_____________________
"Halo.. Selamat pagi semua."
Sapa seseorang yang baru saja masuk kedalam rumah. Suara sapaan itu membuat seluruh pandangan anggota keluarga tertuju padanya. Suara lembut sedikit nyaring khas wanita terdengar begitu jelas di telinga membuat kedua mata ku juga berusaha mengikuti arah pandang mereka semua.
Cantik..
Itulah kesan pertama ku ketika melihat seorang wanita muda tengah berdiri dengan kedua tangan memegangi beberapa kantung belanjaan. Wanita yang cantik dengan senyuman manis nya tercetak jelas di wajah nya membuat kedua mata ku masih betah menatap wanita itu.
"Label." Decak Alina seraya membuang pandangan nya.
Aku mengerinyit melihat Alina menyebutkan nama itu, nama yang menurut ku sama sekali tidak asing didengar. Aku seperti pernah mendengar nama itu disebut-sebut dirumah ini namun aku masih belum yakin akan hal itu.
"Hay Mom, Dad apa kabar?" Katanya dengan suara renyah.
Kedua tangan wanita itu ia bentangkan lebar-lebar seraya berlari kecil kearah Tante Lisa dan Pak Handoyo. Dipeluknya tubuh Tante Lisa dengan pelukan hangat nya lalu bergantian memeluk Pak Handoyo.
Pikiran ku masih menerawang mencoba menebak-nebak siapa wanita ini. Wanita yang tiba-tiba datang tanpa ku kenali sama sekali, aku bisa melihat Tante Lisa begitu menyambut hangat kedatangan wanita itu, berbeda dengan Alina yang memilih acuh. Sementara Eza terlihat tenang memakan makanan nya tanpa terganggu oleh kedatangan wanita itu.
"Makin cantik kamu." Puji Tante Lisa kepada wanita itu.
Aku masih berdiri dibelakang kursi yang ada diruang makan memperhatikan wanita itu dengan seksama. Melihat nya yang begitu akrab dengan Tanta Lisa membuatku merasa sedikit curiga.
"Iya dong Mom. Demi calon suami, Aku harus tetap cantik." Sahut nya.
Calon suami..
Aku mencoba untuk mencerna kata-kata wanita itu. Memikirkan maksud ucapan nya, dirumah ini hanya ada satu anak laki-laki yaitu Eza dan Eza pun sudah menikah.
"Abel." Gumam ku pelan seraya kembali menatap wanita cantik itu.
Aku tidak tau harus berkata-kata apa lagi, aku yakin dia Abel calon istri Eza. Abel kembali datang kerumah ini, kembali untuk menjadi istri sesungguh nya bagi Eza.
"Hay. Sayang"
Abel menyapa Eza seraya melambaikan tangan nya kearah Eza. Eza hanya diam saja tidak membalas sapaan Abel membuat ku memikirkan sikap Eza yang seakan tidak perduli dengan kedatangan Abel.
"Eza. Kamu kenapa sih?" Tanya Abel.
Abel mendekati Eza, melihat Eza dengan tatapan penuh kerinduannya. Aku mundur selangkah membiarkan Abel melewatiku lantas ia duduk dikursi samping Eza. Tangan Abel dilingkarkan dilengan Eza membuat ku menahan nafas untuk beberapa detik.
Aku tidak tau mengapa melihat Abel dengan wajah cantik nya, sikap nya yang manja dan dekat dengan semua anggota keluarga membuat ku merasa kalah telak dari Abel. Aku tidak pernah sedekat itu dengan Tante Lisa, apalagi dengan Pak Handoyo. Aku sama sekali jarang berbicara dengan Pak Handoyo sementara Abel begitu dekat dengan beliau.
"Bel." Ujar Eza.
"Iya sayang." Sahut Abel dengan tatapan nya yang masih menatap Eza dengan tatapan memuja.
Wajah ku memaling kearah samping berusaha untuk menghidari melihat sepasang kekasih yang sekian lama berpisah kini baru bertemu kembali. Rasanya sangat sulit diartikan melihat wanita lain menyentuh bagian tubuh Eza sementara aku istrinya tidak pernah melakukan hal semacam itu.
Aku tau rasa iri ini tidak benar, wajar bila Abel melakukan apapun sesuka hatinya. Dia kekasih Eza, kekasih yang sudah lama berpisah.
"Lepas." Ujar Eza.
Eza menyingkirkan tangan Abel yang terus memeluk lengan nya. Sementara Abel hanya diam saja melihat Eza yang menolak nya. Aku tidak tau ada apa diantara mereka bersua sebenar nya, aku hanya tau mereka sepasang kekasih.
"Bel. Kapan sampai disini?" Tanya Tante Lisa sesudah kembali duduk.
"Kemarin. Maaf yah Mom, Abel baru datang sekarang." Jawabnya.
Tante Lisa tersenyum mengerti mendengar jawaban Abel. Sementara Pak Handoyo hanya diam saja seraya menyesep kopi nya.
"Kabar orangtua mu, Bel bagaimana?"
"Baik Mom."
Aku merasa hulu hati ku terasa nyeri sendiri melihat ke keakraban mereka semua yang terlihat bahagia dengan kedatangan Abel, Kedatangan Abel membuat ku merasa semakin iri karena melihat Papa dan Mama Lisa yang menyambut Abel dengan penuh senyuman.
Kamu harus sadar, kamu siapa dan Abel siapa. Antara kamu dan Abel sangat jauh berbeda, wajar bila keluarga ini terlihat begitu menyukai Abel, yang memeng begitu sangat anggun.
Aku berusaha menyadarkan diriku sendiri agar tidak terlalu larut dalam rasa iri melihat keakraban mereka semua. Aku harus sadar betul posisi ku dirumah ini hanya sebatas cadangan, yang siap dibuang disaat sudah tidak dibutuhkan lagi. Aku tidak tau rasa semacam apa ini yang tengah menggerogoti perasaan ku.
"Dia?"
Wajah ku mendongak menatap Abel yang tengah menatap ku dengan jarinya yang ia tunjukan kearah ku. Aku melihat semua orang diam, tidak menjawab apa yang ditanyakan Abel.
"Dia. Pembantu baru, Mom?" Tanya Abel lagi.
Aku masih diam saja menunggu jawaban apa yang akan keluarga ini berikan kepada Abel. Aku ingin menjawab semua yang ditanyakan Abel namun rasanya aku tidak berhak untuk menjawab nya.
"Mau minum. Ambilin minuman dingin!" Perintah nya kepada ku.
Kulirik semua anggota keluarga yang masih hanya diam saja. Aku menghela nafas memilih untuk ke dapur mengambilkan minuman dingin untuk Abel.
"Tunggu!"
Langkah ku terhenti mendengar suara Eza yang meminta ku untuk berhenti. Kening ku mengkerut melihat Eza yang masih menatap datar kearah lurus tanpa menatap siapanpun diruangan ini.
"Raina istri saya. Dia bukan pembantu dirumah ini, Abel!" Ucap Eza dingin.
Aku diam beberapa saat mendengar Eza mengakui ku sebagai istrinya dihadapan Abel dan seluruh anggota keluarga. Rasanya sangat sulit dipercaya Eza bisa mengatakan itu semua.
"Apa!" Pekik Abel nyaring.
"Kau mengkhianati ku, Za!" Ucap Abel.
Abel menatap ku sengit membuat pandangan ku sengaja ku palingkan untuk menghindari tatapan nya. Tatapan Abel penuh amarah, ia seakan tidak terima mendengar jawaban Eza.
"Bercerminlah sebelum mengatakan itu!" Ujar Eza.
"Bercermin? Dia yang seharusnya bercermin Za, Dia merebut kamu dari aku."
"Abel!!" Geram Eza.
Aku hanya diam saja melihat pertengkaran Abel dan Eza. Aku memilih untuk lebih mundur lagi beberapa langkah, bagiku Abel benar tidak sepantas nya aku masih berada disini sementara calon istri idaman Eza sudah kembali.
"Jaga mulut lo Label. Tidak ada yang merebut disni, dia kakak ipar ku Label." Sahut Alina yang sama menatap Abel dengan tatapan sinis nya.
"Abel, bukan Label adik ipar!" Ralat Abel yang tidak suka dengan cara Alina memanggil nama nya.
"Dia kakak ipar mu? w************n yang rela menjual dirinya hanya demi uang. Cih!"
Ku usap wajah ku pelan seraya menghapus airmata yang sudah terlanjur jatuh. Rasanya sudah tidak sanggup lagi mendengar cacian dan hinaan dari Abel. Aku sadar kedatangan Abel ialah sebagai pengingat bahwa sudah saat nya aku dan Eza harus berpisah. Tidak ada yang harus dipertahankan lagi, Abel telah kembali.
"Idih emang situ oke .... Mikir dong Mba Label jagan sok sempurna, ingat yah sampe lo nangis darah pun gue ngga akan pernah anggap lo manusia. Dasar mahluk halus!" Ujar Alina ketus.
Eza menghela nafas pelan melihat kearah Abel dan Alina yang masih saja beradu mulut, aku bisa melihat Eza merasa tidak nyaman mendengar pertengkaran mereka berdua, terlihat jelas dari raut wajah Eza.
Eza bangkit dari kursi yang terasa sangat panas. Eza menatap ku dengan tatapan yang sama sekali tidak bisa ku artikan. Tatapan Eza sama sekali tidak membuat ku mengerti, dia menatap ku seakan aku tidak boleh lepas dari pandangan nya.
"Sayang kamu mau kemana?" Tanya Abel sambil menarik ujung kaos polo hitam Eza.
"Kamu ngga kangen sama aku?" Rengek Abel.
"Berhenti merengek Abel." Sahut Eza seraya mengambil segelas air putih laku dimimun nya hingga habis.
"Is. Sayang udah deh ayo duduk lagi" Lirih Abel dengan menunjukan wajah memelas nya.
"Males. Mending juga bikin Dedek bayi sama Raina!" jawab Eza lantas berlalu pergi.
Seluruh sorot mata menatap kepergian Eza dengan tatapan heran, termasuk Abel yang menatap Eza dengan tatapan sama sekali tidak percaya. Akupun juga sama menatap punggung Eza yang sudah pergi dengan tatapan heran, heran karena baru kali ini aku mendengar Eza berbicara asal seperti itu.
"Ciee bikin anak terus. Dari malam sampe malam lagi cie yang lagi kejar setoran." ledek Alina seraya tertawa puas melihat wajah shock seorang Abel.
"Udah deh Kakak Ipar sana susul suaminya." Goda Alina.
Aku masih diam berdiri tanpa tau harus kemana dulu. Menyusul Eza atau masuk ke dapur menyusul Bu Darmi. Aku merasa tidak enak sendiri dengan Abel, Abel calon istri Eza.
"Mom pokonya pernikahan antara Abel dan Eza harus di laksanakan minggu depan!" Pinta Abel dengan kedua jari-jari tangannya mengepal kuat-kuat.
"Buru-buru amat Bel?" tanya Tante Lisa ragu.
"Hahaha udah getel yah Label" Ledek Alina.
"Lagi pula lo ngga punya mata yah. Kak Eza udah nikah jadi sana gih pergi!" Sambung Alina dengan wajah tak kalah seram nya dari Abel.
"Mom, Dad. Abel sayang Eza, Abel mohon yah." Rengek Abel Persis seperti anak kecil yang minta di belikan permen.
"Tante belum bisa memutuskan apa-apa Bel. Semua keputusan ada ditangan Eza!" Ujar Tante Lisa.
"Abel harus menikah dengan Eza, Mom. Apapun caranya!" Sungut Abel.
Abel menghentakan kedua kaki nya diatas lantai mendengar jawaban dari Tante Lisa. Abel berniat untuk menyusul Eza yang sudah berada didalam kamar sementara aku masih diam saja diruang makan melihat dan mendengar apa saja yang terjadi disini.
"Minggir dasar babu!" Bentak Abel kepada dua orang pelayan yang tidak sengaja menghalangi jalan nya menuju lantai atas.
"Aw." Jerit Abel ketika tangan Alina sengaja menarik rambut pirangnya.
Alina geram dengan tingkah Abel yang memaki-maki pekerja dirumah ini. Rasanya tangan Alina sudah gatak ingin mencakar-cakar wajah Abel.
"Jaga tuh mulut. Berani lo Label hina mba-mba ini!" Ujar Alina ketus sambil mendorong Abel.
__________________________