01 : PANTAI
Deburan ombak menenangkan membuat Anya terhanyut dan melupakan segala bebannya sejenak. Gadis bernama Zefanya Patricia itu menikmati senja dengan kesendiriannya.
Memutuskan untuk pergi seorang diri jauh dari keluarga adalah pilihan yang tepat bagi dirinya. Anya merasa tertekan dengan perjodohan yang orang tuanya rencanakan. Ia masih ingin menikmati masa lajangnya.
Umurnya baru 24 tahun, baginya di usia itu ia belum merasa siap. Walaupun mungkin banyak wanita diluar sana yang menikah di usia dibawahnya, entahlah mereka sebenarnya benar-benar merasa sudah siap atau belum.
Saat sedang asiknya melihat senja, Anya merasakan seseorang duduk didekatnya. Anya mengriyitkan dahinya merasa bingung, siapa anak kecil yang duduk disebelahnya ini.
"Halo kakak cantik, hehehe." Ucap anak kecil tersebut sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang putih.
"Halo juga adik manis, kamu pergi sama siapa sore-sore begini ke pantai?" Tanya Anya sambil melihat sekelilingnya, tidak ada orang selain dirinya dan anak laki-laki yang duduk disampingnya.
"Lio tadi sama Papa, tapi Lio kabur kesini buat lihat mataharinya tenggelam. Eh ternyata ada kakak cantik." Jelas anak bernama Lio itu.
"Oh, nama kamu Lio?"
"Iya kak, Arselio Pradana. Papa biasanya panggilnya Lio." Anya hanya menganggukkan kepalanya mengerti.
"Mama Lio emang kemana?" Tanya Anya penasaran.
"Kata Papa, Mama udah di surga. Kata Papa juga, Mama suka liat matahari tenggelam. Jadinya Lio kesini deh buat lihat kesukaan Mama." Anya merasa kasihan dengan anak kecil yang duduk disebelahnya ini sambil menatap senja yang mulai tenggelam.
Masih kecil sudah ditinggal oleh sang ibu untuk selamanya. Ia jadi ingat kepada ibunya yang pasti saat ini sedang sangat khawatir kepadanya karena tidak memberi kabar saat pergi.
"Pasti Mamah khawatir dirumah, maafin Anya Mah." batin Anya.
"Kalo kakak cantik sediri kesini bersamaan siapa?" Tanya Lio.
Anya menengok ke arah Lio sambil tersenyum. "Kakak kesini sendirian." Jawab Anya, Lio hanya mengangguk.
"Oh iya, usia kamu berapa?" Tanya Anya yang penasaran.
"6 tahun Kak." Jawab Lio dengan senyuman kotaknya.
"Sudah sekolah?" Tanya Anya lagi.
"Sudah, Lio masuk kelas 2. Kata Papa Lio anaknya pintar jadi cepat naik kelas, padahal temen-temen Lio masih kelas 1. Temen-temen Lio banyak juga yang belum bisa belajar menulis dan membaca, tapi Lio sudah bisa. Pelajaran kakak kelas yang sulit pun, Lio bisa kerjakan." Jelas Lio panjang lebar.
Anya yang mendengar cerita Lio jadi merasa terkejut dan kagum. Bagaimana bisa anak seusia Lio sudah bisa berbicara dan bertingkah seperti orang dewasa.
"Wow, Lio pintar sekali. Kamu hebat!" Ucap Anya sambil mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Makasih Kakak cantik."
Anya tertawa gemas melihat pipi Lio yang memerah. Sepertinya anak itu malu sehabis mendapatkan pujian.
"Cie, Lio malu ya habis dipuji." Goda Anya.
"Ihhh Kakak cantik jangan gitu dong, nanti Lio aduin Papa loh biar jadi Mama nya Lio." Anya kembali tertawa mendengar penuturan Lio.
"Hahaha, kamu kalo ngomong ngaco deh Lio. Kakak gak mau ya sama Papa kamu, pasti Papa Lio sudah tua." Ucap Anya bercanda.
"Papa Lio masih muda kok, juga tampan. Buktinya banyak tante-tante genit yang suka godain Papa." Ujar Lio menjelaskan jika ayahnya masih muda.
"Beneran? Kalo tante gak percaya gimana?" Ucap Anya.
"Pokoknya Kakak cantik harus percaya, solanya Papa Lio emang ganteng banget. Pasti Kakak Cantik gak akan kecewa kalo jadi Mamanya Lio." Ucap Lio yang bersikeras jika ayahnya itu tampan.
"Baiklah, Kakak akan percaya kalo misalnya lihat Papanya Lio langsung. Sekarang coba mana tunjukkin dimana papa Lio." Lio pun mengangguk menyetujui.
Sebenarnya Anya tidak sungguh-sungguh ingin bertemu ayahnya Lio. Tapi entah kenapa dirinya begitu penasaran seperti apa ayahnya Lio karena anak kecil dihadapannya ini sedari tadi terus memuji ayahnya.
"Kakak cantik itu Papanya Lio." Heboh Lio yang menunjuk ke arah belakang tubuh Anya dengan semangat. Anya pun menoleh kebelakang.
Dan ternyata benar apa yang dikatakan oleh Lio, Papanya masih terlihat muda.
Anya terpana melihat seorang pria dewasa berjalan ke arah mereka. Pria itu memakai singlet dan celana pantai sebatas lutut dengan kacamata hitamnya.
Tiba-tiba detak jantung Anya menjadi tidak normal. Anya tidak bisa mengalihkan sama sekali pandangannya kepada pria yang sedang berjalan menuju kemari itu.
"Gimana? Papanya Lio ganteng kan?" Tanya Lio mendongak keatas menatap Anya yang menikmati pesona Papanya.
"Iya, ganteng banget Lio." Jawab Anya dengan pandangan mata yang tak lepas dari ayahnya Lio.
Namum sebuah suara berhasil menyadarkan Anya kembali.
"Lio, kamu kenapa keluar sendiri dari penginapan. Papa khawatir" Ucap pria yang entah kapan sudah berjongkok dihadapan Lio.
"Maafin Lio ya Pa. Tadi Lio bosen, jadi pergi sendiri karena Papa lagi sibuk main laptop." Ujar bocah berusia 6 tahun itu sambil menunduk merasa bersalah karena membuat sang ayah khawatir.
"Papa maafkan, lain kali bilang sama Papa kalo mau kemana-mana ya." Ucap ayah Lio sambil mengelus surai hitam Lio.
"Iya Papa. Oh iya, Lio dapet temen baru loh. Papa kenalan ya sama kakak cantik." Ucap Lio dengan semangat memperkenalkan Anya.
Dengan malu-malu Anya menjulurkan tangannya untuk berkenalan.
"Zefanya Patricia." Ucap Anya sambil tersenyum bahagia.
"Mahendra Pradana." Ucap Mahen tanpa menjabat uluran tangan dari Anya.
Seketika senyuman Anya memudar karena jabatan tangannya tidak diterima, wajah pria dihadapannya kini juga berubah menjadi dingin. Tidak seperti saat berbicara dengan Lio tadi.
Namun Anya tetap berusaha tersenyum walaupun dirinya merasa malu.
"Benar kan kata Lio kalo Papa Lio itu tampan." Ucap Lio yang membuat Anya gelagapan.
"E-eh iya." Jawab Anya gugup dan salah tingkah.
"Lio, ayo kita kembali ke penginapan. Hari sudah mulai gelap." Ucap Mahen mengajak putranya itu pergi.
"Iya Pa." Ucap Lio sambil melihat ayahnya. Lalu tatapan Lio tertuju kepada Anya.
"Kakak cantik. Lio pamit dulu ya. semoga kita bisa ketemu lagi." Lio berpamitan kepada Anya.
"Iya, semoga kita bertemu lagi ya anak manis." Balas Anya sambil tersenyum.
"Lio pergi dulu Kakak cantik. Bye bye." Lio melambaikan tangannya kepada Anya.
Perlahan punggung ayah dan anak itu menghilang dari pandangan Anya.
Anya pikir ayah Lio itu sangat ramah, tapi ternyata terlihat sangat dingin dan irit bicara. Dan jangan lupa tatapan mengintimidasinya, Anya jadi bergidik ngeri.
Saat tengah asik bergelut dengan pikirannya sendiri, ponsel Anya berdering. Anya segera mengeluarkan ponselnya dan melihat siapa yang menelpon.
MamaKuSyng
Melihat nama si penelpon, Anya segera mengangkatnya.
"Halo Ma, ada apa?".
"Kenapa baru jawab telpon Mama Anya, Mama sama Papa khawatir kamu gak ada kabar."
"Maaf Ma, Anya cuma lagi butuh waktu sendiri buat menyegarkan pikiran."
"Baiklah, kalo kamu sudah tenang. Tolong pulang ya."
"Iya Ma, Anya pasti pulang."
"Yasudah, Mama matikan ya. kamu jaga kesehatan disana."
"Iya Ma."
Tut
Panggilan terputus.
Anya menghela nafas kasar sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan pantai dan kembali ke penginapannya.
Anya memutuskan jika besok dirinya akan pulang dan memberikan keputusan mengenai perjodohan itu.
Ia tidak mau membuat orang tuanya khawatir. Sebisa mungkin Anya akan memberikan yang terbaik untuk kedua orang tuanya.
Semoga keputusan yang akan Anya ambil adalah keputusan yang tepat.