Gw terbangun tapi mata masih tertutup, lalu berguling di tempat yang empuk dan nyaman.
Hm? Bukan di sofa kantor?
Gw membuka mata dan melihat langit-langit yang tinggi. Dan rupanya gw tiduran di atas kasur queen-sized
Ini kamar gw.
Kamar modern dengan dinding warna hitam bercampur putih,
Poster band rock Halestorm ada di sana sini.
Rak khusus berisi action figure tokoh-tokoh Marvel dan anime.
Komputer gaming 3 layar.
TV, PS4 dengan kaset yang berantakan beserta sofa.
Balcony.
Kamar besar milik gw sepenuhnya.
Gw duduk dan merentangkan tangan.
Tiba-tiba pintu dibuka dengan kasar.
Mama.
Matanya sembab habis menangis, dia menatap gw dengan marah.
"KAMU KEBANGETAN!"
Gw terdiam dan menunduk merasa bersalah
"Mojokin Papa, nuduh yang engga-engga, bilang ngga peduli, BILANG PAPA KAMU PENJAHAT?!", bentaknya mendekat ke gw.
Matanya memerah, entah bekas nangis atau karena marah. Rambutnya berantakan.
Air mata berkumpul di matanya.
"PAPA NUTUPIN BANYAK KESALAHAN KAMU! DAN KAMU MASIH BILANG DIA PENJAHAT?!"
Ah...Mama mencintai Papa sebesar ini, sampe gw dimaki-maki begini. Apa dia ga tau Papa orang yang mengerikan?
Sekarang Mama terus mengoceh, tapi dia kedengeran kaya ngelindungin Papa terus.
Hal itu bikin gw kesel.
"Kabur dari rumah, ga minta izin, pergi sama siapa kita gatau, kamu ngapain kita gatau, balapan malem-malem, taruhan, minum juga?!", tuduh Mama menunjuk gw.
"Ray ga minum...", jawab gw takut-takut.
Mama duduk disebelah gw, mengurut pelipisnya sebelum kembali marah, "Mama kecewa Ray! Beneran! Kamu ga izin sama kita! Kamu belom punya SIM, bawa belom lancar udah ngebut pake mobil sport macam lamborghini, Itu bahaya tau! KAMU BISA MENINGGAL!", bentak Mama lagi mendekat.
"AKU JUGA GA PERNAH MINTA LAHIR!"
Nafas gw tersenggal setelah berteriak seperti itu. Kepala gw serasa pusing akibat emosi yang ditahan selama ini. Tapi gw merasa lega bisa mengeluarkan itu.
Gw menoleh ke Mama.
Mata Mama membulat,
Mulutnya ternganga tidak dapat berkata-kata, kulitnya menjadi pucat.
Disini gw sadar
Gw ga seharusnya ngomong itu.
Gw baru aja ngehancurin perasaan Mama.
"Ray, Papa ga ngapresiasi sifat kamu ke Mama barusan", tegur Papa di meja makan dengan lembut.
Iya, setelah Mama pergi sambil menangis, Papa dateng ke kamar dan suruh gw turun ke meja makan.
Di meja, gw berhadapan sama Papa.
Papa udah biasa aja lagi,
Kaya ga ada kejadian apa-apa.
"Ray salah...I'm sorry", kata gw menunduk di bangku seberangnya.
"Say that to your mom. Papa kaget tau kamu bisa ngomong begitu ke Mama. Itu kata-kata yang GABOLEH di sebut ke orang tua kamu", tegurnya melipat tangan di atas meja.
Gw terdiam.
"Kata-kata kaya, 'Aku ga pernah minta lahir', 'kenapa kalian punya aku', 'aku benci sama Papa Mama' gaboleh dikeluarin. And look, you've said it", kata Papa menunjuk gw.
"Apa Mama bakal maafin aku? Mama pasti marah besar kan? Aku udah kelewatan", kata gw pesimis.
Papa menggenggam tangan gw erat-erat, sensasi hangat langsung terasa dari tangannya.
Gw mengangkat kepala, menatap ke senyumnya yang hangat
"Pasti langsung maafin, percaya Papa. Sekarang kamu naik minta maaf", katanya yakin, menepuk tangan gw sekali.
Gw bangkit dari bangku, menaiki tangga marmer yang berputar dengan railing hitam.
Cahaya jendela terpecah melalui chandelier, membuat cahaya warna-warni terpantul.
Menemani gw yg sendiri.
Gw menyusuri lorong dan membuka pintu putih di ujung.
Saat ingin mengetuk, tangan gw terhenti, ragu.
Aduh napas gw berat banget.
Mama orang yang baik, inget itu
Setelah menyemangati diri sendiri, gw mengetuk pintu 3 kali.
Ga dijawab, apa Mama tidur?
Pelan-pelan gw buka pintu dan gw bisa langsung mencium bau alkohol.
Masa Mama minum? Apa gara-gara gw Mama minum?
Gw pelan-pelan jalan dan menemukan Mama tertunduk di tempat tidurnya. Di meja sebelahnya ada botol alkohol.
Rasa bersalah langsung menyerang gw.
"Ma...", panggil gw pelan.
Mama langsung mengangkat kepala dan menghapus air matanya. Kemudian menatap gw
"Ya?", responnya memaksa senyum.
Gw langsung memeluknya.
"Maafin Ray...", kata gw sambil memeluk Mama.
Gw bisa merasakan nafas Mama tersenggal karena menangis, kemudian tangannya membelai kepala gw dan ikut memeluk.
"Maafin Mama juga ya, sayang..."
Mama melepas pelukan gw dan menanamkan ciuman di kening dan di pipi. Kemudian menarik kepala gw ke bahunya. Gw bisa mendengar detak jantungnya yang menenangkan.
Beberapa waktu hanya diisi dengan gw bersender ke Mama. Mama terus membelai rambut gw dan meletakan kepalanya di kepala gw.
Entah sejak kapan...
Gw berhenti manja-manjaan ke Mama.
Mungkin setelah gw kelas 3 SMP.
pas tau yang lain udah ga nyender atau manja ke Mamanya, gw merasa malu karena gw doang yang manja.
"Ih, anak mamih", gidik Alex geli waktu itu.
"Emang kalian udah ga nyender atau meluk gitu?", tanya gw.
"Kita udah gede! Ada juga kita yang kasih senderan ke wanita!", bales Alex waktu itu.
Gw merasa...
Sedikit nyesel
Karena kemakan gengsi, gw berhenti senderan begini. Padahal pelukan Mama salah satu tempat ternyaman dan paling menenangkan.
Gw ga bisa ngebayangin rasanya jadi Mama.
Mama yang masih 17 tahun 'dijual' orang tuanya buat nikah sama Papa, dengan tujuan menyelamatkan bisnis cateering mereka. Pernah Mama denger kalo ayahnya ingin melihat cucunya sebelum dia meninggal karena kanker. Mama gelap mata dan memutuskan untuk menghamili dirinya untuk memenuhi keinginan ayahnya itu. Banyak kesulitan yang ia lewati semasa hamilnya.
Awalnya gw kaget pas kira Mama ngelahirin gw untuk memenuhi permintaan orang, bukan karena emang pengen punya.
Tapi
Mama bilang itu juga karena dia cinta sama Papa, dan saat gw ada di perutnya dia juga cinta sama gw. Dia bilang rasanya ga kebayang, katanya "Keindahan dunia ada di Mama".
Dia merasa gw yang paling penting di dunia ini.
Setelah melahirkan gw, dia memperkenalkan gw ke orang tuanya. Tapi reaksi mereka plus minus. Mereka seneng punya cucu.
Tapi mereka ga seneng karena Mama masih terlalu muda dan menganggapnya belum mampu jadi ibu.
Mama marah ke mereka.
Dan semenjak hari itu mereka berantem dan ga berkontak satu sama lain.
Tapi Mama ga peduli,
Dia lebih milih gw dan Papa.
Walaupun beberapa bulan kemudian...mereka meninggal secara tragis dan ga sempat berbaikan dengan Mama.
Untuk beberapa, waktu Mama mengalami depresi. Dia nyesel karena berantem terus sampe akhir hayat mereka.
Tapi katanya karena ada gw dan Papa dia bisa kembali kuat
Dan dia bersumpah untuk membesarkan dan menyenangkan gw.
Gw salut. Mama memang masih tergolong muda untuk menjadi ibu, tapi dia kuat banget.
She's my hero.
"Kamu bilang kamu ga pernah minta lahir kan?", tanya Mama memecah keheningan.
"Ah hm itu...", gw gagu, canggung banget.
"Kamu memang ga minta. Tapi Mama yang mau kamu lahir. Mama mau kamu tumbuh besar dan bahagia", senyumnya menarik dagu gw dengan lembut, saling menatap.
"Makasih ma...", kata gw tersenyum.
Kita berpelukan lagi. Lebih erat dari sebelumnya.
Tiba-tiba pintu di buka dengan kasar dan Papa masuk bergegas sambil berbicara di handphonenya
Yang ini nih
Papa berbicara dengan bahasa perancis. Dia terlihat sangat serius.
Papa mematikan pembicaraannya dan membuka laci, file mungkin.
"Kenapa, Zac?", tanya Mama melepas pelukan gw.
"Ah..umh..ada tamu dari Perancis yang mau meeting soal yah...bisnis ekspor impor. Dan karena dia CEO juga rasanya lebih baik kalo aku yang temuin", kata Papa masih sibuk mencari. Pas Papa nemu, dia melihatnya sebentar kemudian beranjak.
"Aku berangkat dulu ya", katanya mengecup bibir Mama kemudian menyibakan rambut gw sambil berlalu.
Padahal gw baru mau mikir dia ambil cuti hari ini.
Dasar workaholic.