Gw dan Jimmy duduk bersebelahan di kasur gw sambil menunggu 'V' membereskan dapur.
Rasanya awkward.
Gak lama, V keluar dapur dan duduk di lantai sebrang kami.
"Hi?", pekik gw.
"Buat b***k yang dibuang kesini, kau sopan juga mau nyapa", bales V dengan logat Medan yang kental.
Wtf was that?!
"Maaf?",
"Ohh tak, ada nyamuk lewat"
Hold it Ray...
Lu anak baru disini, jangan bikin masalah.
Inget ancaman Papa ga ada habis-habisnya kalo lu bikin masalah.
"Okeh karena V udah belanja, gw masak", kata Jimmy berdiri dari kasur, merentangkan tangannya, "Jadi, mau makan apa Ray?"
"Caviar, roast beef, steak, hungarian soup?", V mengintrupsi dengan nada yang menyebalkan, kayak ngeremehin gw.
"V....", tegur Jimmy.
"Apa? Gw pengen dia merasa ter-'welcome' di ruangan SMALL SIZED ini", bales V ga merasa bersalah dan tanpa rem.
Kalo dirumah bisa di teror Papa.
DISINI ADA YANG NGESELIN JUGA.
"Nasi goreng gimana?", tanya Jimmy ke gw, mengacuhkan V.
"Lu ga bisa nolak, sih", samber V lagi
"Astaga lu ngeselin...", kata gw nahan marah.
V mengatupkan kedua tangannya, lalu membungkuk, "Maafkan saya tuan~jangan pecat saya tuan", mohonnya pura-pura.
"Ray bisa makan pedes gaa?", tanya Jimmy sebelum ke dapur.
"Ga gitu bisa", bales gw.
"Dia bisanya makan pake tabasco", tambah V dengan dongkol.
Gw menatap dia, dia menatap gw juga dalam diam. "Eh lo ada masalah apa sih ke gw?!", kata gw kesel.
"Engga...gw ga ada masalah apa-apa...", katanya pura-pura ga liat dan ga merasa bersalah, ia melanjutkan, "Kalo lu ga ada masalah, sekarang lu ga mungkin ada di sini kan?"
Shiiit omongan dia bener. Ga ada masalah maka gw ga disini.
Bau masakan mulai tercium dari dapur, tidak lama kemudian Jimmy datang bawa 3 piring di tangannya.
Pertama dia kasih ke V, terus ke gw.
Nasi goreng.
Gw mengaduk-ngaduknya, kepulan asap langsung menerjang muka gw.
"Awas panas cung", kata Jimmy memperingatkan.
Gw mulai makan.
Rasanya ga buruk.
"Bisa diterima?", tanya Jimmy.
Gw ngangguk sambil terus memakannya.
Kita ga banyak ngobrol soalnya gw juga mau istirahat dulu.
Di kasur gw chatting sama Alex dan Wilson
'School sucks without you'-Alex
'It sounds gay but that's true'-Wilson
'Sorry guys'-Ray
'Its very sucks that I have to deal with this roomates'-Ray
'Wow, pasti susah'-Wilson
'Jadi anak baik-baik deh biar cepet balik'-Alex
'Oke guys, gw tidur dulu'-Ray
Gw menurunkan handphone dan menghela nafas.
Kenapa sih?
Emang separah itu sampe begini
Kalian sayang ga sih sama Ray?
Pikir gw sebelum tidur
"Ga bisa..."
"Ga boleh..."
"Berhenti..."
Dunia ini gelap gulita, gw sendiri merasa melayang disini.
Itu...suara siapa?
Suara itu terdengar sedih, bergetar, dan lemah.
Gw berputar untuk mencari suara itu,
Jauh di sana, gw bisa liat orang meringkuk sendirian, menangis terisak.
Gw mendekat,
Lama-kelamaan gw sadar,
Itu Papa.
"Pa?", panggil gw mempercepat jalan gw. Gw berlutut pas gw udah di sebelah dia, dia membelakangi gw.
"Ga bisa...ga boleh...", gumamnya.
"Papa?", panggil gw lagi, menyentuh lengannya.
"Ray...", panggilnya lemah.
"Pa-"
Tiba-tiba dia bangkit, menggenggam kedua bahu gw dengan erat.
Saat gw melihat wajahnya,
Mata gw membulat,
Nafas gw tertahan dan menjadi berat,
Wajah Papa...
Pecah-pecah, seperti kaca.
Dari bibir dan matanya keluar cairan hitam,
Dan matanya...kosong
Bukan bengong,
Beneran kosong!
Matanya ga ada!
"PERGIIIIIII!", teriaknya kencang-kencang, suaranya menggema di ruangan ini, memberikan kesan mengerikan.
Tiba-tiba Papa ditarik oleh bayang-bayang kegelapan, dijauhkan dari gw. Gw berusaha mengejar dan merentangkan tangan gw ke arah Papa.
Tapi yang bikin gw sedih,
Papa malah tersenyum sambil menangis
"PAPA!", jerit gw terbangun. Mata gw terbuka lebar-lebar, nafas gw tersenggal, keringat bercucuran.
Mimpi...
Tapi itu mimpi yang mengerikan...
Gw berusaha mengatur nafas gw yang berat. Tapi galama gw merasakan tatapan orang.
Gw menoleh dan bener aja
Jimmy dan V ngintip.
Jimmy duduk di kasurnya sambil ngeliatin gw, V mengatungkan kepalanya dari sela-sela pagar pembatas kasur atas.
"Mimpiin Papa?", tanya Jimmy.
"Shut up", kata gw menarik selimut dan berusaha tidur lagi.
Tapi rasanya susah, gw takut mimpi begitu lagi.
Gw menggapai handphone gw yang ada di sebelah bantal, kemudian melihat jam yang menunjukan pukul 02.09 subuh. Tidur gw panjang juga.
Gw berbalik lagi, mereka masih ngeliatin gw.
"Kita tau lu ga bisa tidur lagi kok", Jimmy menyeringai.
Gw nyerah, jadi gw duduk di kasur.
"Jadi lu mimpi apa?", tanya Jimmy lagi penasaran.
Hih, rugi kalo gw cerita
Pasti langsung di judge gw.
Tau apa mereka soal bapak gw?
"Engga", jawab gw singkat sambil mengambil handphone lagi, kemudian pergi ke ruang sebelah untuk menelpon di group chat.
Gw bercerita ke Alex dan Wilson yang kebetulan masih bangun.
"Gila itu serem", komentar Alex.
"Di internet ga bilang soal diseret, tapi ada yang tenggelam. Katanya 'Arti mimpi tenggelam bisa menguak dua makna, yaitu kamu sedang merasakan kekhawatiran mendalam tentang sesuatu sehingga kamu merasa sesak dan kehabisan napas. Arti lainnya adalah kamu akan mulai menemukan kebahagiaan dan kestabilan dalam hubungan. Tergantung seperti apa situasimu saat mengalami mimpi itu.'", kata Wilson melihat-lihat di google.
"Asmara? Haha! Ray tuh jual mahal banget tau! Masa kepincut gadis kampung?", ledek Alex tertawa terbahak-bahak.
"Hei jangan kasar", tegur Wilson.
"Bukan tenggelem juga sih tapi ng... Yauda deh kita sebut tenggelem aja. Sumpah rasanya emang kaya di air tapi gw masih bisa nafas gitu. Terus muka Papa serem banget it's freaking me out", tambah gw.
"Chill out dude, your father is a monster after all", bela Alex.
"Well, in business world though", Wilson menambah lagi.
Pas gw lagi ngomongin Papa dan mimpi gw, gw bisa denger suara Jimmy dan V.
"Warna apa V?", tanya Jimmy.
"Kuning...dia takut kehilangan kendali, kuasa, atau yah...kehormatan. Dia sebenernya baik, energik, ga pelit, tapi sekarang ini dia fokus sama rasa takutnya. Dia marah sebagai bentuk defensif nyembunyiin rasa takut dan sedihnya, makanya dia ubah ke marah", jawab V lagi.
What the hell are they talking about?
"I'm going to sleep, thanks guys", kata gw menutup telepon kemudian kembali ke kamar tidur.
"Kalian ngomongin apa?", tanya gw mendekat.
"Ha? Oh! Engga, engga apa-apa", kata Jimmy ragu.
"Seriously gw bisa denger kalian ngomongin gw", kata gw sambil menyilangkan tangan.
"Emang lu ngerasa?", tanya Jimmy menaikan salah satu alisnya usil.
"Gw malu buat akuin tapi rasanya itu kaya gw. Papa pernah ngomong gitu juga", gw berkacak pinggang tanpa mau berontak mata.
"Bapak lu indigo?", tanya Jimmy penasaran, matanya membesar.
"Bukan, bukan. Tapi Papa gw pernah bilang kalo gw cuma suka kekuasa- Wait, indigo?",
Papa bukan indigo gw yakin, dia cuma punya intuisi kuat dan keyakinan. Indigo kan yang bisa liat lebih dalem gitu-gitu, Papa bukan begitu setau gw.
"Yep, V indigo", tunjuk Jimmy bangga.
Gw menatap V, meminta kepastian, dia menangguk mengonfirmasi.
This is great!
Gw bisa minta tolong dia!