Bab 70

2033 Kata
Di planet Amoora, tepatnya daerah yang menjadi wilayah kekuasaan raja Darren, hari ini adalah hari dimana para pengawal kerajaan membagikan gulungan surat pada para pejabat tinggi kerajaan dan para keluarga gadis pilihan yang akan menghadapi acara pemilihan calon putri mahkota, sekaligus calon permaisuri Dewa. Darren dan Dorotta saat ini berada di ruangan yang penuh dengan gaun yang akan dikenakan oleh para gadis yang akan datang ke acara pemilihan calon permaisuri untuk Dewa. "Apa semuanya sudah selesai?" tanya Dorotta pada desainer perempuan yang sudah dapat dikatakan setengah baya tersebut karena memang usia manusia biasa yang bukan keturunan kerajaan memang lebih boros usia dibandingkan para manusia planet Amoora yang keturunan kerajaan. Mereka para pejabat tinggi kerajaan semuanya rata-rata memiliki wajah yang terbilang awet muda. "Sudah hampir selesai yang Mulia," sahut desainer tersebut sembari terus membuat semua potong gaun yang masih dalam tahap pengolahan. "Aku harap dalam waktu dua hari ke depan, semuanya sudah selesai," harap Dorotta. "Baik yang Mulia." Darren hanya bisa melihat semua pekerjaan para bawahannya, ia tak mau banyak protes atau bicara karena semua itu tugas sang istri. Tugas Darren saat ini hanya memastikan semua persiapan hari penting itu berjalan dengan baik. Dewa dan Harmoni sudah duduk berdua dengan posisi kaki berselonjor. Gadis itu saat ini tengah meneguk minumannya yang terasa dingin saat melewati kerongkongannya. "Apa kau lelah?" tanya Dewa pada gadisnya. "Tidak terlalu karena sebelum denganmu, aku juga melakukan latihan ini," sahut Harmoni kembali meneguk minumannya kembali yang berwarna orange. Karena minuman Harmoni sudah tinggal sedikit, Dewa dengan gerakan cukup lihai langsung mengambil alih botol minuman tersebut dan menyeruputnya dengan sangat tenang tanpa rasa bersalah sedikitpun pada gadis yang saat ini berada di sampingnya tengah menatap ke arahnya dengan tatapan tak habis pikir. "Kenapa dihabiskan?" tanya Harmoni dengan nada suara kesal pada Dewa. "Haus," tanggap pria itu tanpa rasa bersalah pada Harmoni. "Bisa ambil sendiri, 'kan?" cicit Harmoni pada Dewa. "Lelah," sahut pria itu lagi dengan singkat, padat, dan jelas. Harmoni ingin sekali memukul lengan pria itu namun, apalah daya seorang Harmoni yang hanya seorang perempuan dan manusia biasa tak mampu mengalahkan seorang Dewa, pangeran dari planet Amoora. Gadis itu merubah haluan posisinya duduk dari yang awalnya sejajar dengan Dewa, kini posisi duduknya memunggungi Dewa dan pria itu paham, Harmoni dalam suasana hati merajuk padanya. "Marah ya?" tanya Dewa berpura-pura bodoh, padahal dirinya sudah sangat tahu, jika gadisnya dalam suasana hati marah padanya. "Tidak!" Dewa masih diam menahan tawanya. "Kenapa menjawab pertanyaanku seperti itu?" tanya Dewa lagi. "Letih, ingin cepat pulang," sahut Harmoni langsung berdiri hendak pergi meninggalkan Dewa namun, saat Harmoni sudah akan melangkahkan kakinya menuju kursi dimana letak tas dan barang bawaannya berada, gadis itu merasakan sebuah tarikan pada pergelangan tangannya. Harmoni menoleh ke arah pergelangan tangannya tersebut. "Apa lagi?" tanya Harmoni dengan suara ketus. "Maaf!" mohon Dewa dengan raut wajah memelas. "Untuk apa minta maaf?" tanya Harmoni yang masih ingin tahu penjelasan dari mulut Dewa sendiri karena pria itu sudah berani mengambil minumannya tanpa izin. Dewa berdiri mendekat ke arah Harmoni dan menundukkan wajahnya tepat di hadapan gadis itu dengan tatapan tertuju pada kedua telapak tangan gadisnya. "Karena kau tak mau membagi minuman itu denganku," jelas Dewa masih dengan posisi kepala menunduk. "Tapi stok minuman itu masih banyak, coba kau lihat ke sana," pinta Harmoni pada sebuah tempat minuman dingin yang memang sudah tersedia di tempat itu. "Tidak mau," tolak Dewa mentah-mentah. Harmoni masih diam tak langsung merespon ucapan Dewa, ia masih tak habis pikir dengan tingkah Dewa yang semakin lama semakin dekat dengannya dan kepribadian pria itu juga semakin dapat ia lihat dengan sangat jelas yaitu, manjanya bukan main. Helaan napas pada diri Harmoni mulai terdengar sembari mengusap lembut genggaman tangan Dewa padanya. "Sepertinya aku harus ekstra sabar pada pria ini," pikir Harmoni dalam hati. "Apakah aku boleh tahu alasannya?" tanya Harmoni dengan suara lembutnya. Dewa akhirnya menatap kedua manik mata kekasihnya. "Aku hanya ingin minum minuman dari botol yang sama denganmu," jabar pria bermata safir tersebut. "Apa kau tidak merasa risih melihat bekas bibirku menempel di sana?" tanya Harmoni lagi. "Tidak! malah aku lebih suka kau berbagai satu botol minuman denganku," jelas Dewa yang akhirnya memancing mulut Harmoni menganga bukan main. "Apa pria ini memiliki kelainan? sudah manjanya minta ampun, malah suka minum satu botol bekas minuman orang lain," pikir Harmoni langsung menundukkan kepalanya tak habis pikir dengan jalan pikiran pria bermarga Abraham tersebut. "Apa masih ingin minum dari bekas botol orang lain?" tanya Harmoni pada Dewa. "Orang lain tak mau, hanya mau bekas dari sini saja," tutur Dewa menyentuh bibir Harmoni. Kali ini gadis itu paham apa yang ada dalam pikiran Dewa, bukan hanya suka minum dari bekas botolnya saja, Dewa juga suka pada benda yang di sentuh oleh pria itu. Harmoni paham sembari tersenyum cukup manis pada Dewa. Perlahan gadis itu melepaskan sentuhan jempol Dewa pada bibirnya. "Jangan seperti itu? bagaimana, jika aku benar-benar jatuh hati padamu dan tak mau lepas darimu setelah saat dimana waktu tiba, kau akan kembali ke duniamu sendiri," tutur Harmoni menatap kedua manik mata Dewa tanpa henti. Pria itu menarik pinggang Harmoni yang masuk dalam kategori sangat pas dalam lingkaran tangannya. "Jangan tolak perasaan itu, terus rasakan sampai menyentuh setiap bagian tulangmu," tutur Dewa mengecup kening Harmoni lembut penuh kasih sayang. Gelenyar rasa aman dan nyaman menghinggapi Harmoni. Rasanya ia tak ingin melepaskan momen ini begitu saja karena perasaan yang Dewa hantarkan padanya, terasa begitu tulus dan suci. Tanpa sadar, kedua tangan Harmoni menyentuh pinggang Dewa mulai bertengger di sana. "Kau bau keringat," ledek Dewa pada gadisnya. Bukannya marah, Harmoni justru memeluk tubuh Dewa sangat erat. "Biarkan saja! hirup wangi keringatku yang sangat segar ini," goda balik Harmoni pada pria tersebut. Dewa akhirnya tersenyum sembari membalas dekapan hangat sang kekasih. Kekasih yang masih berstatus menjadi kekasih sandiwara namun, setiap gerakan yang ditunjukkan oleh keduanya bukan seperti itu, melainkan mencerminkan sebuah hubungan yang memang sama-sama di sadari oleh rasa cinta dan kasih sayang. Sungguh sangat bertolak belakang dengan apa yang di sepakati oleh keduanya dan mereka pasti masih belum sadar, jika perasaan itu bukan hanya perasaan semu, melainkan perasaan yang benar-benar nyata satu sama lain. Hari dimana acara seminar di kampus milik Dewa sudah jatuh pada jadwalnya. Kini Harmoni dan Mona sudah bersiap-siap menuju ke kampus tersebut. Keadaan Mona saat ini sudah sangat stabil berkat bantuan dari Hicob, pria itu yang selama beberapa hari kemarin merawat Mona sampai asisten pribadi Harmoni saat ini sudah dalam keadaan pulih total. "Apa kau sudah benar-benar siap mulai bekerja kembali?" tanya Harmoni pada Mona. "Sudah, Nona!" "Baiklah, jika memang sudah siap, bawa semua hal yang aku butuhkan untuk seminar nanti dan jangan lupa, dandan yang cantik karena Hicob ada di sana," goda Harmoni membuat wajah Mona terlihat seperti tomat matang siap petik. "Apa yang Anda katakan, Nona! jangan mengolok-olok saya," elak Mona yang tak mau disangkut pautkan dengan Hicob. "Aku hanya mengingatkan saja, lagi pula kau memang harus berdandan cukup cantik, 'kan? di sana kita banyak dilihat pasang mata dan harus tampil dengan elegan," bual Harmoni, agar Mona mau menuruti perintahnya. "Baik, Nona!" Senyum manis terukir di bibir Harmoni saat Mona menyetujui sarannya. "Aku tahu kalian berdua cukup dekat akhir-akhir ini," gumam Harmoni dalam hatinya. Sebenarnya Harmoni dan Dewa saat pulang dari kantor sebelum Mona benar-benar pulih, sepasang kekasih itu sering melihat Mona dan Hicob tersenyum bersama layaknya sepasang kekasih namun, Harmoni dan Dewa tak mau menayangkan kepastian perasaan masing-masing karena menurut mereka, itu bukan bagian dari urusan mereka saat ini. Dari mulai hanya sekedar minum teh bersama di taman belakang, makan bersama di meja makan, serta membereskan kamar Mona secara bersama pula dan hal itu sudah dapat disimpulkan oleh para bos mereka masing-masing, jika para asistennya sudah sangat dekat, melebihi dekat pada umumnya. Kini Harmoni sudah berada di mobilnya. Gadis itu saat ini enggan mengemudi sendiri karena ia tak ingin merasa kekalahan. Denting bunyi ponsel Harmoni terdengar dan gadis itu dengan gerakan santai melihat ke arah layar ponselnya. Tertera nama Dewa di sana dan seketika senyum yang tak dapat di sembunyikan lagi, langsung mencuat membanjiri kecantikan pada wajah gadis dengan bentuk tubuh ideal tersebut. Dewa Sudah berangkat? Harmoni Sudah di jalan? ada apa? Sebenarnya balasan Harmoni lebih terdengar seperti orang yang cukup cuek, padahal perasaan gadis itu saat ini benar-benar merasa sangat senang, kala sang kekasih menghubunginya pagi-pagi begini. Memang sudah menjadi rutinitas baru Dewa selama mereka meresmikan hubungan itu, Dewa setiap pagi tak pernah absen menghubungi Harmoni sebelum keduanya berangkat ke tempat kerja masing-masing. Dewa Rindu ❤️ Satu kata pada layar ponsel Dewa sudah sangat berhasil membuat gadis itu tersenyum sendiri seperti orang gila. "Apa sih dia, ingin membuat aku jaringan ya," pikir Harmoni yang menyentuh bagian dadanya yang sudah terasa seperti akan meledak. Harmoni Jangan mengada-ada, ini masih pagi, jangan coba merayu, nanti saat aku sampai, rayuanmu bisa-bisa sudah basi. Dewa Akan aku daur ulang kembali, agar tidak basi. Harmoni menyadarkan punggungnya pada sandaran kursi mobil miliknya. "Bisa-bisa aku benar-benar obesitas karena tingkah pria ini," gumam Harmoni kembali melihat ke arah layar ponselnya. Harmoni Jangan banyak bertingkah, nanti terkena ganjaran karena pagi-pagi sudah merayu ? Dewa Terkena ganjaran, jika dicium olehmu aku mau, bahkan sangat mau? Harmoni Maumu memang seperti itu, dasar pria genit. Dewa Genit pada pacar sendiri tak apa, 'kan? atau aku genit pada gadis lain saja, jika kau tak mau? Mendadak jemari Harmoni langsung kaku saat ia membaca balasan pesan dari Dewa. Dengan cepat dan napas yang mulai naik turun tak beraturan, akhirnya Harmoni mulai menulis balasan pesan kata demi kata pada Dewa. Harmoni Coba saja lakukan! aku pastikan kau akan MENYESAL karena sudah berani melakukan hal itu. Dewa yang berada di seberang ponselnya hanya tersenyum sendiri melihat balasan gadisnya yang terpancing oleh pesan yang ia kirim. Dewa Apa yang akan kau lakukan? aku penasaran? Harmoni End Dewa sudah tak dapat lagi menahan tawanya. "Hahahaha! apakah dia sanggup melakukan hal itu, bukankah dia saat ini sudah merasa nyaman denganku," pikir Dewa yang membuat Hicob melirik ke arah pria bermata biru itu dari arah kaca spion tengah. "Apa Tuan sudah benar-benar tak waras? bisa-bisanya dia tertawa bahagia seperti itu saat berkirim pesan singkat dengan Nona Harmoni," pikir Hicob dalam diamnya. Karena Dewa lama membalas pesannya namun, pesan yang dikirim oleh Harmoni sudah dibaca oleh pria itu namun, tak ada balasan dari Dewa. Harmoni mengigit jarinya merasa gelisah. "Apa dia marah padaku?" tanya Harmoni pada dirinya sendiri dan tanpa ia sadari, ucapannya sudah terdengar oleh kedua anak buahnya yang berada di kursi depan yaitu, Mona dan sopirnya. Mona hanya bisa menerka apa kiranya yang terjadi pada bosnya itu. "Apa Nona sedang kesal dengan seseorang? apa mungkin orang itu adalah Tuan Dewa?" tanya Mona yang dalam diamnya tak berani bertanya pada Harmoni secara langsung. Karena tak ada balasan dari Dewa, akhirnya gadis itu mencoba menghubungi Dewa lebih dulu. Saat ini rasa sungkan Harmoni nampaknya sudah hilang, yang ada hanya rasa gelisah karena pesannya tak kunjung di balas oleh Dewa. Harmoni menakan tombol panggil pada layar ponselnya. "Selamat pagi!" sapa Dewa dari balik ponsel Harmoni. "Kenapa tak dibalas?" tanya Harmoni secara blak-blakan. "Aku masih di jalan." "Kau tak mengendarai mobil sendiri, bukan? kau saat ini bersama Hicob, 'kan?" tanya Harmon yang sudah merasa cukup kesal pada Dewa karena alasan pria itu sungguh terdengar sangat amatir. "Iya, tapi ...." "Kau ingin aku benar-benar melakukan satu kata yang aku kirim itu?" tanya Harmoni kembali menodong Dewa dengan pertanyaannya. Dewa yang berada di seberang sana hanya bisa menahan senyumannya. "Bukankah dia yang berkata seperti itu? tapi mengapa seperti aku yang seakan salah di sini?" tanya Dewa dalam hati. "Tidak!" "Mengaku saja!" kukuh Harmoni. "Tidak, Sayang!" Mendengar panggilan kesayangan yang sebutkan oleh Dewa, intensitas emosi Harmoni langsung turun drastis. "Bohong," sangkal Harmoni dengan suara merajuk ala-ala manis manja. "Tunggu kita bertemu sebentar lagi, aku sangat merindukanmu," tutur Dewa yang langsung menghantam bagian hati Harmoni menjadi berbunga-bunga bukan main. Akhirnya senyum diam-diam dapat terukir indah di bibir gadis itu. "Sudahlah jangan banyak merayu, sampai bertemu di sana dan ... aku juga ingin segera sampai." Harmoni langsung menutup panggilannya lebih dulu dengan wajah yang sudah merah bagai kepiting rebus, sementara di seberang sana, Dewa tersenyum sendiri seperti orang gila karena ia tahu dan sangat paham, apa maksud dari kalimat yang Harmoni lontarkan padanya. "Aku tahu, kau juga rindu padaku, 'kan?" gumam Dewa masih tersenyum manis menatap layar ponselnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN