Chapter 3 - APAKAH ITU DIA?

836 Kata
"Don’t let the noise of others opinions drown out your own inner voice." Steve Jobs (Jangan biarkan opini orang lain menenggelamkan suara hatimu.) ••••• Darren Morrano Smith pov "Sebelum anak ini lahir, saya tidak akan meninggalkan rumah ini." Wanita itu langsung memasuki kamarku. Oh tidak, itu kamarku. "Stop!" cegahku, tapi dia menghiraukan peringatanku. Aku melangkah menghampirinya. Dengan seenaknya dia menduduki kasurku dengan baju basahnya itu. "oOke oke, kamu boleh tidur di sini, tapi di kamar sebelah." Hanya untuk malam ini, biarkanlah tidak baik juga mengusir wanita, apalagi dis kelihatan lelah sekali. Rumah minimalis bergaya skandinavian ini memiliki dua kamar tidur. Dia memalingkan pandangan kepadaku. Apa itu, kenapa tatapannya memicing kepadaku. Apakah dia marah? tapi harusnya aku yang marah kepadanya. "Tidur di kamar sebelah!" lanjutku lagi. Dia berdiri, mengambil kopernya dan berlalu menuju kamar yang kumaksud. "Kasurnya di mana?" protesnya saat memasuki kamar. Kamar sebelahku itu memang belum sempat aku dekor. Pikirku, buat apa di dekor, secara tidak ada yang nempatin juga. "Nggak ada," jawabku. "Terus anda nyuruh saya tidur di lantai yang dingin ini? Saya perempuan, apalagi saya lagi hamil. Anda mau buat anak anda kedinginan?!" cerewetnya. "Anda saja yang tidur di sini, saya di kamar anda." lanjutnya. Perdebatan itu selesai setelah dia memasuki kamar mandi. Dari suara airnya sih kedengarannya dia sedang mandi. Sekitar sepuluh menit berlalu dan dia keluar dengan kaos berlengan panjang berwarna merah dan training maroon. Dia langsung merebahkan diri di kasur kamarku. Yaudahlah, biarkan malam ini dia tidur di kasur. Anggap saja sedang menolong orang. Daripada aku tidur di lantai kamar terus kedinginan lebih baik tidur di sofa. Tiba-tiba pikiranku melayang pada kejadian sebulan yang lalu. Saat dimana aku sedang berada di diskotik karena ajakan teman kuliahku. Ya, dulu aku kuliah di Jakarta dan setelah bekerja mendapat penempatan di Bandung. Flashback on "Bro, banyak wanita sexy di sini, cobalah satu," kata Ivan temanku. Kami saat ini duduk di depan bartender. Diantara teman-teman, aku adalah satu-satunya yang tidak pernah terlibat dengan wanita, maksudnya dalam hal s*x. Bahkan selama kuliah aku tidak memiliki kekasih, hanya ada beberapa teman wanita. Ini bukan karena aku jelek ya, wajahku bisa dibilang di atas rata-rata. Ayahku asli Indonesia sedangkan ibuku blesteran Amerika Italy. "Lo aja, gue liatin dari sini" ucapku. "Ahh nggak asik lo," saut Andre. "Ini minum dulu," kata Ivan sembari memberiku segelas air. Kupikir minuman itu semacam wine, karena mereka sangat tahu aku tidak menyukai vodka. Kadar alkoholnya yang cukup tinggi, seringkali membuatku kehilangan konsentrasi, itulah yang membuatku tidak menyukai vodka. "Gue sama Ivan ngefloor dulu ya, cari mangsa," seringai Andre. Dia dan Ivan lantas berjoget ria mengikuti irama musik sambil sesekali melingkarkan lengannya pada wanita. Kalau saja bukan teman baik, aku nggak mungkin mau diajak ke tempat beginian. Suasana remang remang yang bikin pusing, bagiku koding lebih menyenangkan daripada suasana ini. Tiba tiba kepalaku pusing, rasa badanku sangat panas. Lantas aku berdiri dari dudukku dan mencari toilet, mungkin dengan membasuh muka akan membuatku lebih segar. Saat perjalanan aku melihat seorang wanita berjalan terseok semakin mendekat ke arahku. Ohh, bibir itu, kenapa sangat menggoda? Ketika dia semakin mendekat, badannya terhuyung dan aku refleks mangkapnya. Tubuhnya wangi sekali, membuatku semakin b*******h. "Panas," gumamnya. Dengan tidak mengiraukan katanya, aku langsung melumat bibir merah jambu itu. Manis, semanis buah strowberry. Dengan tidak sengaja tangan wanita itu menyentuh adikku. Seketika adikku itu langsung bereaksi. Ohh, ini harus segers dituntaskan. Akhirnya aku membawa dia ke sebuah kamar yang ada di diskotik. Tidak perlu waktu lama hal itu pun terjadi. Entah kenapa malam itu hasrat ku tidak bisa dikondisikan. Saat aku bangun tidur, aku tidak melihat wanita di sampingku. Awalnya aku pikir itu mimpi, tapi setelah melihat ada bercak merah di sprei kasur, aku sadar bahwa itu nyata. Aku langsung mengenakan pakaianku dan bergegas mencari keberadaan wanita itu. Beberapa saat ku cari tapi tak kunjung ku temukan. "Halo," suaraku melalui sambungan telepon. Aku memutuskan menelepon Ivan. "Gimana bro, enak kan?" kata Ivan dari seberang disertai gelak tawa. "Apa maksudnya?" kataku penuh tanda tanya. "Semalem enakkan? dijamin habis ini pasti ketagihan," lanjut Ivan dengan percaya dirinya. "Jangan bilang kalau semalem lo campur perangsang ke minuman gue?" tebakku mulai emosi. Aku baru mengingat, badanku yang tiba-tiba kepanasan ditambah gairah yang melonjak drastis adalah beberapa efek dari obat perangsang. "Eits, jangan marah marah dong. Harusnya lo bilang makasih sama gue, kalau nggak gini lo nggak akan pernah merasakan nikmatnya surga dunia," kata Iban dengan mambanggakan dirinya. "Kurang ajar lo, akibat dari perbuatan lo itu, anak orang gue perawanin tau nggak," bentakku. Aku langsung menutup sambungan telepon tanpa mendengar tanggapan dari Ivan. Shit. Bagaimana mungkin aku tidak menyadari perangsang di minuman itu. Bodoh lo Darren!! Harusnya aku sadar, bagaimana mungkin tiba tiba Ivan dan Andre memintaku datang diskotik, sedangkan mereka tau aku tidak menyukai tempat itu. Flashback off Aku meremas rambut kepalaku. Kepalaku terasa pusing memikirkan kejadian itu. Memikirkan nasib wanita itu. Apakah mungkin wanita yang malam itu adalah dia? ••••• Sorry Typo ? WARNING !!! Jangan lupa tekan ? True Love ©2020 laelanhyt All rights reserved
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN