8. Akhirnya Menerima

1330 Kata
Aby melangkahkan kakinya menuju kampus dengan malas. Entah kenapa sepertinya tak ada semangat lagi didalam dirinya semenjak penolakan Asa perihal lamarannya. Ia memicingkan matanya ketika melihat Asa yang seperti berjalan cepat kearahnya. Ah mungkin hanya perasaannya saja, mana mungkin Asa mau berdekatan dengannya, selama ini kan Asa seperti risih dekat-dekat dirinya yang seperti layaknya virus mematikan yang harus dihindari oleh Asa. Ia melanjutkan langkahnya hingga sebuah suara yang sangat ia rindukan memanggil namanya. "Aby" Ia pun memberhentikan langkahnya dan membalikkan badan menghadap kearah seseorang yang mungkin akan ia lupakan. Anggap saja dia tidak konsisten yang tiba-tiba menjauhi Asa karena penolakan lamarannya, hanya saja ia tak mau Asa semakin membencinya. Ia akhirnya memilih mundur, mungkin Asa bukan jodohnya. "eh iya ada apa kak?" Aby berusaha bersikap normal, layaknya adik tingkat yang sopan kepada kakak tingkatnya. "bisa kita bicara sebentar?" Aby menaikkan alisnya "eem sepertinya tidak enak kalau disini, kita bicara di sana saja" Asa menunjuk bangku panjang yang berada didekat mereka. Aby mengangguk, mereka pun duduk dengan menyisakan jarak. "Aby, sebelumnya saya mau minta maaf perihal lamaranmu yang saya tolak, saya tidak bermaksud begitu, hanya saja ada suatu hal yang mungkin tidak bisa saya ceritakan ke kamu. Saya harap kamu mau memafkan saya." Aby terdiam. "gak apa kak, saya ngerti kalau cinta memang tidak bisa dipaksa. Sebelum kakak meminta maaf, saya sudah memaafkan kakak." Asa terenyuh mendengar ucapan Aby. "apakah kamu masih mengharapkan saya?" tanya Asa ragu-ragu. Aby menatap Asa sejenak, lalu mengalihkan pandangannya lurus kedepan, ia menghela nafas mendengar pertanyaan Asa. "harapan itu pasti ada, tapi saya akan mencoba untuk menghilangkannya" "bolehkah saya meminta bahwa jangan pernah kamu menghilangkan harapanmu?" Aby tertegun mendengar perkataan Asa, ia menatap Asa dengan tatapan tanya. "maksud kakak?" "maaf pernah menolakmu, apakah masih ada kesempatan bagi saya untuk menerimamu?" Asa menundukan kepalanya. Aby bagai diberi sebongkah berlian mendengarnya. Jadi Asa menerima lamarannya?. Benarkah? Apakah dirinya sedang bermimpi?. "maaf kak, saya belum paham maksud kakak" "saya menerima lamaranmu Aby" Aby tersenyum begitu lebarnya kearah Asa "terimakasih" Asa hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. Huh mungkin ini yang terbaik untuk dirinya, belajarlah mencintainya Asa. Batinnya terus bersuara, menguatkan dirinya. * * * Hari ini adalah hari dimana Aby akan melamar Asa secara resmi. Ia dan keluarganya kecuali Fahri, memasuki rumah Asa dengan jantung yang berdebar-debar. Sungguh sangat aneh rasanya ia waktu dulu melamar Asa tidak sebegini gugupnya. Tetapi sekarang setelah mendengar lamarannya diterima Asa tempo hari ia semakin gugup, aneh sekali. Ternyata Asa sangat berpengaruh bagi jantung dan hatinya. Ketika ia memberitahukan kepada Papa dan Mamanya bahwa ia akan menikahi Asa, Fandi langsung setuju mendengarnya. Karena ia tau, Aby sudah mampu menafkahi istrinya tanpa meminta kepadanya. Lisa langsung menghambur kepelukan Aby ketika mengetahui Aby akan menikahi Asa, ia sangat bahagia akhirnya Asa bisa menjadi menantunya. "kami disini datang untuk meminang salah satu putrimu yang bernama Salsabilla Anandyta Putri untuk kami jadikan istri Aby, anak kami. Bagaimana apakah lamaran anak kami kalian terima?" Fandy menatap Putra dengan tatapan seriusnya. "saya menerima lamaran nak Aby untuk menjadikan Asa istrinya, tetapi jawaban tetap ada pada Asa, putri kami. Bagaimana Asa apakah kamu menerima lamaran nak Aby?" Asa menatap Putra bergantian dengan menatap Aby yang menatapnya penuh harap. Ia menghela nafas. "Asa menerimanya" "alhamdulillah" ucap semuanya kecuali Asa tentunya. "baiklah, kini kita tinggal menentukan tanggal yang baik untuk pernikahan Aby dan Asa." "menurutku semua tanggal itu baik. Hmm bagaimana kalau satu minggu lagi." Asa membelalakkan matanya mendengar ucapan sang Ayah. Satu minggu lagi?. Apa Ayahnya sudah berfikir matang-matang?. "Ayah apa tidak terlalu kecepatan?" Asa bertanya dengan nada protes. "lebih cepat lebih baik sayang, kita tidak boleh menunda-nunda hal yang baik kan?" Suci menimpali. Asa hanya menghela nafas mendengarnya. Setelah semua anggota keluarga setuju dengan tanggal yang mereka tentukan, yaitu satu minggu lagi. Keluarga Aby dan Asa memasuki ruang makan untuk makan bersama. Setelahnya Aby dan keluarganya berpamitan pulang untuk menyiapkan keperluan pernikahan mereka yang akan terjadi dirumah Asa. * * * Asa menatap Iza dengan tatapan sedihnya. Ia masih kepikiran bahwa kurang dari seminggu lagi, ia akan berganti status menjadi istri Aby. Sungguh hal yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya ia akan menikah secepatnya. Sedangkan Iza memandang Asa dengan bingung karena sejak tadi Asa terlihat sedih dan sesekali menghela nafasnya. "Ada apa Sa?" "sebentar lagi gue mau nikah" Asa tertunduk lesu. "hah l-lo apa?" "gue mau nikah" "lah kalau mau nikah harusnya lo bahagia eh kok ini malah sebaliknya" Iza berdecak heran melihat tingkah sahabatnya ini. Sebentar lagi mau nikah bukannya semringah eh malah sedih begini. Ada apa sebenarnya?. "gimana gue gak sedih, gue nikah sama adik tingkat kita" "hah siapa?" "lo kenal pasti, orang dia dari dulu ngerecokin gue mulu. Siapa lagi kalau bukan si anak kepedean itu, kesel deh gue" "serius lo?. Lo mau nikah sama Aby?" Iza menatap Asa tak percaya. Pasalnya Asa ini seperti benci banget ya, setiap dideketin Aby kayak Asa risik begitu. Dan sekarang ia mendapat kabar bahwa Asa akan menikah dengan Aby. Rasanya ia ingin tertawa tetapi ia tahan karena takut Asa akan marah padanya. Menurutnya ini sangat lucu, mungkin berawal dari benci menjadi jodoh dunia akhirat ha ha unik sekali. "serius lah, ngapain gue bohong" ketus Asa. Ia masih saja kesal mengingat sebentar lagi ia akan menikah, dengan terpaksa pastinya. "tapi kok bisa?." "nih ya gue ceritain, waktu itu gue kan pulang kerumah, trus gue lihat Aby duduk berhadapan sama orangtua gue ada Lyana juga disana.  Waktu mereka sadar ada gue disana, Bunda dateng nyamperin gue dan apa yang Bunda omongin pertama kali itu bikin gue kaget banget sumpah. 'nak Aby mau mengkhitbahmu'. Gitu kata Bunda. Gue kaget jelas, kaget banget malah. Akhirnya gue tanpa menanggapi omongan Bunda, gue masuk kamar, Bundq nyusul gue sempat ngasih gue nasihat supaya nerima Aby. Tapi waktu turun gue tolak aja lamaran Aby karena gue gak mau nikah sama dia-.." "eh tunggu-tunggu, kalau lo nolak Aby, tapi kok lo bisa sebentar lagi nikah sama dia" Iza memotong ucapan Asa karena kelewat penasaran. Asa memandang Iza kesal. "makanya kalau gue belum selesai ngomong jangan dipotong dulu" "he he iya maaf, ayo lanjutkan" Iza tertawa. "nah setelah gue nolak si Aby, muka anak itu keliatan sedih banget, tapi ya gue bodo amat. Terus selama beberapa hari semenjak gue nolak lamaran Aby, Bunda kayaknya diemin gue, itu yang bikin gue sedih. Akhirnya gue beraniin diri nemuin Bunda dikamarnya, sempat ada percekcokan sih dan ya akhirnya gue bilang akan nerima lamarannya Aby. Bunda seneng banget waktu itu sampai meluk gue. Gue gak habis fikir, Bunda kok kayaknya ngebet banget ngeliat gue nikah, ck ck mana sama anak kepedean itu lagi" "mungkin Aby itu menantu idamannya Bunda lo kali" Iza tertawa.  Asa mendelik mendengar ucapan Iza. "terus ya, gue ajak bicara Aby dan minta maaf karena pernah nolak dia. Dan ya gue bilang langsung kalau gue nerima lamarannya. Sebenarnya kalau bukan karena  Bunda gue sih ogah banget. Dan besoknya Aby dateng sama kedua orangtuanya dan adiknya buat ngelamar gue secara resmi. Dan yang bikin gue kesel sama Ayah, Ayah bilang pernikahan akan dilakukan satu minggu kemudian. Gue sempat protes apa gak kecepetan tuh dan Ayah bilang, lebih cepat lebih baik.  Dan gue ngelirik si Aby yang senang banget kayaknya. Sumpah kalau bunuh orang itu gak dosa gue pengen banget bunuh Aby supaya gue gak jadi nikah sama dia." Asa tak sepenuhnya menceritakan hal yang terjadi, ia hanya menceritakan sebagiannya saja. Ia tak mau Iza mengetahui bahwa ia sempat memiliki angan untuk tidak akan pernah menikah seumur hidupnya. "heh istighfar dosa loh punya niatan buruk sama calon suami." "biarin aja orang gue kesel." Lagi-lagi Iza tertawa. "eh tapi kok lo baru ngasih tau gue" "ye sorry gue sibuk banget akhir-akhir ini, lo tau sendiri kan. Ini aja nanti sepulang kuliah, gue mau fitting baju" Iza mengangguk paham. "cieee yang sebentar lagi mau nikah" "ih udah jangan godain gue mulu, yuk masuk tuh dosen udah dekat" Mereka memasuki ruang kelas dengan cepat karena dosen yang mengajar hari ini adalah dosen yang sangat tegas dan disiplin, walaupun usianya sudah berumur tapi masih saja rajin mengajar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN