Bab 77

1401 Kata
Dewa dan Harmoni sudah berada di depan pintu gerbang rumah gadis itu. "Tak mau masuk lebih dulu?" tanya Harmoni ada Dewa. "Aku langsung pulang saja karena ada hal penting yang harus aku bicarakan dengan Hicob," terang Dewa mengusap lembut puncak kepala Harmoni. Gadis itu tersenyum sembari mengangukkan kepalanya mengerti akan maksud Dewa. "Hati-hati di jalan," ingatkan Harmoni pada prianya. "Iya, Sayang!" goda Dewa membuat wajah CEO cantik tersebut bersemu merah. "Aku masuk dulu dan jangan lupa langsung makan setelah kau sampai di rumah, tadi kita tak mampir makan dulu, ini sudah sore," jelas Harmoni pada Dewa dengan mata yang terarah pada jam tangannya. "Iya, Sayang!" sahut Dewa yang lagi-lagi memancing wajah Harmoni menjadi merah kembali karena merasa malu atas panggilan yang diucapkan oleh Dewa. "Sudah? aku turun dulu!" pamit Harmoni langsung membuka pintu mobil Dewa dan turun dari mobil tersebut. Sebelum masuk, gadis itu lebih dulu melambaikan tangannya pada Dewa dan pria itu yang memang sudah lebih dulu membuka kaca pintu mobilnya tersenyum tampan sembari membalas lambaian tangan Harmoni. Setelah gadisnya sudah ia pastikan masuk ke dalam rumahnya, wajah Dewa yang awalnya terlihat begitu bahagia, seketika wajah itu berubah menjadi datar dan memikirkan sesuatu. Dewa merogoh ponselnya dan menghubungi Hicob. "Kau di mana?" tanya Dewa pada Hicob yang saat ini mengangkat panggilannya dari balik ponselnya. "Saya di toko buku, ada apa, Tuan?" tanya Hicob. "Setelah kau selesai, pulang lebih cepat karena ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu," jelas Dewa pada asistennya. "Baik, Tuan!" Dewa langsung menekan pedal gasnya setelah pria bermata biru itu menghubungi Hicob. Di dalam rumah Harmoni, gadis itu saat ini tengah merebahkan tubuhnya di kasur miliki yang berukuran king size. Saat Harmoni tengah memejamkan matanya menikmati proses peregangan tubuhnya, ponselnya berbunyi. "Siapa lagi," gerutu gadis itu yang merasa terganggu oleh suara telepon tersebut. Saat ponselnya sudah berada di tangannya, Harmoni sungguh terkejut karena sang ayah yang menghubunginya. Harmoni langsung menegakkan tubuhnya dalam posisi duduk. "Halo, Pa!" sapa Harmoni pada sang ayah. "Kau ada di mana, Nak?" tanya Jordan pada putrinya. "Aku di rumah, ada apa?" tanya Harmoni yang sedikit curiga dengan pertanyaan yang diajukan oleh ayahnya. "Besok bisa ke rumah?" tanya Jordan pada putrinya. "Untuk apa, Pa?" tanya Harmoni balik. "Anniversary pernikahan papa dipercepat karena lusa papa akan berangkat ke London." Harmoni masih diam tak merespon ucapan sang ayah. "Halo! kau masih di sana, 'kan?" tanya Jordan lagi. Harmoni yang tersadar dengan panggil sang ayah akhirnya kembali fokus dengan ponselnya. "Iya, Pa! aku masih di sini!" "Kau bisa kemari bersama kekasihmu? karena papa ingin tahu seperti apa dia dan bagaimana pria itu bisa memikat putri papa yang susahnya minta ampun, jika dijodohkan," tutur Jordan pada sang putri. "Aku tidak bisa memastikan karena aku masih belum bertanya padanya, aku takut menganggu dia," ucap Harmoni yang tak mau main asal setuju atas undangan sang ayah karena ia masih belum menanyakan secara langsung pada Dewa, pria itu mau atau tidak menghadiri anniversary pernikahan ibu dan ayahnya. "Apa dia begitu sibuk? lagipula acaranya malam, dia pasti ada waktu," kukuh Jordan yang ingin Dewa hadir dalam acara anniversary pernikahannya. "Aku akan menghubunginya dulu, setelah ada jawaban dari dia, aku akan menghubungimu papa lagi," jelas Harmoni pada sang ayah. "Baiklah! Papa tunggu kabar baiknya ya, Sayang!" "Iya, Pa!" Tut tut tut tut tut tut Setelah suara panggilan diakhiri terdengar oleh telinga Harmoni, gadis itu langsung mencari nomor kontak Dewa dan beruntungnya, nomor ponsel pria itu berada di bagian paling atas karena ia sengaja memberikan tanda pada nomor Dewa, agar berada di paling atas sendiri dengan emoticon berbentuk hati. "Halo! kau di mana?" tanya Harmoni pada Dewa. "Di rumah! ada apa?" tanya Dewa pada Harmoni. "Apa aku boleh bertanya sesuatu padamu?" tanya Harmoni dengan suara terdengar ragu-ragu. "Tanyakan saja, Sayang!" Jantung Harmoni semakin berdetak tak karuan saat Dewa lagi-lagi menyebutnya dengan panggilan sayang. "Eeee ... apa kau besok ada acara?" tanya Harmoni ingin memastikan besok Dewa sibuk atau tidak. "Jam berapa?" "Jam 7 malam," sahut Harmoni pada sang kekasih. "Sepertinya tak ada, memangnya kenapa?" tanya Dewa dari balik ponsel Harmoni. "Kau diundang Papa ke acara anniversary pernikahannya besok malam, apa kau bisa datang?" tanya Harmoni yang terlihat masih ragu dengan pertanyaan yang ia lontarkan pada Dewa. "Tentu saja aku bisa," jawab Dewa dengan suara yang terdengar sangat bersemangat. "Ka-kau yakin?" tanya Harmoni lagi. "Tentu saja aku yakin, bertemu dengan calon mertua memang yang aku inginkan, agar aku bisa mendapatkan restu dari beliau, jika kita memang benar-benar ditakdirkan berjodoh," jelas Dewa yang secara tak langsung menggores sedikit sayatan pada hati Harmoni. Gadis itu diam memikirkan apa yang dikatakan oleh Dewa. "Dia benar, jika kita berjodoh, sementara hal itu sudah dapat dipastikan, aku dan dia tak mungkin bersama, dia akan hidup dengan perempuan yang pasti sudah ditakdirkan menjadi permaisurinya dan pasti lebih cantik dari manusia bumi," racau Harmoni mulai bergelut dengan pikirannya sendiri karena ucapan Dewa yang salah menempatkan candaan. "Halo!" panggil Dewa karena tak ada suara Harmoni yang terdengar sama sekali. "Iya, aku masih di sini," sahut Harmoni kembali menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. "Jadi kau bisa?" tanya Harmoni lagi. "Tentu saja aku bisa, aku ingin bertemu dengan calon mertua," goda Dewa yang membuat Harmoni tersenyum kecut karena kenyataannya, mereka berdua tak mungkin bersatu dalam tali sebuah pernikahan. "Baiklah! jika kau bisa, aku akan memberitahu Papa dulu karena dia menunggu jawaban ini," ujar Harmoni yang ingin menutup panggilannya namun, niatnya ia urungkan karena suara Dewa kembali terdengar di telinga Harmoni. "Jangan ditutup dulu," pinta Dewa pada Harmoni. "Kenapa?" tanya Harmoni tak mengerti mau Dewa. "Aku masih merindukanmu," jujur Dewa yang memang saat ini rindu pada Harmoni karena pria itu sadar akan perasaannya bukan hanya sekedar main-main belaka. "Kau bicara apa? malu, jika di dengar orang lain," cicit Harmoni yang sesungguhnya sangat bahagia karena Dewa merindukan dirinya dan dari lubuk hati yang paling dalam, gadis itu juga memendam rasa rindu pada Dewa namun, Harmoni tak mau blak-blakan seperti Dewa. "Tak ada orang lain di sini, aku ada di ruanganku sekarang, sedang menunggu Hicob," jelas Dewa pada kekasihnya. "Terserah kau saja, apa aku sudah makan?" tanya Harmoni pada Dewa. "Belum!" "Kenapa belum? mau sakit? mau di suntik?" tanya Harmoni yang lupa siapa Dewa sebenarnya. "Hahahaha! apa kau bercanda, Sayang? sejak kapan aku sakit dan di suntik? apa kau sedikit amnesia saat tadi kita berdua bertempur melawan anak buah Damian?" ledek Dewa yang membuat Harmoni menepuk keningnya cukup keras. "Astaga! aku ini apa-apa, sih! kau itu bukan manusia biasa, mana ada seorang Dewa sakit dan butuh suntikan, yang ada kau hanya butuh ...." "Ciuman darimu," sambung Dewa atas racauan dari Harmoni. "Huss! apa sih yang mau bicarakan, tak baik seperti itu, sedikit-sedikit minta dicium, apa-apa minta dicium, kau kira ciuman ini gratis," canda Harmoni pada Dewa. "Tentu saja gratis, kau itu kekasihku dan kita tak apa melakukan hal itu," kukuh Dewa membuat tawa kecil Harmoni terdengar oleh Dewa dari balik ponselnya. "Jika aku berdebat denganmu, aku jamin, aku ini pasti kalah karena kau maha benar jadi, percuma saja aku meladeni perkataanmu itu," pasrah Harmoni yang tak mau adu mulut dengan Dewa. "Aku matikan dulu, ya? aku harus menghubungi papa, jika mau bisa ke sana besok malam," ujar Harmoni pada Dewa. "Ya, jangan lupa sebentar lagi," ingatkan Dewa pada Harmoni. "Apa?" tanya gadis itu yang tak paham maksud Dewa. "Ciuman jarak jauh untukku," ujar Dewa sengaja menggoda Harmoni sebelum panggilan diakhiri oleh gadisnya. "Dasar pria Alien! sudah! aku mau mandi setelah ini." Harmoni langsung mematikan panggilannya karena wajahnya sudah seperti tomat matang di pohon. "Apa dia memang sengaja ingin membuat aku panas dingin seperti ini?" tanya Harmoni pada dirinya sendiri sembari menyentuh kedua pipinya yang mulai menghangat karena ulah Dewa. Gadis itu langsung menghubungi ayahnya kembali. "Halo, Pa!" "Iya, Nak! bagaimana?" tanya Jordan dengan suara penasaran. "Besok aku dan Dewa akan ke sana." "Bagus! itu yang papa dan mama harapkan, kami tunggu kedatangan kalian besok malam," tutur Jordan dengan suara yang terdengar sangat senang mendengar kabar, jika Dewa mau datang ke acara anniversary pernikahannya. "Iya, Pa! aku tutup dulu ya, aku mau mandi," pamit Harmoni pada sang ayah dan gadis itu langsung mematikan ponselnya. "Huh, papa ini ada-ada saja!" celoteh Harmoni langsung bergerak ke arah kamar mandinya karena tubuhnya saat ini benar-benar terasa pegal-pegal karena pertarungan antara dirinya dan beberapa anak buah Damian. "Sungguh hari yang sangat melelahkan," gumam Harmoni sembari masuk ke dalam kamar mandinya dan berjalan ke arah bathub untuk berendam air hangat, agar tubuhnya terasa lebih rileks dan tentunya, agar kulitnya tetap terawat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN