SMA Internasional Rising Smartness.
Sekolah ini besar, mungkin ada se-hektar. Dengan gaya bangunan eropa yang terbuat dari batu bata khusus, sekolah ini keliatan makin top.
Kaya sekolah di fiksi barat.
Perpustakaan.
Lounge.
Kolam renang.
Gymnasium.
Lapangan basket.
Lapangan bola.
Lapangan baseball.
Lapangan tennis.
Cafeteria.
Gw mengendarai motor ninja ZX 14-R hitam ke sekolah.
Papa beliin motor ini 2 bulan lalu. Pas gw liat list-list motor, gw minta ini dan secara instant Papa langsung memesannya.
Sebenernya gw mau bawa mobil kesekolah, tapi Mama larang dan Papa ga bisa bantu yang satu ini.
Tapi ini cukup kok.
Gw disambut oleh 2 temen gw dari SMP, Alex & Wilson.
Gw lebih lama kenal Alex daripada Wilson. Pertama kali gw ketemu dia kelas 1 SMP. Dia orang yang sedikit rebelious, cocok dengan wajahnya yang penuh keberanian dan kesan nakal.
Dan temen bule gue, Wilson.
Anak australia yang berupa student exchange di SMP lama dulu. Tapi karena betah di Indonesia, dia pindah ke sini.
Berlawanan sama Alex, Wilson ini anak yang patuh sama peraturan. Tapi karena berteman sama Alex yah...ikutan suka ngebandel.
"Woooo anak orkay akhirnya dateng!", seru Alex mengangkat tangannya seperti supporter.
Alex anak dari direktur perusahaan besar, bisa dibilang saingan YSP co.
Sedangkan Wilson anak dari duta.
"Hey lu juga anak kaya kok", bales gw sambil melepas helm dan menentengnya masuk ke gerbang sekolah.
Pas gw jalan bareng gw salfok sama cewek-cewek seksi, sengaja menggoda.Terus gw alihin pandangan gw ke 2 manusia itu. Mata mereka udah jelalatan aja
Iya sih banyak cewe cakep disekolah ini
Yang bikin gw ga suka cewe sini karena...ga alami?
Kebanyakan mereka pake make up tebel, perawatan, sulam alis, atau mutihin kulit.
Rasanya ga natural
Gw sukanya cewe natural kaya Mama gitu, make up pun tipis aja.
Kita jalan bareng ke kelas kita, kelas 1-A.
Kata pengantar di sekolah ini pake bahasa inggris dan banyak guru di sekolah ini bule, ditambah student exchange dari berbagai negara bikin kita banyak belajar culture negara lain.
Setelah belajar di kelas, kita pergi ke cafeteria.
Disana, kita beli makanan dan minuman.
Setelah membayar menggunakan kartu khusus belanja di sekolah ini, kami duduk di konter menghadap kaca, menghadap running track. Gw membuka kertas yang membungkus cheese burger gw, kemudian menuangkan saus sambal diatas dag
Si Alex makan hotdog, sedangkan Wilson makan salad. Alex ga pernah mikirin makanannya, hajar makan aja yang penting enak. Sama yang penting dia ga gendutan. Kalo Wilson selalu mikirin. Dia selalu seimbangin sayur sama daging, banyak garemnya, minyaknya, sampe kesegarannya.
Kalian yang mana?
Hajar makan atau liat dulu?
Sekarang ini mereka ributin soal perempuan
"Ih lebih penting mukanya kali! Baru nanti liat sifatnya!", kata Alex menyampaikan pendapatnya.
"Kebalekkk! Sifat lebih penting! Kalo cakep-cakep mean girl gimana?!", bales Wilson.
Gw yg ditengah-tengah menggeleng,
"Kayanya kalo lu di negara bebas lu 'have fun' sama cewe yang beda tiap malem...", kata gw ke Alex yang malah bangga.
"Obviously, chicks are the best"
Geli gw dengernya
"So, Ray, menurut lu yang mana yang penting?", tanya Wilson mengacuhkan Alex.
Gw berpikir sesaat
"Gatau", jawab gw singkat
"Hah?"
"Gw gatau yang mana yang lebih penting. Gw blm ada cewek yang gw suka", lanjut gw menggigit burger lagi.
Alex maupun Wilson manggut-manggut dengernya.
Yah abis itu kita belajar lagi.
Pulang sekolah gw ikut club.
Club taekwondo.
"Junbi!", seru Sabam, guru taekwondo, menyuruh kita berkuda-kuda.
Gw udah ban hitam, tingkat dan-1 Gw mencapai tingkat ini pas gw SMP 3 dan sebagai hadiah, Papa kasih lamborghini centenario. Mobil itu udah disesuaikan sama Indonesia yang setirnya di kanan.
Papa awalnya beli biar cepet kalo misalnya mau rapat di tempat jauh kaya Bandung atau Jawa.
'Kan macet'?
Papa pake mobil itu di jam sepi, jadi efektif.
Sebenernya...gw yg minta sih
Ngeliat Papa jarang pake, gw mikir mending gw yang make. Dia setuju, dan berjanji ngasih pas gw udah dapet SIM dan KTP nanti. Tapi dari sekarang gue udah boleh belajar bawa mobil.
Test-drive pertama kali ada di Sentul International Circuit.
Gw kesana sama om gw, Kevin.
Adeknya Papa
Atau lebih akurat lagi adik kembar Papa.
Kembar...ngga juga
Berlawanan dengan Papa yang rambut dan matanya hitam legam, Om Kevin albino. Tapi dia punya tampang yang sama kaya Papa, matanya agak tajam, hidungnya mancung, bibirnya bisa membuat senyuman lebar, dan alisnya terkesan rapih.
Kalo om pake make up dan cat rambutnya, dia sama persis kaya Papa. Eh engga juga deng, Om punya luka tajam di pipinya.
Kalo Om pake make up biasa susah bedain.
Tapi bedainnya juga gampeng,
Suruh nulis atau liat pipinya
Papa kan kidal
Om juga ada luka di pipi
Gw ga dibiarin bawa mobil itu sih, omnya dulu yang bawa.
Setelah mengotak-atik sebentar, om Kevin mengangguk puas. Kemudian ia menancapkan gasnya dan mobil melaju dengan cepat. Setelah itu baru gw.
Makanya setiap dia dateng, dia bakal bawa gw ke sirkuit buat ngelancarin lamborghini gw tanpa sepengetahuan Papa Mama.
___________________________________________
Gw, Alex, dan Wilson jalan menuju gerbang sekolah.
Tiba-tiba ada yang lempar kaleng ke kepala Wilson.
"Aduh!", serunya kesakitan, mengusap-usap lukanya.
Gw langsung ngeliat kepalanya Wilson, gara-gara ujung kaleng itu, sisi kepalanya baret dan mengeluarkan darah.
Mereka ada 3.
Wilson cuma diem ngusap-ngusap sisi kepalanya. Memang begini, sering yang ngusir dia karena dia kan bisa dibilang pretty boy, dianggap gay. Walaupun bukan gay, tapi ucapan homophobic begitu tetep bikin kesel.
"Hei dia ngga gay!", tegur gw.
"Iyalah lu pada kan pacarnya!", bales mereka.
Alex maupun gw naik pitam.
Otomatis kita berantem, tonjok-tonjokan di lorong sekolah.
Membuat gaduh.
____
"Anak anda membuat masalah. Kami harap anda bisa datang untuk membicarakan ini dengan kami sekaligus menjemputnya", kata kepala sekolah ke telepon, menelpon orang tua kami.
Wilson dibawa ke UKS buat perban kepalanya. 3 murid yang kita hajar juga ada di kantor kepala sekolah.
Kita semua duduk di sofa berbentuk C menunggu orang tua.
Gak lama, orang tua murid satu-persatu menjemput dan membahas masalah ini dengan kepala sekolah.
Ada yang beralasan tidak menyangka anaknya begitu,
Anaknya tidak mau dengar,
Ada juga yang stress.
Tinggal tunggu aja Mama dateng marah-marah.
Malah ibunya Alex yang dateng duluan.
Kepala sekolah gempal itu memperingati mereka dengan nada lembut namun tegas, menggunakan penekanan disana-sini.
"Maafkan anak saya yang terus membuat gaduh. Kami akan berusaha sebisa kami agar dia tidak melakukannya lagi", kata ibu Alex menyesal sambil memeluk Alex ke dadanya, melindunginya.
Ibunya Alex adalah ibu yang selalu pengen keliatan muda, dia selalu pake baju ketat buat mamerin bodinya, dan perhiasan bermerek selalu melekat ditambah wangi parfum Chanel Coco yang bisa dicium dari radius 50 m.
Setelah kepala sekolah memperingati Alex dan ibunya, mereka permisi dan keluar sekolah. Gw disuruh pindah ke bangku kulit yang menghadap ke meja kepala sekolah karena gw doang yang belom dijemput.
"Mr. pikir orang tua kamu orang tua yang selalu lekas buat anaknya", kata bapak sekolah sambil melihat handphonenya sebelum memasukannya kembali ke kantung dalam jasnya.
Terjadi keheningan diantara kita sebentar sebelum pintu dibuka.
"Maaf saya telat", suara pria terdengar dibalik punggung gw.
Gw memutar kepala gw untuk melihat...
Papa