Kini keadaan Bian sudah lebih baik. Sesuai kata dokter, Bian sudah diperbolehkan mengobrol bersama teman-temannya. Kemarin keadaan Bian benar-benar menghawatirkan. Ia kehilangan banyak darah karena luka tusuk di perutnya.
Hari ini, kelas IPA 1 memutuskan untuk menjenguk Bian.
Melodi memilih untuk masuk terakhir karena dia akan berbicara banyak dengan Bian.
Sambil menunggu giliran masuk, Melodi berinisiatif untuk membelikan Bian jus di depan rumah sakit. By the way, Bian sangat suka dengan jus, apalagi jus jambu.
"Berapa Pak?"
"Lima ribu dek."
Melodi mengeluarkan uang lembaran sepuluh ribu. Sambil menunggu kembalian, Melodi melihat orang yang berlalu-lalang masuk rumah sakit.
Ada orang yang keadaannya masih lebih parah daripada Bian. Ternyata Tuhan lebih sayang kepada Bian karena Bian tidak diambil dari Melodi. Melodi harus bersyukur atas semua ini.
Setelah memastikan bahwa jalanan sepi, Melodi menyebrang. Dia melihat ARION keluar dengan Dinda tapi nihil Fauzan.
"Eh Melodi. Habis dari mana?" tanya Dinda begitu jarak mereka sudah dekat.
"Ini Din, beliin Bian jus. Dia kan suka banget sama jus jambu," kata Melodi dengan senyum yang mengembang.
"Di dalem sana masih ada Fauzan Med, lo usir tuh anak juga gapapa," kata Rey.
"Rey, Kok lo nggak bijak lagi sih! Seharusnya kan lo bikin kata-kata mutiara lagi biar Melodi nggak ngusir Fauzan!" Leron protes yang diikuti anggukan semangat dari Sera.
"Iya Rey, kali ini gue setuju sama Leron," timpal Sera.
"Ya udah kita balik dulu ya Med, Din. Mereka kurang briefing makanya melantur kalau ngomong. Oh ya Med, jangan usir Fauzan," kata Gema.
"Gue mau nemenin Bian bentar ya."
"Hati-hati, Fauzan genit!" teriak Dinda ketika Melodi sudah masuk ke dalam lobi. Melodi menganguk dan melambaikan tangannya.
Melodi sudah tidak sabar memberikan jus jambu yang ia beli kepada Bian. Pasti cowok itu sekarang ingin minum yang segar dan jus jambu mungkin alternatif terbaik.
Dengan langkah secepat mungkin Melodi berjalan. Melewati beberapa dokter dan suster yang sedang menangani pasien.
Sebelum benar-benar masuk ruang Bian, Melodi merapikan tampilan jus jambu yang dibawanya. Dia tidak mau Bian risih karena plastik yang kusut.
Tangan Melodi sudah memegang kenop pintu dan hampir saja pintu terbuka, tapi Melodi mendengar Fauzan dan Bian bicara cukup keras. Karena penasaran, Melodi memutuskan untuk mendengarkannya.
"Ahahaha lo hebat ya Bi, handphone gue milik lo sekarang."
Melodi tau itu suara Fauzan.Tapi apa maksudnya handphone Fauzan jadi milik Bian?
"Gue juga Zan, nggak taunya Melodi bisa suka sama gue. Terpaksa gue ambil ya handphone lo, seandainya gue yang kalah, gue serahin kok handphone gue."
Mereka tertawa lagi, Melodi masih mencoba merangkai kalimat yang mereka bicarakan. Sampai akhirnya, Fauzan memperjelas semua yang didengarkan Melodi.
"Selamat bro, lo menang taruhan ini."
Deg.
Jadi...
Melodi hanya taruhan Bian dengan Fauzan?
Bian tidak pernah sungguh-sungguh dan semua hanya kepalsuan?
Cukup sudah!
"Bi ..."
Melodi tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Bahkan air matanya tidak bisa ditahan, Melodi menangis.
"Mel, kenapa ada di sini?" Bian memandang Melodi bingung.
"Kenapa lo jadiin gue taruhan lo? Apa gue lebih rendah daripada handphone itu?"
Sekarang, Melodi sudah benar-benar terisak. Dia marah, kesal, kecewa. Semuanya campur aduk di dalam pikiran Melodi. Teganya Bian melakukan itu, menjadikan Melodi taruhan.
"Mel dengerin, semuanya nggak seperti yang lo kira." Bian mencoba bangun dari rajang dan menghampiri Melodi, namun tidak bisa. Dia masih lemas.
"Cukup Bi! Gue nggak sebodoh itu!" Untuk pertama kalinya, Melodi berteriak di depan Bian.
"Mel, Bian nggak salah. Gue yang salah, gue yang ajak dia taruhan."
"Nggak Zan! Kalau Bian emang bener-bener tulus, dia nggak akan terima taruhan dari lo. Tapi gue cukup tau aja, gue nggak berharga kan Bi?" Suara Melodi bergetar.
Kemarin dia menangis karena mengkhawatirkan Bian, tapi sekarang Melodi menangis lagi karena kebohongan Bian. Keadaan terus saja mempermainkan perasaan Melodi.
"Mel, sekarang beda, gue ..."
"Cukup Bi! Gue udah denger semuanya."Melodi meninggalkan Bian dan Fauzan.
Melodi ingin membuat Bian senang dengan membelikannya jus jambu, tapi sekarang Bian malah menghempaskannya.
Melodi memberikan jus itu ke anak kecil yang sedang mengemis.
Melodi ingin menjauh dari Bian, dan menghilang untuk sementara waktu. Sampai hatinya kembali menerima semua kenyataan ini.
*****
"Kenapa jadi nge-kos sih Med?" Sera masih bingung dengan Melodi.
Melodi tiba-tiba saja menghubungi ARION dan menyuruh mereka membantu untuk pindahan kos. Kos baru Melodi yang baru lebih dekat dengan sekolahan.
"Ongkosnya lebih irit Ser."
"Mata lo bengkak di sengat lebah ya Med?" tanya Leron sok polos.
"Ron!" seru Rey.
"Apa Rey sayang," kata Leron diimut-imutkan.
"Huek, gue mau muntah!" Sera menendang p****t Leron yang menghalangi jalannya.
"Berapa bulan Ser?" Gema ikut menimpali setelah masuk ke dalam membawa almari plastik Melodi.
"Dasar lo semua, s***p!"
Sera keluar lagi mengambil kotak Melodibyang masih tertinggal di mobil depan kos.
"Sebenarnya lo kenapa Med?" Tanya Gema ketika di dalam kos hanya ada Melodi dan Gema.
Melodi menghela napas panjang, dia tidak tahu harus bercerita darimana. Sebenarnya pertanyaan Gema simpel, tapi jawabannya lah yang rumit.
"Gue cuma taruhan Bian," kata Melodi pada akhirnya.
Spontan rahang Gema mengeras. "Cowok apaan kayak gitu? Banci!"
"Gue nggak mau ada orang lain campur tangan dalam urusan ini Gem, nggak juga ARION. Maaf," kata Melodi lirih.
"Bian udah keterlaluan Med, kalau emang dia nggak suka, nggak usah mempermainkan."
"Gue juga salah percaya gitu aja."
"Dia harus dikasih pelajaran!"
"Siapa yang harus dikasih pelajaran?" tanya Sera.
"Menurut lo Ser?" Leron kesal dengan Sera. Sera tidak hanya menendang p****t Leron, tapi juga menjegal kakinya sampai Leron terjatuh hampir masuk selokan.
Melodi memberi kode ke Gema agar tidak membocorkan apa yang ia katakan tadi.
"Masalah lagi Med?" tanya Rey.
"Iya," jawab Melodi pada akhirnya.
Rey tau, jawaban Melodi cukup mewakili kalau ia tidak mau membagi masalahnya kali ini.
ARION menemani Melodi sampai malam. Mereka tidak mau Melodi kesepian setelah kejadian buruk yang menimpa Melodi.
Melodi sekarang hanya punya ARION, tidak yang lain. Termasuk Bian.
"Ish, gue bakar lo nyamuk lama-lama!" Leron terus mencoba menangkap nyamuk menggunakan raket nyamuk, tapi berkali-kali raket itu malah mengenai kaki Rey.
"Woy sakit Ron! Emang kaki gue nyamuk apa!" Rey mengamuk sedangkan Leron hanya cengengesan.
"Udah malem, kita harus balik pulang Med, gapapa?" tanya Gema hati-hati.
"Nggak papa kok, gue udah cukup terhibur sama kehadiran kalian." Melodi memeluk Sera.
"Gue mau dong!" Awalnya Leron ingin bergabung, tapi Rey menepuk pantatnya dengan raket nyamuk.
"Anjir!"
Rey menepuk p****t Leron lagi. "Ngomong apa lo barusan? Mau gue setrum sampai gosong?" Ancaman Rey membuat Leron begidik.
"Ampun pak Rey." Leron masuk mobil paling cepat untuk menghindar.
"Kalian hati-hati ya." Melodi menunggu ARION pulang untuk menutup gerbang kos.
Melodi sangat bersyukur punya sahabat seperti mereka. Kapan pun Melodi memerlukan bantuan, mereka selalu ada.
*****
Berhubung minggu, Melodi memutuskan untuk berkenalan dengan tetangga baru kos-kosan barunya. Tidak mungkin juga Melodi tinggal tanpa tau siapa tetangganya di sini.
Selepas membersihkan kamar, Melodi keluar dan ingin memulai kenalan dari pintu samping kamarnya. Tapi, setelah diketuk cukup lama, tidak ada tanda pintu akan terbuka.
Melodi melanjutkan mengetuk lagi di pintu selanjutnya, nihil.
Sampai di pintu ke-5 barulah ada sahutan dari dalam. Tapi suara seorang cowok.
Melodi terlalu kaku dan gugup berhadapan dengan cowok selain ARION. Bagaimana ini?
Pintu terbuka, menampilkan seorang cowok yang hanya memakai kaus dalam dan boxer. "Ada apa ya?" tanyanya.
Melodi kaku di tempat, dia gelagapan ketika mau menjawab.
"Gue Melodi, anak baru di sini. Gue pingin kenalan sama anak yang kos di sini," jelas Melodi.
Cowok itu menggaruk kepalanya. "Gue Azam. Tapi cara kenalan yang bener nggak gitu."
Melodi tersenyum kaku. "Gue Melodi. Emang cara kenalan yang bener di sini gimana?" Melodi menundukkan kepalanya.
"Setiap ada orang baru di kos, kita bakal buat pesta kecil-kecilan. Biasanya sih pesta barbecue ala kadarnya, pakai sosis sama jagung."
"Maaf ya kalau tadi cara gue kenalan salah."
"Gak papa kok santai aja. Btw, Gue masuk dulu ya Mel, nggak enak pakai gini doang."
"Em, gue langsung balik aja Zam. Tetangga lain dimana ya?"
Seakan sadar, Azam memberengut. "Mereka liburan ke pantai, gue ditinggal sendiri di sini. Tega banget ya mereka," adu Azam.
"Gue juga balik kakau gitu."
"Kapan-kapan kita ngobrol bareng ya Mel!" Teriak Fauzan, padahal jarak mereka hanya terhalang tiga pintu, tapi Azam masih saja berteriak.
"Oke Zam." Melodi langsung menutup pintu dan pergi ke kafe Gema.
Melody hampir saja lupa kalau dia punya pekerjaan di sana.
*****
Melodi harus bekerja sendirian, Ratih izin tidak masuk kerja karena keponakannya sakit. Memang dia tinggal bersama paman dan bibinya. Karena itulah dia harus mengurus ponakannya, sedangkan paman dan bibinya bekerja.
Seperti biasa, Melodi mengelap kaca dan meja. Melayani pelanggan dan membersihkan piring mau pun gelas kotor.
Bel di pintu kafe berbunyi, tandanya ada pelanggan. Saat Melodi keluar dari dapur, dia hanya menemukan dua polisi yang berdiri tegap.
"Apa benar anda saudari Melodi?"
Melodi takut, seumur-umur baru kali ini dia berhadapan langsung dengan polisi. Dia hanya pernah mendengar cerita dari ibunya kalau polisi itu menakutkan. Suka menghukum orang, Melodi takut hal sama akan terjadi pada dririnya.
"Iya saya Melodi."
"Mohon mbak ikut kami ke kantor. Ada sesuatu yang ingin kami sampaikan."
Melodi takut, dia tidak berani ke sana sendiri. "Sebentar pak, saya akan menghubungi pemilik kafe dulu."
Tangan Melodi bergetar saat ia menghubungi seseorang di telepon.
"Gem, temenin gue ke kantor polisi. Ke kafe sekarang."
Melodi harap, mereka mau menunggu sampai Gema datang.