“Lyra, Aaisyah ingin berbicara dengan kamu, nak” ujar Filia lalu wanita paruh baya itu membangunkan Aaisyah yang sedang memejamkan mata dengan sangat lembut. Tak lama, Aaisyah membuka matanya perlahan-lahan. “Mba Lyr..” panggil wanita berwajah pucat itu sambil tersenyum. Tak lama, air matanya menetes “Terima kasih sudah datang, mba” ujarnya dengan susah payah. Aliyra tidak sanggup berkata apa-apa, lidahnya kelu sekelu-kelunya, bahkan meneguk salivahnya sendiri pun sulit. Aaisyah, wanita itu terkulai lemah dengan selang oksigen dan alat penunjang hidup yang menempel di tubuhnya, tubuh itu semakin kurus, ringkih dan pucat.
“Mba.. mau.. bantu.. aku kan” ujar Aaisyah terbata. Lyra benar-benar tak sanggup mendengar suara serak itu. Ia terduduk di kursi samping brankar “Mba…” ulang Aaisyah, dan Lyra langsung menganggukkan kepalanya, menyanggupi permintaan Aaisyah yang bahkan belum ia ketahui. Aaisyah tersenyum, terlihat sangat bahagia meski pucat masih menyelemuti wajahnya. “Aku.. mau.. Mba Lyr.. menikah.. dengan.. Sir Kavlan..” ujar Aaisyah dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajahnya. Bagai tersambar petir, Aliyra terdiam membeku mendengar permintaan Aaisyah. Tidak pernah terfikir olehnya, bahwa dia akan dengan tidak sadar menyanggupi permintaan Aaisyah yang hampir mustahil baginya.
Lyra belum kembali kealam sadarnya, bahkan kebingungan masih melanda dirinya saat Fhilia dan ibunya masuk kedalam ruangan dengan mendorong tabung inkubasi kaca berisi bayi mungil. Mata Aliyra seakan terpana, terpesona akan indahnya ciptaan tuhan yang tak berdosa itu. Tante Fhilia memindahkan bayi mungil itu ke samping Aaisyah, tepatnya diantara tangan kanan dan tubuh Aaisyah “Namanya Arrum, Nadhira Liyra Arrumy. Sekarang, dia adalah anak Mba Lyra dan Sir Kavlan” ujar Aaisyah sebelum benar-benar menyerahkan putrinya pada Lyra sambil mengusap-usapkan ibu jarinya di pipi merah bayi premature itu. Arrum adalah fotocopy wajah Kavlan, hanya berbeda pada bentuk bibir mereka. Tapi bentuk bibir itu juga bukan milik Aaisyah.
"Mereka… milikmu mba.. mereka.. hakmu.. aku..sangat berdosa.. karena telah… merebut mereka… darimu.. maafkan aku.." ujar Aaisyah. Tak lama setelah itu, tampak dari air wajahnya ia sedang menahan sakit. Aliyra masih tak bergeming dari tempatnya. Masih mencoba mencerna apa yang sednag terjadi pada hidupnya sejak beberapa detik yang lalu. Hening beberapa detik. Dan setelah itu Aaisyah tampak sangat kesulitan untuk menelan salivahnya sendiri. “Aku.. kembalihan.. apa… yang seharusnya… menjadi.. milik.. mba” dan sedetik kemudian terdengar bunyi yang nyaring dari alat yang berada di samping brankar.
Tiiiiiiiiiiiiiiit.....
Suara itu terdengar sangat memekakkan telinga. Tampak jelas dilayar monitor itu garis yang naik tutun seketika berubah menjadi garis lurus. Aliyra masih diam dan terpaku di tempatnya saat para medis, dan Katty masuk ke dalam ruangan. Salah satu dari perawat itu mengambil bayinya Aaisyah dan memberikannya kepada Aliyra. Entah kenapa Aliyra langsung menerima bayi mungil yang beberapa menit lalu berhasil membuatnya terpesona.
Beberapa menit kemudian Aliyra yang berada di sudut ruangan dengan seorang bayi yang berada di dekapannya, melihat para dokter dan perawat saling menatap lalu pandangan mereka beralih kearah mama, ibu, katty dan aku. Lalu salah satu dari dokter itu menggelengkan kepalanya dan bersuara "maafkan kami" lalu dokter yang satunya pun ikut berbicara "kami turut berbela sungkawa" dan dokter yang satunya juga berbicara "kami sudah melakukan yang terbaik" Aaisyah sudah pergi dengan tenang, ia telah menjalankan tugas dan memenuhi janjinya. Kini giliran Lyra yang melanjutkan kisahnya.