SELAMAT MEMBACA
____________
Hari ini aku bangun lebih pagi dari seluruh anggota keluarga. Bangun terlebih dahulu dari Eza, ia masih tidur di kamar sementara aku sudah bagun, entah lah semalam aku merasa tidur ku sangat tidak nyenyak.
Aku merasa tidak terlalu nyaman tidur di kamar sebesar kamar Eza, suasana kamar yang canggung dan tidur satu tempat tidur dengan orang asing juga membuat ku semakin tidak enak tidur.
Aku memilih untuk membantu Bu Darmi membuat sarapan, sarapan untuk seluruh anggota keluarga, setelah sebelumnya aku sempat membersihkan beberapa ruangan di rumah ini. Awal nya Bu Darmi melarang ku untuk membantu nya namun aku tetap kekeh ingin membantu.
Bu Darmi banyak bercerita mengenai kebiasaan Eza. Dari sarapan kesukaannya hingga apa saja yang ia tidak suka.
Awalnya aku terkejut ketika Bu darmi bilang bahwa Eza sangat tidak suka dengan apa pun yang berasa manis khusus nya makanan.
Bu Darmi juga banyak bercerita tentang masa kecil Eza. Masa kecil adik Eza dan kebiasaan keluarga ini, Bu Darmi banyak membantu ku untuk mengenal satu persatu anggota keluarga. Aku harus mengetahui semua nya khusus nya tentang Eza karena bagaimana pun sekarang aku sudah menjadi istri nya, walau hanya sementara.
"Bu aku ke kamar dulu yah." Pamit ku setelah selesai meletakan semua sarapan di atas meja makan.
Aku harus ke kamar membangunkan Eza untuk sarapan karena hari ini ia mulai bekerja. Eza tidak cuti lama karena memang pernikahan ini tidak terlalu penting bagi nya, Eza hanya cuti tiga hari.
Aku masuk kedalam kamar, kedua mata ku menyipit melihat Eza tengah memakai kemeja yang tadi pagi sudah aku siap kan di atas meja. Aku sengaja menyiapkan hal-hal kecil semacam itu karena memang bagaimana pun juga ini akan menjadi rutinitas ku setiap pagi selama Abel belum kembali.
Ini semua harus mulai aku biasakan agar nanti nya aku mulai terbiasa bangun pagi, menyiapkan semua keperluan Eza setidak nya sampai beberapa bulan ke depan.
"Apa perlu aku bantu Ka?" tawar ku seraya menunduk tanpa mau melihat wajah nya.
Bukan nya aku benci melihat wajah nya tapi rasanya ketika mata ini melihat wajah nya ada rasa aneh yang melanda di dalam sini di dalam d**a ini. Entah itu perasaan gugup, malu atau apa? aku sama sekali tidak mengerti.
Aku bisa melihat langkah kaki nya yang berjalan tepat kearah ku, membuat d**a ku kian bergetar hanya karena merasakan ia mendekat "Aku tidak suka melihat mu menunduk." Bisik nya tepat di telingaku.
Ku angkat wajah ku menatap wajah Eza yang masih menatap ku dengan tatapan datar nya. Ia sama sekali tidak tersenyum, ia hanya diam dengan tatapan angkuh nya.
ku raih dasi yang masih ia genggam untuk ku kenakan pada nya "Biar aku bantu kak, Eza" Ujar ku lantas mengenakan dasi itu kepada Eza.
Eza hanya mengangguk-anggukan kepala nya saja melihat ku yang masih membantu nya. Ku lihat tatapan nya sama sekali tidak pernah berpaling dari ku, membuat ku semakin gugup berada di dekat nya.
"Selesai" Kata ku seraya tersenyum manis melihat dasi itu terpasang dengan sempurna nya.
"Sarapan dulu, Kak" Ujar ku mengingatkan. Eza hanya mengangguk saja mengiyakan apa yang aku ucapakan.
Setelah semua nya selesai aku dan Eza sama-sama keluar dari kamar untuk sarapan pagi bersama keluarga yang lain nya. Di ruang makan sudah ada Tante Lisa, Pak Handoyo dan seorang gadis muda yang menatap kami berdua dengan tatapan ceria nya.
"Pagi kakak Ipar." Sapa nya ramah.
"Pagi." jawab ku ramah seraya tersenyum manis ke arah nya.
"Aku Alina adik kandung makhluk astral yang jadi suami kakak Ipar." Ujarnya mengenalkan diri sambil menahan tawa.
Aku memang baru kali ini melihat Alina adik dari Eza karena selama beberapa hari aku tinggal di sini belum sekali pun aku melihat Alina. Bu Darmi memang sudah menceritakan mengenai Alina namun untuk bertemu baru kali ini aku bisa melihat nya.
"Dia nakal, Kak" Ujar Alina seraya tertawa sendiri.
Alina menunjuk-nunjuk ke arah Eza membuat ku melihat apa yang Alina maksud. Aku hanya beroh ria menanggapi gurauan adik Eza yang memang orang nya sangat ceria dan gemar menggoda kakak nya.
"Kakak Ipar bagaimana semalam? apa dia jinak?" Tanya Alina seraya tersenyum jahil kearah ku.
"Alina jagan menggoda kakak ipar mu." Tegur Eza pada Alina.
"Bang jujur Alina lebih suka kak Raina dari pada nenek lampir itu." Ucap Alina gamblang ia seakan bersikap masa bodo membandingkan antara aku dan mba Abel di hadapan Eza kakak nya.
"Heh Alina. Apa sih kamu, sebentar lagi juga Abel pulang." Tegur Tante Lisa menyudahi apa yang Alina katalan tadi.
Tante Lisa seolah tidak suka bila Alina mulai membanding-bandingkan antara Abel dengan ku. Wajah bila memang begitu karena memang Abel lah yang seharusnya ada di sini di tengah-tengah keluarga ini.
Aku merasa ada setitik kesedihan ketika ucapan Tante Lisa yang mengatakan Abel akan segera kembali ku dengar dengan jelas. Perkataan Tante Lisa seakan menjadi alarm pengingat kalau waktu ku di rumah ini hanya tinggal sebentar lagi.
Berulang kali aku menghela nafas berharap agar rasa sakit ini segera hilang, aku harus sadar diri dengan apa yang terjadi, sadar akan satu hal bahwa aku hanya sementara tinggal di rumah ini. Mulut ku semakin terkunci rapat seakan tidak mau terbuka bahkan secuil sarapan pun tidak bisa masuk ke dalam mulut ku.
Aku tersentak ketika mendengar ada suara sendok jatuh "Non tidak apa- apa?" tanya Bu Darmi sambil berjongkok mengambil sendok yang jatuh.
Aku menatap sekeliling ku dengan tatapan heran, melihat sekeliling kursi-kursi yang sudah kosong di tinggalkan anggota keluarga lain nya. Aku tidak tau mereka sudah pergi, tidak ada yang pamit sama sekali.
"Bu yang lain kemana ko udah sepi?" Tanyaku pada Bu Darmi.
"Non ngelamun yah? Semuanya sudah selesai sarapan dan pergi. Biasa Non rumah ini selalu sepi ramai jika malam dan pagi selebihnya sepi."
Aku mengangguk paham atas penjelasan Bu Darmi, mungkin aku yang tadi terlalu lama melamun sehingga tidak menyadari semua orang sudah pergi.
"Non tadi tuan Muda pesan katanya Non di suruh antar berkas ini ke kantor.'' Ujar Bu Darmi.
Aku melihat kearah Bibi yang menyodorkan ku amplop berwarna coklat, Amplop ini yang di minta Eza agar akau segera mengantar kan nya.
"Iya Bi. Ana akan antar ke kantor kak Eza." Jawab ku seraya mengambil tas, sepatu serta alamat kantor Eza yang sudah Bu Darmi catat di selembar kertas.
Aku pergi menuju kantor kak Eza setelah sebelum nya aku berpamitan terlebih dahulu pada Bu Darmi.
Aku sangat sadar diri, bahwa aku hanya cadangan jadi meski aku menikah dengan lelaki kaya tapi tetap saja tidak ada yang berubah dari diri ku. Aku masih setia dengan angkutan umum tidak ada mobil mewah. Tidak ada lembaran uang ratusan ribu dan Tidak ada deretan kartu, Yang ada hanya uang pecahan 10 ribu dan paling besar 20 ribu.
Sesampai nya di kantor Eza Aku menatap kearah gedung tinggi tempat di mana Eza bekerja dengan penuh kekaguman, pasalnya baru kali ini aku tahu bahwa Eza benar-benar orang kaya.
Kemarin-kemarin aku kira ia hanya pegawai biasa, tapi baru kali ini lah aku percaya bahwa suamiku ralat tepat nya suami sementara bener-bener mempunyai kekayaan yang berlimpah, pantas saja dengan mudah Tante Lisa bisa membeli ku.
Aku masuk kedalam kantor Eza melihat ke kanan dan kiri, banyak orang di tempat ini namun tidak ada satu pun yang ku kenal untuk bisa ku tanyai. Aku memutuskan untuk menghampiri Resepsionis menanyakan ruangan Eza.
"Permisi Mbak ruangan pak Mahreza Putra Handoyo di mana yah?" tanya ku ramah pada seorang wanita cantik yang berdiri di balik meja resepsionis.
Ia melihat ku dari atas sampai bawah membuat ku merasa risih karena tatapan nya.
"Mba siapa?" tanya nya.
"Saya...." Suara ku tenggelam kembali ketika tanpa sengaja sudut mata ini melihat bayangan Eza yang ku lihat baru saja keluar dari lift bersama seorang wanita cantik yang sama sekali tidak ku kenal.
Eza nampak tersenyum ketika berbicara dengan wanita di sebelah nya, mereka terlihat seperti pasangan kekasih.
Mata ku kembali menatap kearah resepsionis, menyodorkan amplop coklat kearah nya "Ini berkas milik pak Eza." Seru ku lalu bergegas pergi.
Aku bergegas keluar dari gedung sialan ini mataku semakin memanas "Astaga Raina ingat kamu hanya istri cadangan yang di beli." Gumam ku berusaha mengingatkan agar rasa aneh ini tidak semakin menjadi-jadi.
Ada rasa perih ketika melihat nya tersenyum kearah wanita itu, entah ini apa namnya yang jelas semakin aku mengingat kejadian tadi semakin perih pula rasa ini.
_
AUTHOR
"Pak.. Ini berkas yang anda minta." Ujar salah satu pegawai dengan ramah.
Pegawai itu memberikan amplop yang tadi Raina titipkan untuk di berikan pada Eza. Sedetik Eza diam melihat amplop itu, amplop yang sama yang ia minta Raina untuk mengantar kan nya.
Eza mengalihkan tatapan dingin nya kearah pegawai yang berada di hadapan nya "Siapa yang mengantar?" Tanya Eza Datar.
"Pembantu Bapak. Dia masih muda pak rambut nya coklat dan dia juga tidak terlalu tinggi." Jelas pegawai lelaki yang mengantarkan berkas itu.
Eza melirik kearah pegawai itu, ia seakan tahu bahwa yang di maksud pegawainya itu Raina istrinya.
"Lalu dimana dia sekarang?" tanya Eza.
"Tadi lari begitu saja pak" jawab pegawai itu seraya menunjuk kearah resepsionis.
"Saya di minta Mba Nindi untuk mengantarkan Amplop ini kepada Bapak." Lanjut nya lagi.
Eza segera masuk ke dalam ruang kerjanya, pikirannya seakan bercabang memikirkan wanita yang mengantar berkasnya. Eza tahu betul itu pasti Raina tidak mungkin Alina, pasalnya Alina itu tinggi dan Raina pendek jadi sudah pasti itu pasti Raina.
"Ada apa Za?" tanya Vina, ia mendekat kearah Eza memijit bahu Eza lembut.
"Tadi itu bukan pembantu ku Vin. Tapi dia Raina dia istri ku." Ujar Eza datar, ia merasa bahwa Rina melihat nya bersama Vina keluar dari lift itu sebab nya Rina pulang begitu saja.
"Meski aku belum pernah melihat Raina tapi aku yakin dia gadis yang baik Za" Puji Vina seraya duduk di depan Eza.
"Bukan kah kamu senang jika pernikahan mu dengan Abel batal?" tanya Vina ingin tau.
"Sangat senang Vin. Tapi aku tidak yakin kalau Abel akan lama di sana."
"Manfaatkan waktu bersama Raina agar bisa menghindari Abel, Za. Dia wanita yang pas untuk menjadi penghalang hubungan mu dengan Abel." Ujar Vina.
"Dia terlalu polos, Vin"
Vina hanya tersenyum dan kembali membuka suara "Dia polos dan Abel licik. Silahkan pilih licik atau polos, itu masa depan mu."