalu tersenyum bahkan sesekali tertawa karena jujur dia merasakan amat sangat bahagia. Setelah puas bermain, jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Alvan dan Katria pun memutuskan untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang. Mereka berdua berjalan ke arah penjual bakso, kebetulan cuaca agak dingin, jadi bakso adalah pilihan yang tepat. Alvan yang melihat Katria merasa kedinginan langsung melepaskan jaket kulit hitamnya dan menyampirkan di bahu Katria. "Eh, Gak usah Van. Nanti lo kedinginan cuma pakek kaos aja." ujar Katria hendak melepaskan jaket yang tersampir di bahunya, namun segera dicegah oleh Alvan. "Cowok itu sanggup buat nahan dingin, jadi lo aja yang pakek. Gue gak mau kalau lo kedinginan dan nantinya malah Sakit. Katria yang mendapatkan perlakuan seperti ini merasakan pipinya memanas. Dia merasa bahagia untuk saat ini. Bakso yang dipesan oleh dua insan itu pun telah disajikan, setelah makan dan membayar mereka berdua pun memutuskan untuk pulang karena jam hampir menunjukkan pukul 10 malam. Alvan tidak mau membuat Katria sakit dengan masih keluyuran di jam seperti sekarang ini. "Pulang kan, Kat?" "Iya Van, tapi aku pengen permen kapas. Boleh kan?" pinta Katria. "Iya boleh, apa yang enggak buat lo." Setelah membeli permen kapas sesuai permintaan Katria, mereka berdua pun meninggalkan lokasi pasar malam itu. Tepat jam 10 malam mereka tiba dirumah Katria, terlihat mobil Zain sudah terparkir di halaman depan rumahnya. "Mau pulang atau mampir dulu Van?" tanya Katria. "Gue langsung pulang aja, Kat. Udah malam soalnya. Titip salam buat papa lo." Katria menganggukkan kepalanya,saat Katria hendak turun dari mobil Alvan, Alvan mencegahnya dan menarik Katria dalam dekapannya, Katria pun membalas pelukan Alvan. Memang benar hanya dengan Alvan dia bisa merasakan bahagia dan kenyamanan. "Makasih udah mau senyum dan tertawa lepas malam ini Kat, gue senang liat lo jadi ceria lagi. Makasih." Setelah melepaskan pelukannya, Katria menatap Alvan lalu tersenyum, senyum ini yang membuat jantung Alvan bergemuruh hebat, yang selalu membuat Alvan semakin jatuh hati kepada Katria gadis yang telah menjadi sahabatnya sejak kecil, meskipun pernah berjauhan tapi sekarang Alvan lebih bersyukur karena bisa kembali merengkuh gadis itu yang dulunya dia pikir takkan mungkin bisa dia raih lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN