bc

GELORA PUTIH ABU-ABU

book_age12+
505
IKUTI
2.1K
BACA
like
intro-logo
Uraian

Menjadi siswa baru dan sering dipanggil ke ruang pembinaan, membuat Tami bertemu Bagas. Kak Bagas, cowok dengan perawakan tinggi dan rahang tegas, merupakan ketua kedisiplinan di SMA Angkasa. Sosok yang diidolakan cewek seantero sekolah, termasuk Kikan. Kikan yang selama ini memiliki kedekatan spesial dengan Bagas, merasa terganggu dengan Tami yang mendapat perhatian lebih dari Bagas. Cewek itu selalu melibatkan Tami dalam perkara-perkara yang sialnya malah membuat Tami semakin dekat dengan Bagas.

chap-preview
Pratinjau gratis
CERITA 1
"Semua perjalanan hidup adalah sinema. Bahkan lebih mengerikan. Darah adalah darah, dan tangis adalah tangis. Tak ada pemeran pengganti yang akan menanggung sakitmu." Dee Tahu apa yang paling menyebalkan saat jadi junior di sekolah? Bertemu dengan kakak kakak baru yang sok berwibawa dan disiplin. Huh! Baru hari pertama masuk, aku sudah kena hukuman. Dan entah kenapa, aku mendadak emosional begini. Ya, emosional. Tiba-tiba nangis nggak jelas. Dan ngomong-ngomong, nangis sendirian emang nggak enak banget ya? Sama deh, kayak aku yang saat ini. Nggak ada yang minjemin bahu buat nyandar dan nggak ada yang ngasih solusi. Aku sekarang di ruang pembinaan sendirian, ditinggal oleh ketua bagian kedisplinan yang marah, dan langsung pergi meninggalkanku tanpa perasaan. Iya, tanpa perasaan. Sudah aku dimarahi cuma gara gara bekalku nggak sesuai sama yang diinstruksikan. Kenapa juga barang yang mau dimakan aja harus dipotong-potong dadu. Kalau aku bisanya memotongnya asal gimana? Toh juga bekal bekalku. Aku yang nelan, perut-perutku juga. Kenapa situ yang repot? Sudah begitu, tadi dia langsung pergi sambil membanting pintu. Keras banget. Dipikir ini sekolah kalau rusak dan retak-retak, bahkan sampai roboh, dia yang bangun? Emang dia keturunan sultan? Dan, lebih parahnya lagi. Mukanya yang ngeselin dan pingin aku cakar itu lho. Masih terbayang sampai sekarang. Aku ingin kabur dan segera pulang saja! Tapi itu nggak mungkin terjadi, tasku sekarang disita oleh ketua OSIS. Kalian tahu kenapa? Cuma gara-gara telat empat menit! Empat menit! Empat menit tuh beneran bukan apa-apa deh! Dibuat nyatok rambut juga nggak cukup. Yang ada cuma catokannya saja yang panas. “Eh, kamu. Yang di pojokan!” teriak seorang cowok pastinya, terdengar jelas dari suaranya yang berat tapi cempreng. Bisa di bayangin nggak? Refleks aku menghadap ke arah sumber suara itu sambil mengusap air mata serta ingusku yang sudah meluber. Seorang cowok berkulit cokelat, lebih tinggi dariku sedikit, dengan baju seragam yang keluar semua, rambut acak-acakan mendekatiku. “Siapa kamu?” tanyaku. “Kamu nyari ini kan?” kesel banget deh, nanya tapi nggak dijawab. Tapi, sepertinya untuk saat ini, hal itu juga tidak terlalu penting – penting amat. Yang terpenting adalah, cowok itu menenteng tasku! “Ha? Iya, iya, makasih banyak ya..” tentu saja aku harus berterima kasih kepada cowok itu kan? Cowok yang berkat dia, rencana kaburku hari ini bisa sukses. Aku menjulurkan tanganku menginginkan tasku kembali. “Lho lho, enak aja. Aku tadi ngambil ini susah banget dari ketua osis, jadi kamu ngambilnya dari aku juga susah juga dong!” cowok itu berkata seakan aku nggak dalam kesusahan. Dan lagi, apa coba faedahnya menyusahkan orang? Bukannya dapat pahala, malah tambah dosa kan? “Ih, kok gitu? Sini mana tasku!” seruku. Namun, tangannya malah menjauhkan tasku dariku. Ih, apaan sih cowok ini? Aku mendengus sebal. “Terus, kamu ngapain ngambil tasku susah-susah dari ketua OSIS kalo akhirnya nggak diserahin ke aku? Mau kamu jual ke rongsokan ya? Aneh banget kamu!” “Oh, kamu belum tau ya?” tanyanya. Lah, gimana sih nih cowok, kok malah ngajak tebak-tebakan? “Ya jelas aja aku belum tau, sumpah kamu aneh! Atau b**o? Aku nggak ngerti!” tukasku, hampir frustrasi. Eh, sudah frustasi ding. Ternyata masih ada cowok yang doyan basa-basi kayak dia. Gak banget, norak! Kita nih sudah SMA, masa masih main sandera-sanderaan atau sembunyi-sembunyiin tas kayak anak SD? “O, gitu ya..” katanya dengan kecewa sambil melemparkan tasku secara mendadak tepat di depan hidungku yang nggak bisa dibilang pesek, juga nggak bisa dibilang mancung ini. “Aww!” Aku nggak bisa banyak omong kali ini, karena ada cairan yang keluar dari hidungku. Tenang, bukan darah kok. Tapi yang ini lebih memalukan! Ya Tuhan.. kenapa aku harus ingusan di depan cowok ini? Nggak aku kenal lagi! Eh, tapi bukannya mending nggak kenal ya? Bodo ah. Intinya aku tetap malu banget. Apalagi sudah kelihatan cowok ini super rese’. Aku langsung menutup mukaku dengan tas. Tapi terlambat. Cowok itu keburu melihat mukaku. “Huahahaa” tawa lepas cowok nggak jelas itu menggema. “aku cuma mau bilang selamat datang aja buat kamu!” lanjutnya, kemudian lari keluar ruang pembinaan. Selamat datang? Hah? Aku nggak salah dengar nih? Bukannya dia juga anak baru? Eh, dia teman sekelasku ternyata! Tapi kok aku nggak kenal ya.. emm. Mungkin karena aku terlalu sibuk dengan hal lain? Aku kan orangnya sibuk dikejar-kejar ketua osis sama bagian kedisiplinan. Yang aku kenal kan cuma teman sebangku ku, itu aja kenalannya nggak sampek nanya-nanya alamat. Bener-bener orang penting deh aku! Tapi aku penasaran, emangnya dia yang punya sekolah? Kok pake segala bilang selamat datang padaku. ** “Tami.. Tami..” sepertinya Hana, sahabat baru plus temen sebangku yqng baru, memanggilku, saat aku baru saja melewati gerbang sekolah. Saat aku menoleh, yeah betul banget! Nggak jelas banget deh lari-lari sambil manggil namaku sambil nenteng tas butut ungu kesayangannya. Suaranya begitu nyaring hingga bukan cuma aku saja yang menoleh. Tapi siswa – siswi lain yang tengah berjalan, juga menengok ke arahnya. Rasanya cocok juga teman baruku ini jadi komandan upacara. “Aduh, Tami! Kamu tuh gimana sih, aku panggil-panggil dari masih di depan kelas sampai gerbang nggak noleh-noleh. Nyebelin tauk!” katanya, sambil melotot nggak jelas. Dia memang selalu bertingkah nggak jelas gitu deh, tapi lebih banyak yang bilang kalo aku yang lebih nggak jelas daripada si nggak jelas ini. Lho? Kok jadi nggak jelas gini sih! “Ada apa non? Segitunya sampek ngejar ngejar aku?” aku berceloteh. Dia merangkulku sampai leherku miring ke arahnya. “Hah…” dia mengembuskan napas panjang, seperti habis lari lima kilo. “Dasar lu. Eh, aku gak lagi bercanda nih sekarang, aku serius. Kamu ditunggu Kak Kikan di ruang pembinaan.” Hana mengatakan itu dengan muka lebih seram daripada kucing utan yang sedang mabok. “Kak Kikan?” Aku mengernyit “Ketua osis itu kan?” tanyaku, mataku mungkin sedikit melebar sekarang.. “he’em” Hana sambil menganggukkan kepalanya, seperti kucing tetangga yang langsung nurut setelah dilemparin ikan asin. Aku menelan ludah. Ada apa nih? “Kok nggak bilang dari tadi sih?” Hana melotot. “Gimana mau bilang dari tadi? Orang kamunya dipanggilin dari tadi juga baru respons sekarang!” protes Hana dengan muka bersungut. Duh Han, muka kamu lucu tau! Aku menahan tawa karena geli. “s**l!” Hanya itu kata yang keluar dari mulutku, sebelum akhirnya aku langsung berlari meninggalkan Hana yang sedang melongo sendirian melihatku berlari kencang secara mendadak. Ya iya lah aku harus berlari kencang! Yang manggil Kak Kikan gitu lho… si ketua OSIS rese’. Kalau telat, bisa-bisa aku dihukum lagi. Kalau dipikir-pikir, suka banget sih dia menghukum orang? Dia titisan dewa yang suka menghukum ya? Atau punya cita-cita jadi polisi? Ada apa lagi coba? Kemarin lusa, kemarin, terus sekarang aku dipanggil lagi oleh Ketua OSIS rese’ itu. Males banget deh kalau cuma ngomongin masalah cowok dan hal – hal nggak penting lain yang tambah bikin masalah di dunia ini. Eh iya, for your information. Kenapa aku bilang dia rese’? Karena yang dibahas emang nggak penting banget dan cuma buang-buang waktu. Akhirnya, aku sampai ke tempat yang tadi dikatakan oleh Hana. Aku memberanikan diri melangkahkan kaki memasuki ruang pembinaan. Nggak bosan ya dia nongkrong di ruang pembinaan terus? Menurut gosip anak-anak, ruangan ini ka nada penggununya, angker gitu lho maksudnya. Eh, apa jangan jangan Kak Kikan inilah penunggunya? Hiiii sereem…. Ternyata benar kata Hana. Memang hanya ada satu orang di ruangan gelap dan menyeramkan ini, dan sudah sangat amat jelas bahwa orang itu yang berkepentingan denganku itu adalah Kak Kikan. Ya! Memang dia, cewek centil yang kerjaannya cuma menindas cewek lain yang tak bersalah, seperti aku ini. Uuuuh …, tipikal tokoh utama cerita banget kan aku ini? Eitts, tapi aku ditindas bukan karena lemah. Maksudku, aku baru mau ditindas olehnya. Dia tidak tahu saja kalau tipikal yang bisa melawan. Yok, lihat saja! “Ada apa kak?” pastinya aku menanyakan hal yang paling dasar ini. Dengan sopan tentunya. Lain hati lain di mulut dong ya. Sudah hal lumrah bukan? “Duduk kamu!” sudah pasti, dia juga membentakku meski pun aku memberikan persediaan terakhir senyum termanisku kepadanya. Ehem, iya, awalan kasih yang manis-manis dulu aja. Nggak usah buru-buru ngegas. Kalau bisa baik-baik, kenapa harus mengeluarkan tenaga buat adu urat, ya kan? Aku hanya menunduk. Jelas saja, orang kayak dia, kalo nggak kita yang ngalah, malah bikin tambah panjaaang masalahnya. Jadi kunci utama adalah DIAM dan MENGALAH, selama masih bisa ditolelir ya. Dan perlu kalian tahu, menurut kamusku, diam bukan berarti takut lho Mengalah juga bukan berarti kalah. Beda tipis lah sama sengaja menang. Sama – sama sengaja namanya. “Lo belum tau gue manggil lo karena apa?” si Kikan itu langsung tancap gas menanyai aku masalah yang aneh-aneh nggak karuan. Aku hanya geleng-geleng kepala. Ya jelas lah. Mana aku tahu? Orang aku nggak ada urusan sama dia, enak – enak jalan juga, ehhh taunya udah ditungguin di sini. Udah untung aku mau nyamperin. Ya kan? Kalau aku cuek dan memilih masuk kelas, bisa karatan dia nungguin aku di sini. “Oh, gitu ya.. lo di sini tuh anak baru kan?” katanya dengan menekankan kata ‘kan’ yang membuat telingaku sangat terganggu. Ya iyalah aku anak baru. Namanya juga masih kelas satu! Mikir nggak sih dia? Semua anak kelas sepuluh juga anak baru kali… nggak usah ditanya dan nggak usah dipastikan. Cuma orang b**o yang nggak tahu itu. Ih… makin ilfil deh. Katanya ketua OSIS. Kok otaknya dangkal banget. Apalagi dia kan ngurus MOS, kok bisa-bisanya masih nanya. “Jadi, jangan sekali pun lo berani ngelawan kakak kelas apalagi ketua osis kayak gue,” imbuhnya masih dengan nada sinis dan wajah garang bak nenek lampir. Well, meski pun aku juga nggak terlalu ingat jelas wajah nenek lampir. Itu kan sinetron zaman aku kecil. Yang nonton juga buyut, eyang, dan mamiku. Back to reality. Apa katanya tadi? Ngelawan? Loh loh ada apa sih ini? Kok… Waw, aku nyadar loh meski pun aku orangnya nggak suka banget ditindas, nggak bisa diem dan ngomongnya agak banyak, aku masih menghargai kok sama yang lebih tua. Dasar main tuduh aja nih orang. Lagi pula ngelawan siapa yaa kok nggak jelas gini duduk perkaranya. Kikan berdecak. Duh nggak usah manggil Kak lagi lah ya kalo dalam hati. Udah hilang respect banget nih. “Gue tau, elo suka sama Bagas kan?” dia langsung nyambar-nyambar nggak karuan. “Hah? Kak Bagas maksudnya?” Aku melongo. Yang benar saja. Dia kok main nge-judge perasaanku. Emang dia peramal? “Tentu saja! Ketua bagian kedisiplinan yang nama lengkapnya Bagas Anggara. Cowok yang tadi ninggalin elo sendirian di ruang ini, masih ingat kan?” Kak Kikan masih saja ngomong dengan nada ketus. Ck. Aku nggak suka banget nih dia ngungkit-ngungkit kejadian itu. Aku nggak mau kalo nginget-nginget kejadian konyol itu. Bisa-bisa mukaku merah padam. Melihat aku diam, Kak Kikan bersuara lagi, makin gemas mungkin. “Hey hey, jawab pertanyaan aku!” bentaknya. Wow. Aku salah apa? Kok tiba-tiba dibentak gini? Kenapa juga dia bahas-bahas Kak Bagas? Kayak aku peduli aja sama itu orang! Ya memang ganteng dan keren sih, tapi apa urusannya sama aku? Apa coba maksud dia, kenal aja enggak sama yang namanya Kak Bagas. Baru ketemu beberapa kali pas MOS ini. Tadi emang sih bikin Kak Bagas marah, gara-gara aku ngeliatin dia terus waktu dia ngasih nasehat buat para siswa yang telat, termasuk aku. Abis, Kak Bagas itu kerennya beda! Dan mungkin aku apes. Karena mataku belo, jadi ngeliatin dikit aja langsung ke-notice. Padahal kalau dilihat lebih jeli lagi, banyak kok cewek – cewek selain aku yang ngelihatin dia. Beneran nih aku s**l banget. “Kok kakak bisa langsung nge-judge aku kayak gitu sih!” mungkin speedometer atau barometer, atau apalah ukuran buat kesabaranku ini sudah habis, jadi diam itu nggak selalu bener. “ya udah ngomong aja deh, nggak usah banyak basa-basi kayak elo sekarang nih!” bentaknya lagi. Ih, apaan sih? Padahal ya, dari tadi dia ngomong nggak langsung nuju permasalahannya apa. Aku sampai sekarang aja nggak tau yang dipermasalahkan apa. “Ngomong apa? Kamu aja belum ngasih aku pertanyaan!” mulai deh, aku nggak bisa menahan biar nggak ngebentak. “bodo!” kali ini suaraku pelan dan hampir hanya mendesis. Sepertinya, Kak Kikan udah nggak sanggup dengan tingkahku yang belum lepas dari suasana SMP. Dan mungkin juga dia mendengar perkataanku yang teramat lirih barsan. “ELO SUKA BAGAS KAN??” tanpa aku perlu dipanggil ke ruang pembinaan, sepertinya kalo ngomongnya kayak gitu sih aku juga denger. “Heh, Kikan! Ngapain lo manggil-manggil gue?” tiba-tiba, belum sempat aku menjawab, suara berat dicampur serak, ngikut-ngikut ke dalam masalahku dengan Kak Kikan. Nggak disangka-sangka, yang datang ternyata Kak Bagas. Ya, Kak Bagas. Cowok yang baru saja kami ributkan. Eh bukan kami sih. Kak Kikan doang yang meributkan. Anyway, sepertinya Bagas akan pulang sekolah dan melewati ruang pembinaan. Tapi benar kan kataku, meski pun nggak berada di dalam ruang pembinaan pasti kedengeran kalo teriaknya kayak manggil-manggil Lionel Messi di tengah kerumunan ribuan orang, tapi Lionel Messi kedengeran. Kayak gimana ya? Aku langsung mengeluarkan handphone yang berada di dalam tas cokelat yang berada di pangkuanku. Ya ampun, udah jam setengah lima! Ngapain aja aku di sini? Perasaan Kak Kikan baru ngomong beberapa kalimat nggak penting deh. Mampus, hari Rabu kan aku ada kursus fisika jam lima. “Ya udah kakak semua, aku pulang dulu ya.” Aku mencoba menginterupsi. “Bye,” aku berkata sambil melambaikan tangan. Tanpa merasa bersalah tentunya, aku keluar dari ruang pembinaan dan membiarkan mereka berdua larut dalam ‘percekcokkan yang nggak jelas’. Ya, bodo amat lah ya. Yang penting aku bebas sebebas-bebasnya dari mereka! ******* Bersambung *******

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
285.3K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.7K
bc

DENTA

read
17.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
192.9K
bc

Head Over Heels

read
16.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
209.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook