BIKIN BETE

1032 Kata
“Dari Papa Anjana saya dapatkan semua hal, soal materi tak perlu diragukan, saya berkelimpahan materi, tapi ada hal yang lebih penting, saya dapatkan full kasih sayang dan bimbingan serta attensi berlebih darinya. Saya punya kasih sayang yang berlimpah, dua Papa saya sangat menyayangi saya. Mereka sama-sama menyayangi. Tak ada satu pun yang tidak menyayangi. Walau saya sejak lahir tidak punya ibu. ibu saya meninggal tiga hari setelah melahirkan saya, tapi saya punya dua Papa yang hebat,” jelas Bhumi dengan bangga. “Puji Tuhan Papa Anjana juga memberikan semuanya buat saya. Beliau mau mengirimkan saya kuliah S1 saya di Oxford University dan S2 di Belanda dengan berat hati karena tak ingin berpisah jarak dengan saya. Tapi saya bisa meyakinkan tiap hari akan selalu bicara denganya sehingga beliau mau melepas saya jauh dari dekapannya.” “Hanya itu yang bisa saya jelaskan tentang siapa diri saya. Karena selama ini saya hanya bertugas di belakang layar. Biasanya Papa menerjunkan saya, tapi tidak ikut di pertemuan. Saya selama ini menangani banyak pekerjaan Papa cuma seperti saya kasih tahu tadi, hanya di belakang layar. Tidak ada yang tahu bahwa itu sudah saya kerjakan sejak dulu.” Bhumi sejak tadi memandang Acha tapi perempuan tersebut tidak menggubrisnya. Padahal dia ingin berkenalan dengan perempuan jutek itu. Ya Acha memang jutek, tidak manis dan lembut seperti Lizette, kakaknya. “Oke kalau seperti itu berarti untuk urusan perusahaan Acha dengan Bhumi ya. Acha tolong, kamu kenalan dulu dengan Bhumi, agar semua beres.” “Mami nggak mau tahu, kamu harus bekerja sama dengan baik dengan Bhumi,” kata Denallie Rahawarin. Denallie memang dipanggil mami oleh Acha dan Lizette, walau seharusnya OMA, tapi mungkin mereka mengikuti Marlene, walau kadang ya Oma juga, hanya lebih sering dia sendiri menyebut dirinya mami, sehingga dua cucunya juga menyebut sang oma dengan panggilan mami. Dengan ogah-ogahan Acha bersalaman dengan Bhumi. Mereka pun saling tukar nomor ponsel karena itu permintaannya Bhumi, agar gampang untuk saling bertukar informasi. “Tolong tuliskan nama email pribadimu, kalau program email perusahaan dan yang lain aku sudah ada. Yang belum email pribadimu untuk kita bicara. Kadang lewat chat itu lebih sulit kalau kita bahas panjang masalah perusahaan. Jadi aku lebih suka lewat email dan data juga lebih banyak di email. Jadi tolong kirimkan alamat emailmu ke nomorku,” pinta Bhumi langsung to the point karena ke sini dia mau kerja bukan hanya berkenalan dengan cewek jutek ini. Tanpa membuang waktu dan tanpa bicara Acha langsung mengirimkan apa yang Bhumi minta. Setelah mengirim pun Acha tak bicara memberitahu. Waktu sudah hampir setengah enam mereka terus diskusi, diskusi dan diskusi. Benar-benar semua harus matang. Tamu mulai berdatangan. Untungnya mereka berdiskusi di ruang teras belakang sehingga tak harus pindah saat ada tamu kebaktian. Acha mau pun Bhumi sama-sama mengeluarkan pendapat bernas pada diskusi tersebut dan mereka berjanji lusa akan bertemu di kantor untuk membahas cara kerja Acha karena Acha memang belum pernah kerja di kantor. Jadi dia akan mulai mempelajari semua berkas yang ada di kantor juga akan dibantu oleh Markus dan Bhumi. Markus Bratindra adalah sarjana managemen perusahaan dia yang memang lebih paham masalah perusahaan, karena dia sarjananya manajemen perusahaan lalu ikut membantu di law firm Anjana. Jadi dia bukan sarjana hukum. “Baik nanti Markus akan menjadi sekretaris pribadimu, aku akan buatkan dia SK, kamu harus tanda tangan itu. Karena kalau tanpa kekuatan SK secara hukum nanti dia akan sulit bergerak.” “Baiklah aku sih menurut saja, namanya aku orang baru. Tapi aku akan belajar dengan cepat dan smart. Tidak akan hanya cepat, tapi tidak efisien. Aku akan efisien,” janji Acha. Dia juga tidak mau disepelekan dalam hal apa pun. Secara formal Acha memang bukan orang dari manajemen perusahaan. Dia sarjana desain grafis dan lebih banyak bergerak di perusahaan desain untuk interior desain. Acha juga suka model-model pakaian, tapi tidak terlalu fokus. Dia hanya desain interior, Acha lulusan Paris, sama seperti Lizette. Mereka berdua kuliah disana bersamaan. Hanya Lizette khusus ambil manajemen perusahaan karena Lizette memang yang akan menggantikan tongkat estafet mami dan mamanya. Beda dengan Acha yang bukan ingin terjun ke bisnis. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈  “Kamu lihat kan pria dengan kemeja biru itu. Keren banget. Cool. Dia macho banget. Mana kayaknya dia tipe yang nggak pecicilan. Aku ingin dekati dia,” kata Vivienne Argani sepupu Acha dari Theresia Argani, mamanya Patrick Martinez, atau buyutnya Acha. Yang diajak bicara adalah Yvonne Martinez masih sepupu Acha juga. Acha yang mendengar di depannya jadi penasaran siapa pemuda baju biru yang dua sepupunya yang duduk dibelakangnya bicarakan. Acha langsung mencari sosok lelaki cool berkemeja biru dan taraaaaaaaaaaa, ternyata itu adalah Bhumi! ‘Ya ampuuuuuuuun, cowok kayak begitu saja ditaksir. Apa coba menangnya. Iiiih nggak banget. Kalau aku sih nggak mau.’ ‘Cool memang juga sih dia cool, tapi ya nggak segitu-gitu amat,’ bantah Acha dalam hatinya. ‘Macho? Pasti macho lah, memang dia macho banget, tapi yang nggak perlu dipuji-puji begitu lagi. Ngapain juga ih, bikin aku nggak konsentrasi saja. Padahal aku mau konsen buat ikut kebaktian ini kan?’ ‘Tapi buat apa aku kebaktian ini, bikin bete saja,’ akhirnya Acha berdiri dan pindah tempat duduk ke dekat orang tuanya. Tentu saja maksud orang tua adalah nenek dan mamanya. Papanya sudah tidak ada lagi, karena sejak tiga hari lalu papanya sudah keluar dari rumah ini, tidak bisa masuk lagi dan semua barangnya juga sudah mulai di jual-jualin oleh Marlene. Marlen menjual murah semua barang milik Laurent seperti sepatu, tas, kacamata, dasi, dan segala macamnya. Memang dia obrol yang penting tidak dia bagikan secara cuma-Cuma. Karena itu nanti tidak baik dampaknya. Semua barang tidak ada yang tidak dijual, bahkan ada yang dijual murah dengan harga di bawah Rp100.000. barang dari harga jutaan dijual hanya rp100.000-an tentu akan banyak peminatnya. Itupun nanti hasilnya bukan untuk kantong Marlene tentunya. Semua akan dimasukkan untuk kantong yayasan sosial Rahawarin. Itu sebabnya tak ada yang diberikan gratis. Semua harus jadi u4ng. Terserah penilaian orang apa, tapi mayoritas mengerti karena itu memang bukan jual cari keuntungan. Garage sale itu memang untuk kas yayasan. Dan semua dibawah bandrol harga sesungguhnya atau harga pasaran. Sehingga dalam sekejap semua barang ludes. Memang tujuan mereka beramal, namun tak gratis, agar orang juga terbiasa membeli, tak hanya berharap menadah tangan saja. Itu akan membuat malas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN