Selamat membaca!!
_____________________
Senyum ku mengembang menatap kearah jam yang berada di atas meja rias. Seperti biasa hari ini aku bangun lebih awal dari yang lainnya. Sejak kecil aku memang sudah terbiasa bangun pagi mengingat aku hanya tinggal berdua dengan Kak Dinda. Kak Dinda juga selalu pulang subuh jadi mau tidak mau aku harus terbiasa dengan jam nya Kak Dinda.
Mengingat nama Kak Dinda membuat kedua mata ku memanas, aku tidak ingin lagi terusik dengan bayang-bayang wajah dan namanya. Bagiku dia sudah tidak dan tidak akan pernah ada lagi di dunia ini.
Hilang..
Hilang..
Aku mengucapkan kata-kata itu beberapa kali berharap nama Dinda segera pergi dan lenyap dalam ingatan ku. Aku ingin menghilangkan nama dan kenangan bersama nya dulu. Bagi ku sekarang dia bukan lah kakak ku tapi dia musuh besar ku.
Musuh besar yang harus segera aku hilangkan dari bayang-bayang hidupku. Aku tidak bisa terus-terusan memikirkannya yang sudah menghancurkan kehidupan ku. Bagiku diriku hubungan diantara kita berdua sudah tidak ada lagi.
Aku harus melupakan nya, membuang bayangan nya dan meninggalkan nya cukup hanya untuk dimasa lalu tidak untuk dimasa depan.
Aku menatap diriku di depan cermin. Menatap diriku yang sudah rapih dengan dress 5 senti di atas lutut berwarna putih gading dengan motif bunga di setiap sisi dress dan renda di bagian bawah serta lengan, tak lupa sepasang sandal jepit khas rumah yang menghiasi kaki ini serta rambut yang sengaja ku gelung asal.
Setelah puas melihat penampilan ku yang cukup apik dan sedikit manis aku langsung keluar kamar berniat untuk membantu Bu Darmi untuk sekedar memasak dan membereskan rumah.
"Pagi Bu Darmi" Sapa ku pada sosok wanita paruh baya yang nampak asyik mengaduk nasi goreng.
Bu Darmi hanya tersenyum kemudian membalas sapaan ku ramah.
"Pagi Non.. Wah Non Ana sudah cantik saja." Puji Bu Darmi.
Aku hanya tersenyum simpul dan mengambil alih spatula kemudian mengaduk nasi goreng yang semula diaduk Bu Darmi.
"Waduh Non jangan. Tuan muda sudah pesan sama ibu kalau non Ana di larang mengerjakan pekerjaan rumah."
"Jangan dengarkan kata kak Eza. Sssttt dia juga masih tidur." Bisikku.
"Tapi Non. Sini biar Ibu saja." Bu Darmi mengambil alih spatulanya kembali.
Aku menyerahkan spatulanya lantas mengambil ember serta pelengkapan pembersih lain nya. Sejak kecil, Aku sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah karena memang di rumah hanya ada aku jadi mau tidak mau akulah yang harus melakukan nya.
"Non jangan." Sergah Bu Darmin.
"Stt. Bu, biar aku yang mengerjakan nya."
Aku mulai membersihkan semuanya, mengepel ruang makan terlebih dahulu lalu sisanya nanti. Selama tinggal di rumah ini aku jarang sekali melakukan pekerjaan rumah, karena memang di rumah ini sudah ada pelayan yang mengerjakan pekerjaan rumah sesuai pekerjaan mereka.
"Loh kakak ipar? Ko kaka ipar yang beresin rumah sih?" tanya Alina heran.
"Iya, Lin. Jarang-jarang ini." Kata ku.
"Nggak. Nggak" Ia segera menarik ku agar melepaskan semua alat- alat pembersih rumah.
"Ngga apa-apa Alina. Lagi pula ini hanya pekerjaan ringan. Oh ia panggil Ana, Na atau Raina aja yah Lin nggak usah kakak ipar kesannya terlalu tua" ujar ku.
"Oke." Ucap Alina seraya tertawa.
Aku ikut tersenyum melihat Alina yang tertawa.
Dirumah ini hanya Alina dan Bu Darmi yang bersikap ramah pada ku, menyapaku dan mengajak ku mengobrol sementara Tante Lisa lebih bersikap biasa.
"Non sarapan sudah siap" Seru bu Darmi aku dan Alina sama-sama menoleh.
"Iya bu" jawab ku dan Alina berbarengan.
"Yasudah Alina aku mau bangunin kak Eza dulu yah " Alina mengangguk mengerti.
Aku meninggalkan Alina di ruang makan setelah sebelum nya ku rapihkan semuanya terlebih dahulu. Rasanya sedikit ragu bila aku yang membangunkan Eza, aku masih merasa tidak enak bila berada didekat nya.
Kedua tangan ku saling meremas satu sama lain, rasa ragu semakin membuat ku merasa tidak bisa masuk ke kamar ini. Berulang kali kulepas gagang pintu yang hendak ku buka. Ku tarik nafas ini dalam-dalam seraya menyentuh kembali gagang pintu berniat membukanya.
Aku berdiri di ambang pintu kamar yang sudah terbuka, menatap sosok pria gagah nampak tertidur pulas dengan tubuh terbungkus selimut. Aku mengerinyit seraya melangkah masuk kedalam kamar melihat Eza yang masih tertidur dengan pulas nya.
Aku mendekatinya duduk di sisi ranjang seraya menyapu wajah nya dengan pandangan ku. Aku tidak tau mengapa aku menyukai menatap nya seperti ini, aku baru menyadari wajah nya nampak damai ketika sedang tertidur.
Bahkan ketika tidur kau terlihat begitu teduh, damai dan menenangkan Jauh di bandingkan ketika kau membuka mata wajah mu berubah dingin dan mengeras.
Ku letakan telapak tangan ku dilengan nya mencoba untuk menepuk pelan agar Eza bisa terbangun. Eza hanya menggeliat lantas kembali tertidur lagi.
"Kak..kak Eza bangun kak udah siang kita sudah di tunggu sarapan." Ucap ku sambil menggerakkan lengannya.
Aku menatap wajahnya yang polos seperti bayi tak terasa bibir ku tersenyum melihat wajah polos nya tidur dengan nyenyak. Wajah polos nya membuat benar-benar betah menatap nya.
"Sudah puas memandangi ku? Hem" Ujar Eza dengan suara paraunya.
Aku gelagapan sendiri mendengar suara Eza, rasa malu seakan singgah didalam perasaan ku. Wajah ku langsung menunduk berusaha untuk menjauhkan pandangan ku darinya. Aku merutuki diriku sendiri yang betah memandang wajah nya hingga dia tau kalau aku diam-diam memandang nya.
"Ck. Angkat wajah mu" Ia berdecak kesal melihat ku menunduk ketika berbicara dengan nya.
Ku angkat wajah ini pelan meski rasanya berat harus melihat nya kembali namun apa boleh buat mau tidak mau aku harus mau menuruti nya.
"Maaf." Lirih ku merasa tidak enak kepadanya.
"Tidak apa-apa. Semoga kau cepat menyukaiku." Katanya seraya tersenyum samar.
Aku menatap nya dengan tatapan tidak suka, rasanya kata-kata nya barusan membuat ku merasa bingung. Aku tidak mungkin menyukai nya karena bagiku semua ini tidaka akan lama, dia milik orang lain bukan milikku.
"Kenapa?"
Ia mencengkram tangan ku menarik ku pelan hingga menghilang kan jarak di antara kita. Aku bisa merasakan deru nafas dan detak jantung nya yang berpacu sedikit cepat.
"Kak.. Lepas." Pinta ku.
Aku berusaha menjauhinya, mengangkat tubuh ku agar menjauh darinya. Ia melingkarkan lengan nya dipinggang ku membuatku tidak bisa berdiri.
"Kak. Lepas." Pinta ku lagi.
"Tidak akan!"
Eza menarik ku hingga aku semakin sulit untuk menjauhi nya. Aku tidak tau apa yang ada didalam fikiran Eza, dia menariku paksa tanpa tau betapa malunya aku saat ini.
"Kita tidur lagi." Bisik nya seraya mendekapku lalu membawa ku berguling hingga aku ada dibawah nya.
Wajah ku rasanya sudah memanas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ku dorong tubuh nya pelan namun sama saja tidak bisa, ia membuat ku benar-benar tidak berdaya.
"Kak."
"Hmm."
"Kak. Bangun." Lirih ku.
Eza menatap ku dengan senyuman nya, senyuman yang jarang ku lihat darinya. Senyuman itu, senyuman hangat yang membuat didalam sini didalam d**a ini seakan ada yang berdebar jauh lebih kencang dari biasanya.
"Kau sudah membangunkan ku Raina." Bisik nya.
Aku berusaha menahan d**a bidang nya dengan kedua telapak tangan. Aku tidak tau lagi apa yang harus ku lakukan untuk menghindarinya.
"Maaf."
"Hm."
Kedua mata ku terpejam merasakan bibirnya menyentuh kulit pipiku membuat tubuh ku benar-benar diam. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa Eza bisa melakukan ini pada ku.
klek
"Ops ... Sory." Aku terjingkat kaget mendengar suara Alina.
Kedua mata ku terbuka menatap Eza yang sama terkejutnya dengan ku. Aku dan Eza saling bertatapan sebelum akhirnya tubuh Eza menyingkir dari atas tubuh ku.
"Lanjutkan saja bang. Kak Raina maaf ganggu hehe." Ujar Alina cengengesan.
Aku hanya menunduk saja melihat Alina yang berdiri diambang pintu dengan senyuman menggodanya. Aku tidak tau lagi harus bagaimana rasanya sangat malu.
"Alinaa arr." Geram Eza.
Eza mengacak rambut nya sendiri seraya menatap Alina dengan tatapan tidak suka nya. Sementara Alinahanya tersenyum-senyum saja.
"Lain kali kunci pintu." Kata Alina.
"Keluar. Alina"
__