Second, wishes and promises

1178 Kata
"Kita tunggu di sini sebentar ya nak" ujar ibu saat mereka sampai di kursi panjang berwarna abu-abu itu dan aliyra mengangguk sambil tersenyum ke arahnya. Tak lama, ponsel ibu kembali berdering. "Halo, iya nak, kami sudah di depan. Ooh iya" ujarnya pada seseorang di seberang sana yang tidak ku ketahui siapa. "Siapa bu?" Tanya aliyra "katty" ujarnya singkat sambil tersenyum lalu memasukkan ponselnya lagi ke dalam saku. Saat aliyra sedang membuka ponselnya, terdengar deritan pintu yang dibuka pelan dari arah belakang. Aliyra menoleh dan melihat sorang gadis yang sangat ia kenal sedang berdiri di ambang pintu itu sejenak dengan semburat keresahan di wajahnya. Namun, beberapa detik kemudian, gadis itu mengulaskan sebuah senyuman di sana, dan mulai berjalan mendekat. "Mba Lyr..." sapanya dengan nada paling sendu. Dia adalah Kataniya --Katty sapaan akrabnya-- ,anak aunty fhilia dan uncle dev. Ia adalah musuh, sahabat, dan adik bagi Aliyra. Tak lama setalah kemunculan katty, ibu pamit pergi sebentar meninggalkan mereka. Aliyra mengulaskan sebuah senyum kerinduan untuknya. Ia berdiri mensejajarkan tubuh dan memeluknya erat. Tidak ada satu katapun yang lolos dari mulut mereka. Tapi, setelah lama mereka dalam posisi tersebut, ceruk leher kanan Aliyra terasa basah. Apa Katty menangis? Tapi kenapa dia menangis? Aliyra mengusap-usap pelan punggungnya,mencoba memberi ketenangan, memang samasekali tidak ada isakan yang keluar dari mulut adiknya itu tapi aliyra mengetahui pasti bahwa awan kelabu tengah menyelimuti hatinya. Aliyra mencoba melepaskan pelukannya dari Kataniya, ia pegang kedua bahu kataniya dengan kedua tangannya. Aliyra membawanya duduk di kursi panjang itu sebelum memintanya untuk bercerita. Gadis itu menundukkan kepalanya dan menutupnya dengan kedua tangan detik selanjutnya tangan itu bergerak mengusap wajahnya. Dengan ekspresi yang menggambarkan bahwa ia sudah lebih baik, ia tersenyum ke arah Aliyra. "Lo itu hebat mba! Gue percaya seratus persen lo pasti bisa. Gue tau banget lo itu sabarnya selangit. Kuatnya kayak Diana prince, tapi gue juga tau kalau lo itu wanita biasa... perlu pundak untuk bersandar ketika lelah, butuh tempat cerita.. kita semua tau itu, jadi kalau lo perlu apapun, mau cerita apa pun, kita semua siap dengerin cerita lo..." jelasnya dengan nada lembut dan senyuman hanyat masih terpancar disana. "Lo nggak sendirian mba.." sambungnya lalu kembali memeluk erat tubuh Aliyra. Sebenarnya ada apa dengan mereka? Batin Aliyra. Beberapa detik kemudian, ia melepaskan pelukannya. Seperti dapat membaca fikiran Aliyra, ia berkata bahwa Aliyra akan segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba terdengar deritan pintu terbuka tak jauh dari tempat mereka duduk. Dan menampakkan sesosok wanita dengan raut wajah gundah. Ia berhenti di ambang pintu itu untuk beberapa detik sambil sedikit menundukkan kepalanya. Detik kemudia ia mendongakkan kepala dan melihat ke arah Aliyra dan Katty. Beliau tersenyum dan berjalan ke arah mereka. "Ayo nak.. “ ujar ibu dengan senyumannya. Aliyra bertanya ada apa? Tapi ibu hanya tersenyum ke arahnya, lalu ibu mengajaknya ke sebuah ruangan. Tibalah mereka didepan sebuah ruangan yang tertera nomor 602 di pintunya. Ibu membuka pintu ruangan tersebut dan seketika terdengar bunyi nyaring dari alat EKG yang sedari tadi memenuhi ruangan. Ibu tersenyum kearah Aliyra dan mengulurkan tangan, mengajak Aliyra masuk. Seolah terhipnotis dengan apa yang sedang dilihatnya, Aliyra tidak mengindahkan uluran tangan ibunya dan langsung berjalan menuju seseorang yang sedang terkulai lemah di atas brankar dengan selang dan kabel-kabel di tubuhnya. Lidahnya kelu, tak sepatah katapun keluar. Aliyra terduduk disebuah kursi yang berada tepat di samping brankar, menatap wajah pucat yang sedang menutup mata di depannya. “Ibu!” akhirnya satu kata berhasil lolos dari bibir merahnya. “Tabrak lari di Jalan Komodor Muda Sanjaya, tiga bulan yang lalu” ujar ibu. Aliyra tidak kuasa menahan air matanya, tidak menyangka hal itu dapat terjadi pada orang yang berada di hadapannya ini. “Lekas sembuh, F” ujar Aliyra sambil mengusap surai yang mulai panjang itu. “Ibu..”. “Aaisyah?” Tanya ibu yang langsung memotong perkataan Aliyra, dan Aliyra mengangguk ke arah ibunya. Ibu tersenyum lalu mengajak Aliyra beranjak ke ruangan lain. 2020,  nomor dari ruangan yang mereka tuju. Saat sampai di depan ruangan tersebut, gadis yang akrab dipanggil Lyra itu kembali bertanya ruangan siapa itu?, namun ibu hanya tersenyum sendu dan kembali mengajaknya masuk. “Nak, kamu anak hebat, wanita kuat. Ibu yakin Lyra bisa” ujar ibu saat berjalan sambil merangkul Lyra. Sedangkan Lyra tenggelam dalam fikirannya sendiri. Di dalam ruangan itu terdapat dua wanita yang sangat familiar bagi Lyra. “Aunty Fhili” panggil Lyra lirih pada seorang wanita paruh baya yang sedang membaca Al-Qur’an. Filia menghentikan aktifitasnya lalu berjalan mendekati ibu dan anak itu sambil tersenyum teduh. “Aaisyah… “ ujar Lyra lirih, tenggorokannya terasa tercekat, tidak percaya dengan apa yang di lihatnya saat ini. Aaisyah Rahmanila, gadis periang itu terkulai lemah di atas brankar. Aaisyah, istri dari Kavlan itu terkulai tak berdaya, pucat bagaikan mayat.  “Ada apa ini bu? Aunty? Apa yang terjadi?” Tanya Lyra yang merasa sangat bingung dengan keadaan ini, apakah mereka berada dalam satu kecelakaan atau bagaimana? Namun yang pasti, batinnya mulai merasa bahwa sesuatu telah terjadi dan sesuatu akan terjadi.                                                                                        ^♡♡♡♡^ 5 tahun lalu, setelah kepergian Lyra, Kavlan Fauzano Theron yang merupakan sahabat sekaligus cinta pertamanya Lyra, memutuskan untuk mempersunting Aaisyah Rahmanila, gadis yang berusia 12 tahun lebih muda dari Kavlan. Berawal dari rasa penasaran Kavlan terhadap gadis kutu buku yang sangat terkenal akan kepintaran dan sifat dinginnya saat ia menggantikan Paman Dani mengajar di SMA Prawira. Ibarat istilah Jawa, “ witing tresno jalaran soko kulino” yang bermakna cinta akan datang dengan sendirinya dan cinta datang karena terbiasa, itulah yang terjadi antara Kavlan dan Aaisyah yang tanpa mereka sadari telah melukai hati Aliyra. Hati yang selama ini memendam rasa. Kavlan dna Aaisyah menikah, namun sesuatu yang sangat berbeda di rasakan oleh Aaisyah saat Kavlan kehilangan kabar dari Lyra. Awalnya Aaisyah hanya menganggap hal itu karena Kavlan terlalu bersimpati pada sahabatnya itu, tapi lama kelamaan ia menyadari bahwa yang sebenarnya dicintai oleh suaminya adalah Lyra bukan Aaisyah. Rasa yang muncul dari diri Kavlan terhadap Aaisyah sebenarnya hanyalah rasa simpatik, iba, dan kasihan yang berhasil berkamuflase dan mengelabuhi fikiran dan kolbu Aaisyah. Sehingga Kavlan berfikir bahwa yang ia rasakan terhadap Aaisyah adalah cinta yang sesungguhnya. Seharusnya Aaisyah menyadari perasaan Lyra terhadap Kavlan dari pandangan matanya, begitu pula dengan Kavlan terhadap Lyra, dan seharusnya ia tidak serta merta menerima lamaran dari Kavlan.  Aaisyah ingin mengakhiri hubungannya dengan Kavlan dan mengembalikannya kepada Lyra. Namun Tuhan berkehendak lain, Tuhan meniupkan ruh kedalam rahim Aaisyah, sehingga ia mengurungkan niatnya. Saat kehamilannya menginjak usia 6 bulan, Kavlan mengalami kecelakaan dan di hari yang sama pula dokter menegakkan diagnosa bahwa penyakit leukimia dan autoimun yang telah lama di derita oleh Aaisyah semakin parah. Semakin hari tubuh Aaisyah semakin kurus dan lemah, rasa sayang terhadap anaknya dan rasa bersalahnya terhadap Lyra yang semakin besar, membuat keyakinannya semakin kuat untuk menyerahkan semuanya ke Lyra, pemilik yang seharusnya. Ditambah lagi dokter telah menyatakan bahwa terjadi gangguan saraf pada otak Kavlan, hal tersebut mengakibatkan terhapusnya beberapa memori dalam ingatan Kavlan.                                                                                            ^♡♡♡♡^ “Mba.. mau.. bantu.. aku kan” ujar Aaisyah terbata. Lyra benar-benar tak sanggup mendengar suara serak itu. Ia terduduk di kursi samping brankar “Mba…” ulang Aaisyah, dan Lyra langsung menganggukkan kepalanya, menyanggupi permintaan Aaisyah yang bahkan belum ia ketahui. Aaisyah tersenyum, terlihat sangat bahagia meski pucat masih menyelemuti wajahnya. “Aku.. mau.. Mba Lyr.. menikah.. dengan.. Sir Kavlan” ujar Aaisyah dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN