Sebuah mobil putih bersih memasuki wilayah universitas salah satu milik keluarga Abraham.
Mobil itu terus berjalan mencari tempat yang kosong untuk bertengger selama beberapa jam di tempat tersebut sembari menunggu pemiliknya kembali menggunakannya untuk pulang ke kediaman si pemilik tersebut.
Gadis dengan rambut pendeknya, tak lupa ia juga mengenakan kacamata khusus untuk menghadiri acara penting seperti saat ini.
Setelah celana kain dan atasan berwarna cream semakin menambah kesan ramping pada tubuh gadis berambut pendek tersebut.
Gadis berambut pendek tadi berjalan ke arah pintu belakang mobil putih tersebut di mana seorang gadis lain masih menunggu dirinya membukakan pintu untuk dirinya.
Setelah gadis berambut pendek tersebut membuka pintu mobil khusus penumpang di belakang, muncullah seorang gadis dengan setelan atasan blouse kriwil pada bagian depan, sementara bawahan yang ia gunakan adalah loose pant yang menambah kesan elegan pada diri gadis tersebut yang tak lain adalah Harmoni, CEO HCK Corp yang masuk dalam kategori pengusaha muda sukses di tanah air.
Rambut Harmoni sengaja ia gerai indah namun, pada bagian samping ia kepang kanan kiri dan ditarik ke belakang membentuk sebuah ikatan yang sangat apik saat dilihat.
Riasan yang digunakan oleh gadis itu juga terlihat sangat natural, tanpa ingin memperlihatkan sisi kecantikannya yang memang sudah sangat jelas terlihat, tanpa harus dipertebal dengan bedak lima kilo.
Heels yang digunakan oleh Harmoni saat ini cukup tinggi, sekitar 5-6 senti karena menurutnya tempat yang akan dia datangi saat ini adalah salah satu tempat yang akan membawa namanya semakin melambung tinggi karena ini adalah universitas dan otomatis dirinya akan menjadi contoh di kampus tersebut dan penampilannya juga harus diperhatikan dengan sangat baik, tak terkecuali dengan Mona yang juga menggunakan heels yang disediakan oleh Harmoni untuk acara penting seperti saat ini.
Tas jinjing berwarna Salem tak lupa di bawa oleh Harmoni karena di dalam sana terdapat banyak sekali barang-barang penting milik Harmoni.
Saat gadis itu hendak berjalan menuju ruang seminar yang dilaksanakan di aula kampus tersebut, semua pasang mata tertuju pada Harmoni yang memiliki penampilan sempurna menurut para mahasiswa yang hadir di tempat itu.
Tak dapat dipungkiri lagi, dengan tatapan para mahasiswa yang seakan tersihir pada kecantikan seorang Harmoni.
Menurut para mahasiswa yang ada di tempat parkir tersebut, Harmoni tipe ideal untuk mereka jadikan calon istri masa depan, sementara bagi para mahasiswi, Harmoni adalah cerminan bagi mereka untuk menjadi cantik dan berprestasi pastinya.
Berbagai macam pujian dapat Harmoni dengar dari mulut para pasang mata yang menatapnya dan Harmoni sudah biasa akan hal itu karena menurut Harmoni, mereka semua para mahasiswa dan mahasiswi yang ia anggap adik-adiknya, wajar bersikap seperti itu, dirinya saat ini menjadi contoh bagi generasi muda, mulai dari sikap, prestasi, bahkan gaya fashion yang digunakannya, mungkin akan menjadi salah satu trend bagi mereka yang ingin seperti Harmoni.
Tampil cantik, elegan, dan berwawasan luas.
"Kita masuk sekarang, Nona!" tutur Mona pada bosnya dan Harmoni mulai melangkahkan kakinya namun, untuk yang kedua kalinya, kaki itu kembali berhenti melakukan niatnya.
Sebuah mobil hitam bergerak ke arah mobilnya, memarkirkan mobil itu tepat di samping mobil Harmoni.
Saat pemilik mobil itu keluar, Harmoni nampak terkejut.
"Jason!"
Pria berkacamata hitam itu turun dari dalam mobilnya dengan gerakan maskulin, ciri khas pengusah muda yang sukses di bidangnya.
"Ya, ini aku, Momo!" sapa balik Jason pada Harmoni dengan senyum tampannya yang mana mampu membuat para gadis muda di kampus itu ingin sekali terjatuh karena lutut mereka seakan lemas seperti jelly melihat ketampanan seorang Jason.
Lagi-lagi bisik-bisik antar mahasiswi terus bersahutan kala Jason membuka kacamata hitamnya di hadapan para gadis muda tersebut.
"Apa kau sudah dari tadi?" tanya Jason pada Harmoni.
"Tidak, aku baru saja sampai," sahut Harmoni tersenyum ramah pada Jason.
"Kita masuk bersama!" pinta Jason pada Harmoni.
"Ay ...."
Saat Harmoni ingin menerima tawaran Jason untuk masuk bersama ke dalam aula seminar, suara mobil sport berwarna merah mengalihkan perhatian semua orang yang berada di halaman parkir kampus tersebut.
Semua pasang mata tertuju pada mobil sport berwarna merah tersebut yang perlahan mendekat ke arah Harmoni.
Mobil berwarna merah itu terparkir tepat di belakang mobil Harmoni, seakan memberikan tanda, jika sesuatu yang sudah menjadi miliknya tak dapat di ambil begitu saja oleh orang lain.
Masih belum ada yang turun dari dalam mobil sport tersebut, saat semua orang menunggu dengan tatapan penasaran, akhirnya penghuni mobil sport merah itu membuka mobilnya.
Pintu pertama adalah pintu si pengemudi yang terbuka dan menampilkan seorang pria berkacamata dengan tubuh tinggi dan kulit berwarna putih turun dari kursi kemudi, bukan hanya para mahasiswi yang melihat, para mahasiswa juga menyaksikan bagaimana Hicob turun dari mobil sport berwarna merah tersebut dengan tampannya.
Sementara pada bagian sisi sebelahnya, pintu kembali terbuka.
Kaki jenjang nan kekar terpampang nyata dengan telapak tangan yang berada di bagian pintu mobil merah tersebut begitu terlihat jelas di mata para mahasiswa dan mahasiswi kampus tersebut.
Kulit putih, tubuh kekar, wajah tampan dengan bulu mata yang cukup lebat, membuat penampilan seorang Dewa Abraham semakin dielu-elukan oleh para gadis muda di universitas miliknya.
Setelan jas berwarna putih gading dengan kacamata yang bertengger dikedua matanya menambah kesan seksi pada pria itu.
Arah tatapan mata Dewa tertuju pada Harmoni, bukan pada yang lain karena saat ini ia ingin sekali menggenggam tangan Harmoni di hadapan semua orang, terutama di hadapan Jason.
Dewa menutup pintu mobilnya dengan gerakan yang sangat gagah.
Pria itu berjalan ke arah Harmoni, Mona, Jason, dan Lani yang masih berdiri di dekat mobil mereka masing-masing.
Semua mata tertuju pada Dewa karena baru kali ini mereka melihat seorang pria dengan lensa mata berwarna biru yang sangat indah dan pastinya itu nyata bukan menggunakan lensa kontak.
Jarak antara Dewa dan Harmoni semakin dekat dan tatapan kedua mata mereka tak dapat dipungkiri, memendam rasa rindu yang teramat sangat, padahal hanya beberapa hari belakangan ini mereka tak bertemu dengan durasi waktu yang sangat lama dan hal itu sudah membuat keduanya seperti lama tak bertemu sama sekali.
"Apa kabar Nona Harmoni, Tuan Jason!" sapa Dewa yang hanya sebuah acara basa-basi semata karena ia tahu, jika Jason tak terlalu suka padanya, terbukti dari tatapan pria itu yang tak ramah padanya.
Karena ini di depan umum, semua sandiwara publik akhirnya dilakukan oleh Jason dan Dewa.
Mereka tak mau nama baik yang sudah terlanjur mengena di hati para mahasiswa tercoreng begitu saja hanya karena masalah pribadi yang bermula di pantai waktu itu.
"Baik, Tuan Dewa!" sapa balik Jason dengan senyum yang terlihat ia paksakan.
"Saya baik, Tuan!" sapa balik Harmoni tersenyum manis pada Dewa dan pria itu juga tersenyum pada Harmoni.
"Mari kita bersama-sama menuju aula seminar," pinta Dewa pada kedua tamu pentingnya dan diangguki oleh Harmoni, serta Jason dan para asisten mereka.
Dalam perjalanan menuju arah aula seminar, Harmoni dan Dewa berjalan sejajar, sementara Jason berada di depan karena Lani dan Mona juga berada di depan.
Hicob yang memang menjadi seorang pengamat berada di belakang Harmoni dan Dewa.
"Pasti mereka ingin melakukan sesuatu yang lebih dari hanya sekedar melirik satu sama lain," pikir Hicob dalam hatinya.
Asisten Dewa itu saat ini mencari cara bagaimana ia bisa membuat Dewa dan Harmoni bersama, meskipun hanya 10 menit saja karena ia tahu, jika kedua manusia beda jenis itu dalam puncak kasmaran namun, keduanya masih belum menyadarinya dan tugas Hicob adalah menyadarkan mereka berdua yang masih dimakan oleh gengsi.
Senyum di bibir Hicob akhirnya terukir kala ia memiliki sebuah rencana yang cukup membuat bosnya itu melepas rindu dengan sang pujaan hati.
"Maaf sebelumnya Tuan! Anda dan Nona Harmoni di tunggu oleh rektor Yulia di ruangannya, ada yang ingin beliau bicara dengan Anda dan Nona Harmoni secara pribadi," bual Hicob membuat kening Dewa mengkerut sempurna karena mereka semua sudah hampir sampai di depan pintu masuk aula seminar.
Jason langsung menoleh ke arah Harmoni dan semua orang yang mendengar penuturan Hicob juga ikut menoleh ke arah sumber suara.
"Apa yang ingin dibicarakan olehnya?" tanya Dewa yang masih belum sadar atas usaha Hicob untuk mendekatkan dirinya dan Harmoni.
Hicob hanya diam menatap ke arah Dewa, mereka berdua seakan melakukan telepati dan saat Hicob kembali tersenyum pada Dewa, pria bermata biru itu paham akan maksud asistennya.
"Baiklah! aku akan ke sana," ujar Dewa hendak menarik tangan Harmoni namun, ia urungkan langsung mengusap rambutnya sendiri.
Harmoni yang paham akan hal itu mengulum senyumnya dalam-dalam karena ia tahu, jika Dewa tak sadar akan keberadaan yang lain selain dirinya.
"Mari, Nona Harmoni!" ajak Dewa berjalan lebih dulu ke arah koridor kampus tersebut, tepatnya tempat rektor yang di sebutkan oleh Hicob tadi.
Tanpa rasa sungkan, Harmoni langsung mengikuti langkah kaki Dewa.
Jason masih menatap lekat kedua manusia beda jenis tersebut tanpa ingin mengalihkan tatapannya.
"Kenapa aku merasa kehilangan seperti ini?" tanya Jason dalam hatinya.
"Mari kita langsung menuju tempat seminar," tutur Hicob menggiring semuanya ke arah aula seminar.
Dewa dan Harmoni saat ini berada di koridor yang cukup sedikit lalu-lalang para mahasiswa, semakin jauh langkah kaki Harmon dan Dewa, pria itu berhenti di sebuah ruangan.
Harmoni ikut menghentikan langkah kakinya karena ia mengira, jika ruangan yang dimaksud Hicob adalah ruangan yang berada di hadapannya saat ini.
"Ini ruangannya?" tanya Harmoni pada Dewa.
Pria itu mulai menarik gagang pintu ruangan tersebut dan menoleh ke arah Harmoni sebelum ia benar-benar masuk ke dalam.
"Masuk saja! sebentar lagi kau juga akan tahu," jelas Dewa pada Harmoni.
Dewa lebih dulu masuk ke dalam, diikuti oleh Harmoni yang berada tepat dibelakang Dewa saat ini.
Saat keduanya sudah masuk ke dalam, yang ada hanya sebuah ruangan kosong namun, ruangan itu penuh dengan berbagai macam lukisan di dindingnya.
"Ruangan apa ini? kita salah masuk ruangan?" tanya Harmoni pada Dewa.
Pria itu yang awalnya masih dengan posisi membelakangi Harmoni, kini perlahan tubuh Dewa berbalik menatap ke arah gadisnya yang sedari tadi ia rindukan.
"Kemarilah!" pinta Dewa dengan tangan yang sudah terbuka lebar menyambut kekasihnya.
"Tapi ...."
Bukkkkk
Suara pintu tertutup dan seketika langsung terkunci sendiri langsung terdengar di telinga Harmoni.
"Sudah aman! kemarilah!" pinta Dewa lagi pada gadisnya.
Langkah kaki Harmoni perlahan mulai menggema dalam indera pendengaran keduanya.
Tak tak tak tak tak
Suara benturan antara hak tinggi dan lantai ruangan kosong tersebut begitu jelas terdengar.
Saat jarak kedua hampir terkikis habis, Dewa tanpa rasa sungkan menarik pinggang Harmoni agar masuk ke dalam pelukannya.
"Aku sangat merindukanmu," tutur Dewa membuat gadis itu mengukir senyumannya.
Wajah Harmoni yang berada di ceruk leher Dewa langsung mengeratkan pelukannya pada tubuh pria itu.
"Kau kira hanya dirimu saja?" tanya Harmoni pada Dewa.
Wajah pria itu menunduk menatap wajah Harmoni yang juga menengadah ke atas.
"Apa kau juga merasakan hal yang sama seperti diriku?" tanya Dewa balik dan gadis itu hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan pertanyaan Dewa.
Senyum keduanya sama-sama saling tebar satu sama lain.
Cup
Kecupan manis dan hangat di pagi hari tercetak jelas pada kening Harmoni dengan posisi kedua kelopak mata gadis itu yang tertutup rapat menikmati kelembutan bibir Dewa pada keningnya.
"Selamat pagi, Sayang!" ujar Dewa pada Harmoni.
Harmoni yang sudah membuka kelopak matanya menatap ke arah Dewa dengan tatapan penuh kasih.
"Selamat pagi, ... Sayang!" bisik Harmoni sedikit menjinjitkan kakinya mengecup pipi Dewa.
Cup
Keduanya saling bertukar pandangan dengan pelukan yang sudah sama-sama mengerat satu sama lain.
"Aku merasa hubungan ini bukan sandiwara," pikir Dewa yang mulai merasakan kenyamanan atas perlakuan Harmoni padanya saat ini.
Bukan hanya Dewa yang memiliki pemikiran seperti itu, Harmoni juga memiliki pemikiran seperti itu karena saat ini rasa hangat dan manis yang setiap harinya ia rasakan kala Dewa benar-benar memanjakan Harmoni dan menumpahkan segala kasih sayangnya pada pemilik perusahaan HCK Corp tersebut.
"Apa kita sudah bisa keluar?" tanya Harmoni pada Dewa.
"Masih belum!"
Kening Harmoni mengernyit heran dengan tanggapan Dewa.
"Kenapa?" tanya Harmoni masih dalam mode heran.
"Karena aku masih ingin bersamamu beberapa menit lagi, aku masih merindukanmu," manja Dewa kembali membawa Harmoni dalam dekapan hangatnya.
Harmoni tak menolak sedikitpun sikap Dewa yang bisa dikatakan sudah seperti b***k cintanya.
Sifat Dewa yang seperti ini yang sangat Harmoni inginkan, mengingat dengan jelas, bagaimana sikap asli pria yang kini memeluknya dengan cukup posesif, sungguh pria yang dingin dan datarnya minta ampun namun, sekali diberikan rasa tertarik pada lawan jenisnya, bucinnya minta ampun.
"Mau berapa menit kita dalam posisi seperti ini? apa kau ingin terlambat menghadiri acara seminar yang kau buat?" tanya Harmoni masih bermanja-manja dalam dekapan Dewa.
"Sebentar lagi."
"Berapa menit?" tanya Harmoni pada Dewa.
"5 menit lagi."
"Tidak!" tolak Harmoni mentah-mentah.
"Dua menit lagi ya, Sayang!" manja Dewa membuat Harmoni tak tega, jika tak menuruti semua keinginan Dewa.
"Huh, baiklah! sebentar saja," terima Harmoni atas penawaran Dewa.
Senyum di bibir Dewa mengembang indah saat Harmoni berkata iya padanya.
"Aku hanya ingin mengingatkan padamu, kau sudah berlatih bela diri beberapa hari bersamaku, kau yakin sudah menguasai semutnya?" tanya Dewa pada Harmoni.
"Tentu saja! kau sangat ketat melatihku, seperti seorang pelatih garang yang tak tahu rasa ampun," keluh Harmoni sembari memajukan bibirnya tanda ia tengah merajuk pada Dewa.
Dewa hanya tersenyum sembari berkata, "Itu semua demi dirimu dan sepertinya hari ini kau harus mempraktikkan apa yang sudah aku ajarkan," jelas Dewa membuat Harmoni mengangkat kepalanya menatap ke arah Dewa.
"Maksudnya?" tanya Harmoni yang tahu, jika Dewa memiliki maksud tertentu atas ucapannya itu.
"Lakukan saja apa yang aku katakan, nanti kau akan tahu sendiri apa yang aku maksud, intinya kau harus dalam kondisi siap tempur saat waktu itu tiba," jelas Dewa ambigu.
"Tapi aku ...."
Cup cup cup
Kecupan langsung mendarat tiga kali berturut-turut di kening Harmoni dan gadis itu tahu, jika Dewa tak ingin membahas masalah itu lagi.
"Aku harus menyiapkannya diriku, jika kemungkinan buruk benar-benar terjadi hari ini," gumam Harmoni dalam hatinya.