Nama lengkap gw Rayleight Vane.
Gw beruntung bisa lahir ke seorang CEO dan gadis cantik. Zachary Vane dan Sarah Vane.
Walaupun kadang rasanya aneh kalo Mama gw cuma beda 17 tahun ke gw.
Mama orang yang sederhana dan gabanyak mau. Kebanyakan waktu dia pake buat merhatiin, main, atau ngobrol sama gw. Dia selalu nyambung sama omongan gw. Bener-bener emak idaman.
Belum lagi dia cantik, wajahnya yang bundar terlihat manis, kebuleannya mencolok dengan mata dan rambut kecoklatan, dan senyumnya yang menggoda bisa menarik siapapun.
Kalo Papa...Pas gw kecil sekitar umur 3-5 tahun gw inget dia bapak yang pengertian.
Tapi pemikiran itu digantikan
"Pa! Pa! Iat deh!", kata gw yg masih berumur 5 tahun. Menunjukan gambar yang gw bikin disekolah.
"Wah", kata Papa menerima gambar dari tangan gw, kemudian berjongkok agar pandangannya seimbang.
Dia tersenyum lembut melihatnya. "Ray pinter gambar ya", katanya memuji gw.
Gw seneng ngedengernya.
Apalagi pas dia menyibakan rambut gw dengan tangannya. Gw selalu seneng digituin.
Papa ngebalikin gambar itu ke gw. Dia berdiri kemudian pergi
Tapi
Senyum yang awalnya ada itu langsung menghilang begitu dia memutar badannya.
Seakan-akan omongan barusan hanya omong kosong.
Swtelah itu Papa selalu sibuk
Adapun gw atau Mama menunjukan karya gw, Papa hanya bakal liat sekilas, memuji gw dengan kosongnya, kemudian menerima telpon dari rekan kerjanya.
Gw paham dia CEO
Itu pekerjaan yang sibuk. Namun dia benar-benar tidak meluangkan waktunya buat gw.
Ada yang ga beres dari dia
Dan perasaan itu terkonfirmasi pas gw duduk nemenin Papa pas lagi di ruang meeting. Gw berumur 14 tahun waktu itu.
Karena ini kantornya, dia bisa ngelakuin apapun yang dia mau.
Waktu itu dia lagi sama salah satu direktur. Dan dari apa yang gw denger, orang ini melakukan korupsi.
Papa menatap orang yang menunduk dan terus meminta maaf itu dengan tatapan nanar.
Papa selalu tersenyum,
Mau dia capek dari pekerjaannya
Atau ada yang membangkan
Dia ga pernah marah.
Bos yang baik
"Maaf...tolong maafkan saya...saya tidak akan mengulanginya...tolong jangan lempar saya ke penjara", mohon pria bertubuh tambun itu.
"Saya memanggil bapak kesini hanya untuk menegur bapak. Saya tidak akan melempar bapak ke penjara atau memecat anda. Serius. Saya cuma mau negur", kata Papa dengan ramah.
Dia mendekat ke orang itu dan mengusap punggungnya, menenangkannya.
"Bapak orang yang penting di kantor, saya tidak mungkin melakukan itu kan?", tanya Papa. Meyakinkan kalau dia tidak akan melakukan hal seperti itu.
Bapak itu berterima kasih berulang kali, lega tidak dipenjarakan.
"Tapi saya harus memastikan kalau bapak tidak akan melakukan hal semacam ini lagi", kata Papa kemudian.
Hm? Memastikan? Gimana?
"Iya, pak. Saya tidak akan korupsi lagi! Saya bersumpah", kata bapak itu masih berurai air mata.
Papa tersenyum ramah,
"Iya, tolong ya"
Gw ga setuju karena dia ngebiarin seorang korup lolos gitu aja.
Kalo korupsi ini bisa kecium media, posisi papa sebagai CEO bakal jadi bahaya.
Setidaknya turunin pangkatnya dong!
"Kalau bapak ulangi lagi, saya bisa bongkar soal perselingkuhan anda dengan GADIS-GADIS SMP yang belum matang", lanjut Papa.
Mendengar itu, rasanya jantung gw berhenti berdetak
Papa ngomong apa barusan?
Bapak itu langsung terdiam, dan takut-takut mendongak ke Papa.
Papa mengeluarkan handphonenya, kemudian menunjukan video.
Gw menatap wajah bapak itu dan Papa bergantian.
Berlawanan dengan bapak itu yang terlihat sangat ketakutan.
Senyuman Papa penuh kepuasan.
Semakin lama, mata bapak itu semakin bulat, terkejut.
Keringat bercucuran, perlahan ia semakin pucat.
"Secara hukum ini ga bisa dilaporin. Soalnya pihak cewek juga setuju dan kalian ga sampe ke 'itu' kan? Tapi ini cukup buat bikin anak istri bapak kecewa", kata Papa tenang, berlawanan dengan topik pembicaraannya.
Atmosfer jadi menegangkan, gw bisa ngerasain nafas gw terasa berat.
Papa merangkulnya,
"Bayangin deh, seandainya anak istri bapak tau kalo ayah atau suami tercintanya pergi kencan sama anak-anak SMP. Muasin diri ngeliatin body anak-anak itu, saling gandengan... Terus uang buat muasin para gadis bayaran itu berasal dari uang korupsi...ish itu ga kebayang"
Yang bikin gw takut
Papa tetep senyum
Senyum lembutnya selalu ada. Ditambah mata yang simpatis itu, sangat tidak cocok dengan situasinya
"Jadi...Bapak Budi...tolong jangan diulangi lagi...ya? Kencannya...maupun korupsinya", kata Papa lagi. Lebih lembut.
Mata Papa seolah-olah bersinar saat mengancam.
Papa seperti iblis yang merusak pemikiran seseorang. Memanipulasinya agar bergerak sesuai kemauannya secara halus dan perlahan.
"Pa...Papa kejam banget", kata gw di mobil perjalanan pulang.
"Masa?", tanya Papa tanpa rasa bersalah, masih fokus nyetir.
"Kalo maafin orang jangan setengah-setengah dong. Gausa ngancem juga", bales gw. "Apa Papa ga kasian ke dia?"
Papa malah ketawa, kemudian menjawab, "Ray, kalo ada yang kelewatan, harus dihukum atau dikasih ancaman. Biar ga diulang lagi", katanya simple
Disitulah gw paham
Papa ga ngerti sama perasaan manusia
Dia ga ngerasain rasa takut atau iba.
Dia cuma memikirkan cara untuk hidup makmur.
Satu-satunya perasaan lain yang bisa gw liat adalah pas dia sama Mama.
Papa sangat mencintai mama, dia tergila-gila sama Mama.
Di kantor, dia punya lukisan gw dan Mama yang besar, sekitar 1 meter x 40 cm.
Kita dilukis waktu gw masih berumur 2 tahun. Di lukisan itu, Mama menunjukan punggungnya dan memeluk gw, membelakangi perspektif lukisan. Ditambah kain putih yang menyelimuti kami dan latar berupa awan, Mama dibuat seakan-akan dewi.
Papa juga terlihat lebih semangat ke Mama. Kaya anak kecil lagi. Bukan itu doang, sesibuk apapun papa, dia tetap bakal pulang untuk tidur bersama istrinya.
Tapi buat gw...
Dia seakan-akan ga punya waktu.
Adapun dia minta gw nemenin dia di kantor. Itu sama aja kaya tiduran di rumah sambil main hp.
Hal yang dia bisa adalah ngasih uang.
Sebesar apapun nominal yang gw minta, gapake waktu panjang buat nerima uang itu.
Gw pengen bisa jalan-jalan sama mereka kaya dulu lagi. Gw pengen percaya Papa normal.
Tapi lama-kelamaan gw lelah
Dan membiarkan diri gw hidup menikmati uang Papa.
Gw masih kok main-main ke kantor Papa, tapi kalo menurut gw penting atau buat minum milk tea doang.
Mama masih sering main-main sama gw sih walaupun ga sesering dulu.
Papa Mama kayanya ga masalah sama gw yg sering ngehamburin uang ini
Seandainya gw punya keberanian besar.
Gw sampein ke Papa betapa kecewanya gw.
Tapi kayanya...gw udah keasikan sendiri